1. Sebuah Penolakan

1.1K 74 3
                                    

Entah apa yang terlintas di benak seorang Park Jinyoung, ketika dia memilih untuk menolak orang yang tulus mencintainya. Hanya karena orang itu berjenis kelamin sama dengannya.

Memilih mengingkari perasaannya sendiri yang jelas-jelas juga mencintai pria itu sama seperti pria itu mencintainya. Lalu menjauhi pria itu seakan-akan pria itu adalah virus ataupun bakteri mematikan. Padahal pria itu sejatinya salah satu sahabatnya sendiri.

Im Jaebum, nama pria itu. Pria yang sudah ditolak lalu dijauhi oleh sahabatnya sendiri yang bernama Park Jinyoung. Padahal dia yakin kalau Jinyoung juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Karena itu, sejujurnya Jaebum terkejut ketika Jinyoung menolaknya.

Hatinya hancur dan sakit. Itu tidak bisa dipungkirinya. Hubungannya dengan Jinyoung juga berubah menjadi dingin dan berjarak. Segala sesuatunya berubah begitu saja setelah penolakan yang diterimanya.

Jaebum sedikit menyesal sebenarnya. Menyesali keputusannya untuk mengungkapkan perasaannya pada Jinyoung. Kalau saja dia tahu akan seperti ini kejadiannya maka dia akan memilih untuk tetap diam.

Tidak akan pernah mengatakan apa-apa tentang perasaannya pada Jinyoung. Dia akan lebih memilih untuk menyimpannya sendiri. Karena sungguh kehilangan sosok Jinyoung sebagai sahabat itu lebih menyakitkan daripada kehilangan sosoknya sebagai orang yang dicintainya.
🐥
🐥
🐥
Mark menepuk bahu Jaebum, ketika lagi-lagi dia mendapati sahabatnya itu melamun. Sejak kejadian itu, dia sering melihat Jaebum diam termenung. Seakan tengah menyesali sesuatu. Membuat Jaebum yang pada dasarnya pendiam menjadi semakin terlihat dingin dan pendiam.

Tepukan pelan dari Mark membuat Jaebum tersentak dan kembali ke alam sadarnya. Tentu saja sahabat sekaligus hyungnya ini yang datang. Siapa lagi memangnya orang yang masih berani mendekatinya sekarang selain Mark? Hanya Mark yang masih setia menemaninya meskipun lebih sering dia abaikan. Sementara sahabat-sahabatnya yang lain sedikit menjauh, karena takut dengan temperamennya yang memburuk.

Tapi Mark yang pada dasarnya memang sabar dan baik, tentu saja tidak akan tega meninggalkan Jaebum sendirian.

"Ah, kau hyung."

"Tentu saja ini aku, Jaebumie. Memangnya siapa lagi eoh?" Ucap Mark sambil duduk disamping Jaebum.

Mereka berdua tengah berada di taman kampusnya sekarang. Suasana taman itu lumayan sepi. Hari sudah mulai sore. Jam perkuliahan pun sudah banyak yang berakhir. Hanya beberapa kelas yang memang memiliki jam sore atau malam yang masih berlangsung dan jumlahnya pun tak sebanyak kelas pagi dan siang.

"Kukira kau sudah pulang, hyung."

"Kelasku baru saja berakhir lima menit yang lalu Jaebumie. Lalu aku melihatmu sendirian disini ketika akan pulang."

"Ah..." Jaebum hanya menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Mark.

"Ayo pulang, Mark hyung." Jaebum tiba-tiba saja bangkit dari duduknya, menyandang tas ransel dibahu kirinya. Sementara tangan kanannya menarik tangan kiri Mark.

Mark yang bingung hanya diam memandangi sahabatnya itu. Meskipun begitu, dia juga membiarkan Jaebum menarik tangan kirinya lalu menggandeng tangannya.

Memangnya Mark ini anak kecil yang akan hilang apa? Mark bahkan lebih tua dari Jaebum. Jadi, Mark rasa dia tidak akan hilang bahkan tanpa harus digandeng sekalipun.

Tapi lagi-lagi Mark hanya diam. Menyimpan segala pertanyaan sekaligus keheranannya akan tingkah laku Jaebum hanya untuk dirinya sendiri.

