1. Saat Dia Datang

50 22 19
                                    

Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika aku jatuh cinta.

***

Matahari hampir diatas kepala saat aku berlari ringan menuju perpustakaan. Menjinjing buku tebal yang kemarin lusa ku pimjam. Kaki ku terus melangkah sembari tersenyum kepada semua orang.

Setelah mengembalikan buku, seperti biasanya aku akan menghabiskan waktu di depan perpus. Mengamati anak laki-laki yang tengah bermaij basket. Seorang laki-laki ceking dengan kacamata bulat beberapa kali sukses membuatku tersenyum sendiri.

"Hai!" Tiba-tiba aktivitasku terganggu oleh kedatangan orang yang tidak begitu asing, namun tak ku ketahui namanya.

Aku menatapnya dengan pandangan bingung namun tetap tersenyum. Tapi ia malah mengerutkan dahi lalu dengan cepat menutup matanya.

"Apa ada yang salah?" tanyaku dengan gelisah. Ada apa? Mengapa dia menutup matanya? Apa senyum ku terlalu buruk?

Ia membuka sebelah matanya sedikit lalu menutupnya lagi sembari mendengus.

"Tidak ada yang salah dengan dirimu. Satu-satu nya yang salah adalah kau tersenyum terlalu indah. Sehingga membuatku takut tidak bisa berhenti memikirkanmu."

Tunggu. Apa aku salah dengar? Bahkan aku tidak tahu namanya. Tapi ia malah menggodaku dengan gombalan murahan.

"Haha kakak," kekeh ku ringan. Kemudian kembali kuarahkan pandanganku kepada cowok ceking di lapangan.

"Agatha," bisiknya.

Merasa dipanggil aku pun menoleh. Betapa terkejutnya aku saat wajah kami begitu dekat dan dia tengah mengamati wajahku.

"Ehem," aku berdehem dan menggaruk tengkuk yang tidak gatal dengan canggung.

"Kau tau kenapa aku lebih suka mengagumi seseorang dalam diam?"

"Ke- kenapa?"

"Karena mengagumi dalam diam bukan berarti tak berani mengungkapkan. Namun supaya orang yang dikagumi tidak menghindar jika ia tahu bahwa aku mengaguminya."

Mengapa dia mengatakanya padaku? Apa dia tahu aku menyukai Reno- cowok yang sedang bermain bola basket. Tapi mana mungkin! Aku tak pernah menceritakanya pada siapapum. Sumpah. Menurutku dia adalah salah satu dari spesies cowok gak jelas. Mungkin dialah manusia yang dimaksud oleh Darwin di teori evolusi nya.

"Eh hoodie mu bagus," kata ku mengalihkan pembicaraan.

Ia tersenyum.

"Seperti milik Bieber?"

"Eh? Apa kau seorang belieber?" tanyaku antusias.

"Bukan."

"Lalu?"

"Tapi aku tahu kau seorang Belieber. Dan aku tahu bahwa kau juga seorang Potterhead serta penggemar spongebob. Namun hal yang paling penting adalah, ku tahu bahwa di kemudian hari kau akan mencintaiku."

Ia menatapku dalam setelah mengucapkan kalimat terakhir. Aku terkejut bukan main. Ini orang apa kodok sih? Rasanya saat ini juga aku pengen sekali menampar wajahnya gemas dengan semua perkataan gombal receh sok PD itu.

Belum juga sempat mewujudkan apa yang kubayangkan, cowok itu berdiri lalu pergi meninggalkanku. Hidung diatas mulut playboy itu sudah tidak terlihat dan tergantikan dengan rambut hitam lebat. Sementara Hoodie orange yang ia pakai perlahan tampak mengecil seiring dengan semakin jauh kakinya melangkah.

"Hufh dasar."

Sekarang lapangan basket mulai tampak sepi setelah terdengar bunyi bel masuk. Istirahat ke-2 telah usai. Saatnya untuk memulai pembelajaran selanjutnya. Tapi sebelum masuk kedalam kelas, aku berjalan menuju Kak Reno di pinggir lapangan.

"Kak Ren!" teriaku pelan.

Kak Reno menoleh dan melambaikan tangan. Senyumnya mengembang. Dengan wajah rupawan, tubuh ceking dan kacamata bulat membuatnya nampak seperti Harry Potter. Sebaiknya ia segera berganti nama menjadi Reno Potter.

Aku tertawa kecil membayangkan Kak Reno memakai seragam Hogwarts seperti Harry.

"Apa yang kau tertawakan?"

Aku menggeleng cepat.

"Tidak ada. Hanya saja Kak Reno terlihat seperti Harry Potter."

"Iya? Reno Potter, eh?" Ia tertawa singkat. Mengelap keringatnya, kemudian meneguk minum dari botol air mineral.

"Apa ada yang bisa ku bantu?"

Kegiatan ku dalam mengagumi indahnya ciptaan Tuhan di depan mata terganggu sebentar. Kurogoh saku baju dan mengeluarkan benda kecil yang biasa disebut Flashdisk.

"Laporan kegiatan kemarin sudah saya buat di file 'OSIS'. Mohon berkenan Kak Reno menelitinya siapa tahu ada yang kurang."

Ia mengangguk singkat. Kemudian kami berdua kembali ke kelas masing-masing.

***

Pelajaran Sejarah kali ini begitu membosankan. Hal itu dibuktikan dengan beberapa kali aku menguap. Dengan mata hampir tertutup ku buka lembar kertas untuk menjaga agar tidak terlelap. Ku buka lembar paling belakanh dan mulai menggoreskan tinta diatasnya.

Cinta tak terbalas, juga Rindu tak tersampaikan biarkanlah menjadi nikmat tersendiri yang bercampur dengan aroma kopi.
~Agatha

Entah kepada siapa kalimat itu ditujukan. Namun aku hanya ingin menulis dan terus menulis. Bahkan hingga tinta dalam bolpoint habis pun tidak menjafi halangan untuku. Asalkan satu hal, aku tetap terjaga dan tidak terlelap saat prosesi belajar mengajar.

Saat sedang asyik menggores diatas kertas putih, bersama dengan imajinasi liar yang terus saja bergerilya, tanpa kusadari perpasang mata menatapku. Bak menatap seorang terpidana hukuman mati saat sedang mengajukan permintaan terakhir. Segala tatapan tanpa kuketahui maknanya tersebut membuatku jengah. Kulirik teman sebangku yang tertidur pulas tanpa sepengetahuan guru. Lalu kedepan tempat seorang yang paling tua diantara kami berdiri dengan tegak. Menatapku dengan pandangan 'Apa yang kau lakukan?'

Ku gigit bibir bawah gelisah saat menyadari bahwa disamping sang pengajar berdiri seorang laki-laki yang familiar. Laki-laki dengan segala gombalanya. Menatapku dengan seringai misterius. Ada apa ini?

***

Jangan lupa kritik nya ya guys💞

Sedikit Lebih Keras (Little Louder)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang