MERGE

5.6K 495 224
                                    

Jodoh memang pasti bertemu, tapi tak ada salahnya ada yang membantu untuk mempercepat pertemuan itu.

...

Tak ada yang berani memecah keheningan. Para pelayan berusaha sembunyi dan sebisa mungkin tak terlihat oleh majikan. Karena saat ini, ruangan tengah atau ruangan keluarga Akashi tengah dalam suasana suram.

"Apa?! Menikah? Apa kalian sudah gila?!" Suara menghentak tinggi, pertanda pemiliknya tengah kesal atau marah atas apa yang terjadi.

"Ini demi kebaikanmu." Suara satunya tetap datar seakan bergeming pada nada tinggi sang anak tunggal.

"Aku tidak mau."

"Kami tidak peduli."

Jeda sedikit lama, "Lakukan semau kalian aku juga tak peduli." Anak tunggal Akashi berdiri, hendak meninggalkan ruangan, sebelum sebuah suara menghentikan.

"Kau akan menikah minggu depan."

Sialan! Akashi benar-benar berang.

"Aku sudah punya pacar."

"Kalau yang kau sebut pacar adalah laki-laki dan perempuan yang gonta-ganti kau bawa kemari, aku sebut itu mainan."

"Itu karena mereka membosankan."

"Untuk itu kau harus segera dinikahkan."

Akashi berbalik menatap ayah dan ibunya yang juga saling mengintimidasi, "Aku tidak mau menikah."

"Dan kau pikir kami akan membiarkanmu seenaknya?" Kali ini Shiori, sang ibu ikut berbicara.

"Ibu,"

"Sei, ibu memanjakanmu tapi tidak dengan kau bermain seenakmu."

"Kalau begitu aku berhenti bermain."

"Kau memang harus berhenti bermain dan menikah." Ungkap ayahnya tenang.

"Aku tidak mau menikah!"

"Kau akan menikah, dan malam ini kau akan bertemu dengan calon istrimu."

"Tidak."

"Diskusi selesai. Sebaiknya kau bersiap-siap masih ada 6 jam persiapan untuk berangkat."

Setelahnya hening melanda ketika sang tuan dan nyonya besar meninggalkan ruangan. Tak ada teriakan, tak ada makian, namun para pelayan bisa mendengar patahnya sebuah perabotan.

...

Setelah selesai dengan diskusi yang pada akhirnya berakhir dengan sebuah paksaan, Akashi pergi meninggalkan rumah. Menemui salah satu kekasihnya untuk melampiaskan nafsu sekaligus rasa marah pada sang ayah.

"Kau terlihat lesu, apa aku kurang menggoda?" Tanya seorang yang kini bergelayut manja.

"Aku sedang muak, Kouki."

"Kenapa?"

"Aku akan menikah minggu depan."

"Apa?!" Pria bersurai cokelat itu

"Aku sudah menolaknya tapi orangtuaku memaksa."

"Tapi bukannya kau bisa dengan mudah menghancurkan rencana mereka?"

"Entahlah, tapi sepertinya aku tertarik untuk 'bermain' dengan calon istriku yang sudah berani mengusik kesenanganku." Ujar Akashi dengan seringaian kejam.

"Kau menyeramkan, Sei." Tangannya kembali mengalung pada leher jenjang, "Tapi aku suka."

"Kita lihat saja, sekuat apa dia bertahan dengan permainanku,"

MERGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang