Selamat Ulang Tahun ya, Rinai||1

54 6 4
                                    

Menyebalkan.

Ini adalah kesialan ke-3 yang Rinai dapat pagi ini. Setelah tadi dia bangun terlambat, jatuh di depan teras karena berlari mengejar sang kakek dan membuatnya harus mengganti seragam, sekarang ia mendapati pagar sekolah yang sudah di tutup.

Meskipun bukan pertama kalinya terlambat, namun menunggu pagar sekolah kembali di buka akan menghabiskan waktu yang cukup lama.

"Woi, ngapain di situ?"tanya Pak Dadang, satpam sekolah yang selalu tidak mau di sogok untuk membukakan pagar.

"Nunggu pangeran."jawab Rinai asal. Pak Dadang melototkan matanya dan mendorong sedikit pagar sekolah. "Mau masuk gak? Mumpung baru gajian nih, dan uangnya masih banyak, jadi gak perlu di sogok gorengan deh." Tumben.

Biasanya Pak Dadang tidak pernah mau membukakan pagar sesentipun untuknya, meskipun selalu disogok gorengan, ia tetap tidak mau. Eh maksudnya, gorengan diterima, pagar tidak dibuka.

Rinai menyipitkan mata dan terus menatap Pak Dadang sambil berjalan mendekati pagar. Setelah ia masuk ke lingkungan sekolah, Pak Dadang buru-buru menutup pagar dan kembali ke pos.

Rinai melanjutkan langkahnya menuju kelas. Beruntung tak ada guru piket yang berkeliaran, jadi ia tidak perlu repot-repot mendapat hukuman karena terlambat.

//

Sampai di depan kelas, Rinai langsung membuka pintu kelas tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Karena bagian bawah pintu kelas yang didorong Rinai menimbulkan suara berdecit, teman-teman sekelasnya langsung melihat kearah pintu dengan perasaan was-was.

"Woi Rinai! Kaget nih. Ah! Kirain guru yang datang!"

"Rinaiii!! Ya ampun! Bikin kaget aja ! Aku lagi ngerjain pr nih wooi!

"Rinai, besok-besok kalau telat lagi, dan mau masuk ketuk pintu dulu, baca salam, baca doa. Mau jadi titisan setan, ya?"

Rinai hanya terkekeh dan mengangguk-anggukkan kepala. Ia menutup pintu kelas dan melangkah menuju tempat duduknya, barisan paling depan, pojok kanan, di samping jendela dan di depan meja guru persis. Namun, meskipun Rinai sudah duduk di barisan paling depan, di hadapan guru pula, ia tetap saja tidak bisa memahami materi pelajaran yang disampaikan.

Untuk mengerti semua materi yang diberikan guru, ia harus mengulang-ulang pembicaraan gurunya agar selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Jika bersangkutan dengan pelajaran, semua yang keluar dari mulut gurunya akan ditulisnya di binder.

Mungkin suatu kelebihan bagi Rinai, karena ia bisa menuliskan semua yang diucapkan gurunya dengan tulisan rapi.

"Kenapa telat?" Rinai menyipitkan matanya pada seseorang yang baru saja menanyainya. Tumben.

"Kenapa kepo?" Rinai menyengir lebar saat melihat Rafi mendengus mendengar jawabannya.

Walaupun ia dan Rafi duduk sebelahan mereka jarang sekali berkomunikasi. Rafi merukapan anak yang cerdas, tapi dia tidak pernah sekalipun menjadi juara kelas. Ia selalu konsisten berada di peringkat ke-4. Bahkan Rinai beberapa kali sempat berada di peringkat ke-3, namun Rafi tetap saja pada posisi 4. Aneh memang, mungkin Rafi menyukai nomor 4, jadi dia selalu berada di ranking 4. Ah, atau alasan lainnya karena dia adalah anak ke-4? Yah, meskipun gak ada hubungannya sih, tapi alasan itu lebih logis dari pada- ah sudahlah.

Melihat Rafi kembali membaca buku, Rinai hanya bisa menghela nafas kasar. Tidak seru sekali punya teman sebangku yang ambis. Ia melihat ke bangku belakang, semua teman-temannya juga pada sibuk sendiri. Dan, pemandangan yang paling tidak bisa dilihat Rinai di pagi ini adalah, kegiatan menyalin tugas sekolah milik orang lain ke bukunya sendiri. Alias, mencontek.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JelitaWhere stories live. Discover now