Ini adalah cerita singkat yang lahir saat hujan turun menyelimuti bumi yang sunyi.
Namaku Andre, seorang mahasiswa yang menunggu waktu untuk menjadi sarjana. Wisuda menjadi salah satu dari pintu yang sedang terbuka di depan sana.
Aku mengenal dia dari masa pendidikan dikampus ku, yang kumaksud dia adalah Dewi. Mutiara indah yang terdampar ditempat kelam ini, dan ketika pertama melihatnya aku merasa sesuatu yang aneh pada diriku.
Rasa aneh yang tidak bisa diuraikan, mungkin rasa sayang tapi aku tidak memiliki landasan untuk menyayanginya.
Dan mungkin saja rindu, entah dia adalah keindahan yang dulu sempat kutemui atau seperti apa aku kurang yakin, yang pasti ketika melihat dia hati berbunga.Tak ada maksud untuk memiliki, karena berdampingan saja sudah cukup memenuhi kebutuhan rasa.
Rasa takut menerkam jiwa ketika tau bahwa dia tau apa yang sedang aku bawa (rasa), tak apalah tidak memiliki namun bisa dinikmati. Dinikmati sebagai fiksi.
Saat malam sepi, aku mencoba berpuisi dan beginilah puisi dari hati yang mencinta dengan sendiri:
Memantulkan cahaya indah layaknya bulan,
Berdesir merdu layaknya pasir putih pantai,
Menghujam kejam layaknya jangkar,
Entah kau bisa ku sebut apa.Didekat mu aku mengerti perbedaan warna,
Didekat mu aku mengerti persamaan rasa,
Didekat mu aku mengerti perselisihan cita,
Entah, jarakpun dapat kau pengaruhi.Dari semua itu,
Kamu tetaplah kamu,
Berpijak pada pijakan mu,
Dan aku,
Berpijak namun ragu,
Karena,
Pijakan ini menunggu kamu,
Untuk berada Disamping ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
untaian puisi ku
Poetrykesucian, kehangatan, kegundahan, kesedihan semua diabadikan pada tulisan.