Percayalah, jika sekali saja kau mengecap sebuah penyesalan, kau akan mati-matian mempertahankan dan memanfaatkan sebuah kesempatan.
...
Beberapa minggu telah berlalu setelah kata cerai keluar, suasana rumah tak juga membaik. Bahkan para pelayan tak berani mengusik. Tetsuya hanya tinggak di kamarnya, dan hanya keluar saat ada perlu saja, sedang Akashi juga hanya diruangan, dan pergi bekerja.
Memang, semenjak pasangan itu datang tak pernah ada suasana lovey-dovey tapi tak pernah separah ini. Tetsuya tak lagi berbaur dengan para pelayan untuk menghidangkan masakan, ataupun mengurus pekerjaan rumah tangga, juga tak lagi sekedar keluar menyapa tetangga.
Akashi apalagi.
Dia merasa tinggal sendiri.
"Tadai-"
Ah, dia lupa. Tak ada yang menyambut kepulangannya lagi. Padahal, biasanya dia selalu menghiraukan Tetsuya yang berdiri sambil tersenyum kepada Akashi.
Akashi tak mengerti, mengapa hidupnya jadi begini. Dia sudah diambang kebebasan yang dia ingin, tapi sampai sekarang tak minat untuk dia lakukan lagi. Dia malas menebar pesona, dia malas untuk pergi kemanapun dan hanya pulang, bahkan dia jarang meluangkan untuk kekasih-kekasihnya yang lain, termasuk Furihata.
Parahnya, hancurnya mood yang menyebabkan dia tidak bisa bersenggama akhirnya harus dia keluarkan dengan mimpi basah dengan istrinya!
Demi apapun, bahkan pelacur mau rela tak dibayar asal menampung benihnya, tapi 'adik'nya malah memilih mimpi basah untuk melampiaskan.
Untuk itulah, supaya dia tetap waras, hal yang dia lakukan hanya kerja, kerja dan bekerja untuk menghilangkan penat dalam kepalanya akibat –ini yang dia perkirakan- ungkapan perceraiannya dengan Tetsuya.
Sungguh, apa yang sebenarnya dia takutkan?
Toh, meski cerai, hak pewaris perusahaan sudah jelas jatuh ditangan.
Lalu apa? Ketakutan apa yang meraung dalam dada?
Dirinya hampir saja membanting diri pada ranjang, kalau tak mendengar ketukan dari luar. Dengan tampang yang luar biasa bad mood, Akashi ingin menyembur siapapun yang sudah berani melakukan gangguan.
"Ada apa- Tetsuya?"
Kalau saja dirinya bukan Akashi yang pandai menstabilkan emosi, Akashi pasti berteriak begitu mendapati 'istri'nya diluar. Jantungnya berdetak keras, adrenalinnya kembali, dan yang paling mengagetkan Akashi adalah hatinya yang begitu luar biasa lega.
"Aku mengganggu?"
"Tidak." Akashi menjawab datar, berbanding terbalik dengan hatinya yang melayang tanpa dia tahu alasannya.
"Ini." Tetsuya menyerahkan sebuah amplop pada Akashi.
"Apa ini?"
"Keinginanmu yang aku kabulkan."
Akashi menyobek amplopnya dan sebuah surat bertulis 'Divorce form' disana.
"Kau tinggal tanda tangan, dan pengacaraku sudah mengurus semuanya."
Kepala Akashi berdenyut pusing. Seakan rasa sakitnya dari kemarin-kemarin, menemui puncaknya hari ini.
"Kau yakin?"
"Aku sudah lebih dari yakin."
"Kau- kau tak memikirkan perasaan orangtua kita?"
"Kau bilang aku terlalu naïf, jadi aku memikirkan perasaanku dengan benar-benar. Seperti yang kau bilang juga, mereka akan mengerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
MERGE
RomanceBerawal dari Akashi agar jadi pewaris keluarga serta rasa bakti Tetsuya untuk orangtua, membuat keduanya terjebak pada situasi yang membingungkan. Mampukah mereka berhenti saling menyakiti dan berdamai pada kenyataan?