Setelah beberapa langkah, Mark menemukan jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaannya.

Tentu saja, karena Jaebum tiba-tiba saja melihat sosok Jinyoung yang berjalan ke arah keduanya. Entah memang benar atau hanya sebuah kebetulan saja.

Tapi yang pasti Mark dapat merasakan kalau tangan Jaebum semakin erat menggenggam tangannya. Mark dapat merasakan luka dan kehancuran hati seorang Jaebum hanya dari cara Jaebum menggenggam tangannya.

Mereka berdua sudah saling mengenal jauh sebelum Jaebum mengenal Jinyoung. Mereka berdua sudah bersahabat sejak keduanya masih duduk di sekolah dasar. Baru di sekolah menengah pertama keduanya bertemu dan berkenalan dengan Jinyoung.

Jadi, Mark sangat mengenal Jaebum melebihi sahabat mereka yang manapun. Bahkan tak perlu kata-kata untuk mengetahui segala isi hati seorang Im Jaebum bagi seorang Mark Tuan.
🐥
🐥
🐥
Jaebum hanya diam tanpa melepas tangan Mark bahkan setelah mereka sampai di area parkir.

Mereka berdua sedang berdiri di samping mobil Mark yang berwarna merah -warna kesukaan Mark-. Mark memandangi sahabatnya yang terlihat begitu menyedihkan ini.

"Jaebumie, tidak ada salahnya untuk melepaskan semua luka dan sakit hatimu. Jalanmu masih terlalu panjang untuk kau habiskan dengan meratapi semua lukamu, Jaebumie."

Jaebum yang sejak tadi hanya memandangi paving area parkir pun mengangkat wajahnya. Mark yang sedang tersenyum adalah pandangan yang pertama kali dilihatnya.

Senyuman yang seakan berusaha meyakinnya bahwa dia tidak sendiri. Dia masih memiliki Mark bersamanya, sebagai sahabatnya.

Senyuman yang entah mengapa membuatnya merasa ingin ikut tersenyum juga.
🐥
🐥
🐥
Jaebum POV

Melihat Jinyoung yang begitu tenang setelah menolakku lalu menjauhiku seakan tidak pernah terjadi apa-apa dalam hidupnya, harus bagaimana aku menggambarkan perasaanku huh?

Apa dia memang tidak memiliki perasaan apa-apa padaku atau dia sebenarnya seorang homophobic? Tapi memilih untuk bungkam, karena beberapa sahabatnya jelas-jelas adalah gay yang bahkan sedang terlibat dalam hubungan kencan.

Sungguh, aku dibuat sama sekali tidak mengerti dengan jalan berpikirnya. Lalu apa arti kata-kata suka yang pernah dia katakan beberapa waktu yang lalu? Aku yang salah mengartikan atau dia yang hanya bercanda tapi ku anggap serius? Entahlah, ku harap aku bisa segera menutup lembaran cerita ini. Tapi, bagaimana caranya?

Terus terang aku bingung dan merasa berada di jalan buntu sekarang ini.

Jaebum POV end

Mark yang mengerti permasalahan antara Jaebum dan Jinyoung bahkan tanpa kedua sahabatnya bercerita, hanya menggelengkan kepala. Sama sekali tidak bisa memahami jalan berpikir Jinyoung, sama seperti Jaebum.

Jangan bertanya Mark tahu darimana. Mark adalah analis handal yang sangat peka dengan kondisi para sahabatnya. Jadi, mengetahui permasalahan yang dihadapi para sahabatnya hanya dengan mengamati tentu saja itu perkara mudah untuk Mark.

Menurut pengamatan Mark, kedua sahabatnya a.k.a Jaebum dan Jinyoung sebenarnya memiliki perasaan yang sama. Lalu alasan apa sebenarnya yang mendasari penolakan oleh seorang Jinyoung? Itu menjadi hal yang masih ingin dia pahami.

Karena Mark berharap bahwa dia bisa membantu Jaebum melepaskan lukanya. Membuat sahabat sejak kecilnya itu bisa kembali tersenyum tulus seperti dulu. Bukan senyum pura-pura seperti yang sering dilihatnya sekarang. Senyum penuh luka yang entah kenapa membuatnya ikut merasa terluka ketika melihatnya.

Tbc...........

My True Happiness {MarkBum}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang