Chapter | IV

121 21 16
                                    

Hanindya Wiranata

Aku tak kuasa menahan senyum yang tersungging di bibirku. Agh, aku tidak tahu harus berkata apa. Jujur, jantungku berdebar kencang saat memberikan buku itu untuknya. Tinggal satu langkah lagi untuk menjadi kekasihnya.

"Kenapa kau terus tersenyum? Ada yang lucu?" Tanya Papah.

"Ayolah, pa. Dia sedang memikirkan pacarnya sekarang. Lihatlah, dia sedang kasmaran." Patrick menyahut.

Dasar sok tahu sekali dia.

"Jadi kau sudah punya kekasih?" Tanya papah padaku.

"Tidak. Tapi, kalau calon aku punya." Jawabku santai sembari memakan makan malamku.

"Wehey! Sudah dewasa ternyata adikku ini," kata Patrick sambil mengacak rambutku.

"Hentikan atau aku akan mengacak ususmu!" Ketusku. Dasar penggangu.

"Sudah-sudah. Kalian ini bersaudara tetapi seperti musuh. Jangan berkelahi terus atau papah akan mengirim kalian ke pesantren,"

Aku memutar bola mataku. Basi.

Persetan apa yang dikatakan papah. Aku tetap melanjutkan makanku sampai selesai.

"Aku selesai. Aku ke kamar dulu," ku cium kedua pipi papah dan pergi ke kamar.

Sesampainya di kamar aku melihat handphoneku bergetar. Tertera nama Brisia di Sana.

"Ada apa? Ada yang penting?"

"Ada. Dan sangat penting,"

"Apa? Aku tidak punya waktu lama. Karena aku harus memikirkan Hwang sebelum aku tidur,"

"Aha! Bravo! Itu masalahnya! Kau semakin menggila sekarang, terlebih saat aku melihatmu memberi sesuatu kepada Hwang. Aku ingin membahasnya tadi di sekolah, tapi tidak sempat."

"Sudah omong kosongnya? Silahkan tutup telponnya,"

"Apa aku tidak salah dengar? Kau marah padaku? Hanya karena Hwang?"

"Aku tidak marah. Yah, hanya kesal. Hanya karena dia bisu bukan berarti dia tidak pantas dicintai. Lagipula, aku yang akan berkencan dengannya. Bukan kau,"

"Oh,baiklah. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku akan menutup telponnya, tetapi kau jangan lupa untuk menyampaikan salamku untuk Sam,"

"Hmm. Tutup sekarang,"

Tuutt tuuut.

Aghhh. Aku menghempas tubuh di kasur. Heran sama manusia sejenis Brisia, terlalu berlebihan menanggapi sesuatu.

Sekarang, aku bingung. Apakah aku harus mengatakan perasaanku kepada Hwang? Tapi, bagaimana jika aku di tolak? Lagipula dari mana juga aku tahu kalau dia menolakku? Diakan bisu.

Seketika aku ingat bahwa aku memberikan buku kepada Hwang agar dia bisa menyampaikan apa yang ingin ia katakan.

Bagaimana jika besok? Aku rasa tidak ada hari yang lebih agung dari Hari esok.

_________________________________________

My Boyfriend is A Speech Impaired | feat . Hwang Hyunjin✔ [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang