Suara

4 0 0
                                    

Hestlen menatap kosong langit kelam pagi itu. Kebiasaan yang selalu dilakukannya sejak-cukup lama. Memandangi langit, melihatnya seolah dia dapat menembus tiap lapisannya. Dan berharap. Berharap dia dapat melintasinya untuk bisa mencapai tempat impiannya.

Tempat impiannya karena disanalah, dia bisa melihat lagi wajah yang selalu dirindunya. Wajah yang selalu ingin dia sentuh dengan jemari lentiknya. Mendengar suara dari mulutnya. Melihat senyum indahnya. Juga tatapannya yang selalu mengeluarkan binar lembut penghangat hati.

Disaat seperti ini biasanya dia akan mengeluarkan buku juga alat tulis. Lalu dia akan menulis syair indah, menyusun hingga terciptanya sebuah puisi cantik dan indah. Tapi sebelum tangannya merefleks dengan apa yang dipikirkannya. Dia tersadar.

Jangan lakukan! Akan terpampang.

Hanya dua kalimat itu namun mampu menghentikan gerakan yang mampu mengubah emosi tiap orang di sekolah ini.

Hestlen membuang napas yang terasa sangat berat. Hidupnya seolah tak adil. Setelah kepergian orang-orang tercintanya: orangtuanya, saudari-saudaranya, teman-temannya, juga-Eragon. Kini, satu-satunya tempat curahan hati yang dimilikinya. Buku juga alat tulis kesayangannya harus dia relakan untuk tak disentuh. Untuk tidak membuat bait tiap puisi yang menyusun, menggambarkan kondisi kehidupan datarnya.

Andai saja, orang yang ditunggunya kini dapat dipastikan keberadaannya mungkin kondisi Hestlen lebih baik dari sekarang. Walaupun hanya itu tapi perubahan yang diterima sangatlah besar. Akan sangatlah besar.

Namun sekarang, ragu dan bimbang menggelayutinya. Antara yakin atau tidak dengan apa yang ditunggunya.

Tapi hingga kepastian datang, dia harus bertahan.

Dia akan selalu bertahan.

♥♥♥

Joseph mengelilingi kantin yang luas ini dengan pandangan matanya. Di tangan kanannya sebuah foto dipegangnya. Foto yang berhasil diambil oleh Erik setelah dia membobol masuk jaringan negara. Hanya dengan berbekal foto itu Joseph berusaha untuk menemukan seseorang.

Tidak ada.

Tidak ada orang yang ada di foto itu disini.

Joseph menghela pasrah. Sudah dua hari dia mencari orang itu. Walaupun dia sudah tahu wajahnya tapi tetap saja itu terasa sama sulitnya dengan melihat name tag tiap siswa-siswi disini.

Joseph menatap wajah gadis di foto itu lagi. Gadis berambut hitam legam, panjang dan diikat kuncir. Bola matanya yang biru tampak kontras dengan kulit putihnya.

Joseph menyerah untuk mencari sekarang. Dia lebih memilih untuk makan siang dan bersiap belajar di kelas selanjutnya.

"Josh?"

"Hallo Airin? Kau terlihat murung sekali, ada apa?" Tanya Joseph. Dilihatnya wajah sahabatnya itu yang terlihat sendu. Teriakan-teriakan cerianya juga tidak terdengar ke telinga.

"Airin hanya bingung. Sudah beberapa minggu ini Yuu tidak ada di mading lagi. Airin jadi kesepian." Joseph bisa merasakan kekosongan yang dirasakan Airin. Jika saja Joseph mau jujur, dalam hatinya dia juga merasa kosong. Biasanya setiap hari senin pagi di sekolah, dia akan disambut dengan untaian kata sederhana namun memiliki arti yang sangat dalam.

"Airin juga sedih. Airin sangat ingin berteman dengan Yuu dan menjadi pendengar yang baik untuknya. Yuu, seorang kesepian yang tegar dan sabar namun rendah hati dan misterius."

Joseph tersenyum menanggapi perkataan Airin. Yah, Yuu adalah seorang yang misterius. Mungkin saja dia juga pendiam dan penutup diri. Andai Joseph adalah Yuu, saat ini dia mungkin akan menyendiri di tempat yang tak seorangpun bisa tahu dimana dia.

"Josh, Airin harus segera pergi." Joseph dapat merasakan Airin memeluknya. Seperti biasa dia tidak membalasnya. Pikirannya sekarang sedang kalut. Otaknya tampak sedang mengurai tiap hal yang baru saja dipikirkannya.

Seorang yang misterius....

Joseph melangkahkan kakinya. Matanya memutari tiap ruangan yang dilewatinya. Kakinya bergerak sesuai dengan apa yang diinginkan nuraninya. Ada saatnya pikiran dan otak tidak menjadi pengendali tubuh. Saat itulah nurani yang akan mengendalikannya.

Seorang pendiam dan penutup diri....

Joseph menghentikan langkahnya. Dipandanginya foto seorang gadis di tangannya itu. Pikirannya memikirkan berbagai hal yang akan dilakukan oleh seorang yang bersifat pendiam dan penutup diri.

Menyendiri di tempat yang tak seorangpun bisa tahu dimana dia....

Seolah tersadar dengan kebodohannya Joseph langsung berlari. Tidak dipedulikannya hilir mudik siswa-siswi yang menghambat langkahnya.

Dia tahu.

Dia tahu dimana gadis dalam foto itu.

Joseph tahu dimana Hestlen berada sekarang.

♥♥♥

Hujan....

Titik-titik air yang turun dari langit itu.

Suara-suara jatuhnya benda kecil namun mampu membuat suara dengan volume terbesar sekalipun tak terdengar.

Suara-suara yang mempu memekakkan telinga.

Suara-suara yang mampu membuatmu kaget.

Suara-suara yang mengganggu aliran udara penghantar suara mulut.

Tapi tidak....

Hujan sekalipun tak mampu menghambat aliran suara ini.

Hujan tak mampu mematikan suara ini.

Hujan tak mampu mengalahkan suara ini.

Suara ini.... suara hati yang tak mampu dikalahkan apapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang