Rutinitas hari Senin pagi, yang kadang dikategorikan sebagai kegiatan-berjemur-masal-layaknya-ikan-asin bagi sebagian pelajar dari tingkat dasar hingga atas yang bertujuan untuk memaknai perjuangan pahlawan bangsa dalam penegakan kemerdekaan. Dimulai dengan berdiri selama ±45 menit dibawah terik matahari dengan mendengarkan sedikit wejangan dari pembina upacara. Yang kemudian berakhir dengan bubarnya para pemimpin barisan disusul dengan bubarnya barisan.
Di kelas, mereka langsung menempati tempat duduk masing-masing. Mengistirahatkan tubuh setelah lebih dari 45 menit berdiri dibawah terik matahari. Namun bagi sebagian siswa–ralat, semua siswa kelas VIII-2– ini adalah saat saat yang menyebalkan.
"GUYS PERHATIAN"
Duh..
Yah..
Ahelah..
Kampret, dia mulai deh...
Duh lupa bawa lagi, pinjem punya lu deh
Hari yang dimana memiliki tersendiri kepada beberapa orang-orang–termasuk beberapa murid kelas VIII-2–karena merupakan hari dimana masyarakat yang memiliki pekerjaan akan berangkat sepagi mungkin guna menghindari kemacetan.
Bukan tentang penamaan harinya yang menjadi masalah, bukan tentang itu. Tetapi perihal rutinitas yang terjadi selepas upacara bendera merah putih itu lah yang menjadi titik awal kekesalan murid di dalam kelas itu.
"UANG KAS UANG KAS UANG KAS!"
Nah, kan...
"Yonathan, uang kas!"
"Heru, uang kas!"
"Mala, Tari, jangan coba coba kabur! Bayar dulu baru ke toilet."
"Kurnia, uang kas."
"Nanti dulu kek, Shin. Masih gerah ini gue."
"Gak ada nanti nanti, sekarang atau gue bilang ke Dewi kal–"
"EH JANGAN SHIN. Okee gue bayar sekarang."
"Kris, uang kas."
Salah pilih bendahara kayaknya dulu gua–Yonathan.
Sebagian anak-anak ada yang bersyukur, Shinta menjadi bendahara kelas. Kelas mereka menjadi kaya–secara harfiah, kaya dengan harta– karena pengaturan uang yang diterapkan oleh Shinta sangatlah efektif.
Hal itu juga dibuktikan dengan track record kelas sebelumnya–VII-6–yang dapat dipastikan Shinta yang menjadi bendaharanya–yang berhasil menjuarai lomba kelas terbersih satu tahun yang lalu. Karena lengkapnya alat alat kebersihan disana. Oh, jangan lupakan juga Kevin, si ketua kelas VII-6 yang terlampau perhatian kepada semua guru sampai-sampai dia harus berkoordinasi dengan Shinta untuk membuat anggaran konsumsi untuk guru di setiap mata pelajaran mereka.
Uhuk... Ternyata...
Oke, kembali ke masa sekarang.
"Surya, uang kas!"
"…"
"Surya, uang kas!"
"…"
Pluk...
Haaaaaaa....
"SURYA UANG KAS!"
"Shinta, kuping gue belum ada jaminan asuransinya. Tolong jangan rusak kuping gue!" Pekik Surya seraya menutup kuping, khawatir akan terjadi malfungsi di bagian telinga nya.
"MAKANYA BAYAR UANG KAS. UDAH DIPANGGILIN GAK NENGOK-NENGOK DARI TADI."
"Lagian kan gue juga ga pernah ngutang uang kas, Shin. Gak perlu lah sampe teriak kaya gitu."
"Yaudah sekarang bayar uang kas nya."
"…"
"Bayar sekarang."
"Nanti ya... Hehehe."
"Bayar sekarang atau gue umumin ke anak anak kalo Lo takut sama–MMMMMPPHHH!!"
"Shin jangan gitu lah, lu kan baik, cantik, pemaaf, penya–SHINTA JANGAN GIGIT. SHINTA NAKAL SHINTA JAHAT."
"YAUDAH MANA DUITNYA."
"NIH. SEKALIAN SAMA BUAT MINGGU BESOK."
Setelah seluruh anak kelas ditagih perihal uang kas, mereka melanjutkan aktifitas yang sempat tertunda. Tak lama kemudian, terdengar suara bel masuk, tanda bahwa mata pelajaran akan dimulai. Surya pun hanya duduk di kursinya, mengeluarkan buku dan kemudian kembali menidurkan kepalanya diatas meja dengan menghadap kearah jendela.
Hingga arah pandangnya terpaku kepada dua pemuda yang tengah berjalan bersisian, sambil menebarkan senyum.Dia, siapa?
*
Udah lama update, sekalinya update dikit. Dasar aku
![](https://img.wattpad.com/cover/185285768-288-k841449.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Quo Vadis. (On Hold)
Teen FictionMereka awalnya tidak saling mengenal, meski sudah berada ±1 tahun menempuh pendidikan di tempat yang sama. Cuek, acuh, kadang riang, humoris, mereka sama sama memiliki sifat itu. Dimulai dari insiden kecil di pagi hari itu, yang kemudian membawa me...