VIVAZ #2 | Perasaan

202 73 22
                                    

Vazo duduk di kelas dengan frustasi. Tak lama, kedua temannya datang. Vegro duduk disamping Vazo, sedangkan Iqbal duduk dibelakangnya. Beberapa kali Vazo menghela nafas gusar. Mengingat kejadian tadi, membuatnya tak nyaman. Perasaannya sedikit berbeda.

Kenapa gue malah kepikiran cewek itu sih. Vazo mengacak-acak rambutnya kesal, Vivi berhasil membuatnya tidak tenang. Sebelumnya, tidak ada satupun perempuan yang berhasil menarik perhatian Vazo. Hatinya terlalu beku untuk di cairkan. Tapi cewek cantik yang memakai jepit eskrim itu berhasil membuat pertahanannya goyah.

Vegro yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Vazo, menyikut lengan temannya itu. "Zo, aman?"

Iqbal yang duduk dibelakang mereka ikut menyimak.

Vazo hanya menoleh lalu tersenyum tipis tanpa menjawab.

Vegro mengerti apa yang Vazo rasakan. Ia merangkul bahu Vazo dari samping, lalu berkata, "Lakuin apa yang hati lo bilang. Nggak selamanya hati itu beku. Ada saatnya juga, akhirnya lo nemuin seseorang yang bisa bikin hati lo cair, Zo. Kayak seseorang yang ada dipikiran lo sekarang. Perjuangin, sob!" ucap Vegro menepuk-nepuk punggung Vazo.

Ucapan Vegro barusan membuat dirinya tertampar. Vegro selalu mengetahui apa yang ada dipikirannya. Vazo menatap Vegro yang menatapnya yakin. Hati kecilnya membenarkan ucapan Vegro, namun egonya masih ragu tak menentu.
Kejadian tadi pagi udah bikin gue tertarik sama lo. Lo udah bikin gue harus tanggung jawab sama perasaan gue sendiri. Gue mau lo jangan jauh-jauh dari gue, 'Cewek es krim'.

🍦

Tepat di barisan paling belakang, tiga siswi cantik duduk di tiga kursi dan meja yang di satukan. Karna jumlah siswa yang ganjil, membuat ketiganya bisa duduk bersama.

"Gue sedih banget lo jadi bahan gosip anak sekolah, Vi" Ucap cewek berambut pirang.

Vivi menoleh ke samping kiri, "Bahan gosip?" tanyanya kepada Resa.

"Iya, tentang lo yang dideketin sama cogan-cogan di sini, apalagi lo gebetannya kak Devaz," sela Febby disamping kanannya yang sedang mengemut permen.

"Yap! Tadi pagi aja gue abis omelin tuh anak-anak yang nyinyirin lo!" sambung Resa sebal. "Kenapa sih mereka selalu aja, urusin hidup orang!"

Cewek ice cream addict sahabat Febby dan Resa itu, memang super cantik.

Vivi menghela nafas. "Biarin ajalah,

"Hmm, tapi kalo di itung-itung nih, emang gak ke itung sih, senior yang deketin lo, Vi! Tapi coba gue itung ya," ujar Resa mengangkat jari tangannya.

"Kak Maul, Kak Ibnu, Kak Faisal, Kak Virza, Kak--"

"Tapi kalo di liat dari kacamata gue nih Vi, yang--" sambar Febby memotong ucapan Resa.

"Gue nggak liat lo pake kacamata!" ujar Resa memotong balik perkataan Febby.

"Rajungan! Minta gue tampol otak lo biar nggak bego-bego amat hah?!" sembur Febby pada akhirnya, memulai perdebatan.

Resa memajukan wajahnya ke arah Febby yang ada di samping kanan Vivi. "Gue lupa kalo sotong doyan sama Kobe! Jadi omongannya pedes!"

"Elo, doyan micin! Makanya tu otak bego." sahut Febby tak mau kalah.

Resa mendelik tajam. "Febby! Sini mulut lo gue bakar!" jeritnya sambil meraih mulut Febby. Tangannya terulur tepat didepan wajah Vivi yang nampak kesal.

"Ya sotong, ya rajungan. Besok-besok gue buang kalian ke laut!" ucap Vivi kesal.

Febby terkekeh, melihat Vivi yang kesal seperti itu. Temannya yang ekstra sabar itu kelihatan gemas jika sudah mengomel.

Bruak!

"KALIAN SEMUA BISA DIEM GAK SIH?!" suara bak halilintar dan gebrakan meja mengejutkan semua penghuni kelas.

"DIEM KENAPA SIH JANGAN RIBUT! KALIAN TUH YA! BERISIK TAU!" Teriak Resa menatap kesemua teman dikelasnya yang juga menatapnya.

"KONTROL VOLUME LO SEMUA! AWAS LO PADA RIBUT LAGI, AUTO GUE CATET NAMA LO SEMUA, TERUS GUE ADUIN KE GURU!" Ancaman terakhir Resa, sukses membuat semua siswa dikelas bungkam.

Resa menahan tawa melihat ekspresi absurd teman-teman kelasnya. Haha rasain! emang enak! batinnya, seraya duduk kembali. Ternyata, ada enaknya juga jadi sekertaris kelas!

Febby memejamkan matanya sejenak, berusaha untuk lebih sabar menghadapi temannya yang hobi bikin orang jantungan itu. Sedangkan Vivi hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh, Resa memang tiada dua.

"Tunggu apalagi? Kok diem? yuk di lanjut!" ucap Resa memandangi temannya bergantian.

Febby menghela nafas sabar. Memposisikan duduknya agar lebih nyaman. "Gue rasanya agak gimana gitu sama kak Dharma, Vi." ujar Febby menatap Vivi, "Lo, pacaran gak sih sama dia?"

"Hah? astaga Febby.." Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, "Lo udah tahu semuanya kan Feb, tapi kenapa lo bisa berfikir kayak gitu?"

"Ya abis, dia care banget sih sama lo, Vi. Lebih kayak senior ke juniornyaa. Kalo kak Devaz si wajar ya menurut gue, karna dia gebetan lo," sahut Febby bernada serius.

Vivi membenarkan itu. "Iya si, tapi kan lo udah tau 'kondisi' dia. Menurut gue, hal yang wajar kalo kita saling peduli. Gue juga lebih dulu deket sama kak Dharma dibanding kak Devaz. Sikap peduli dia nggak selalu diartikan 'berharap lebih' kan?" alibi Vivi rasional.

Febby manggut-manggut pelan. Tapi setelahnya, dahi Febby mengerut.

"Tapi kan Vi, namanya perasaan itu misterius. Nah, apalagi Kak Dharma lebih dulu deket sama lo kan ketimbang kak Devaz? Mungkin aja, lo gak peka, kalo kak Dharma suka sama lo lebih dulu daripada kak Devaz!" ucap Febby mantap membuat Vivi merasa tertampar.

Vivi tertegun, ucapan Febby ada benarnya. Tapi ia tidak mau menelan bulat-bulat. "Emm, gue gak yakin kalo kak Dharma suka sama gue, gue juga nggak berfikir jauh kesitu."

"Mending lo pikir-pikir lagi deh, Vi. Kalo omongan gue bener gimana? kalo kak Dharma beneran sayang dan berharap lebih sama lo, gimana? Lo pilih kak Dharma apa kak Devaz?"

Hujaman pertanyaan Febby membuat Vivi mematung seketika, sorot matanya kosong cukup lama. Vivi belum tahu jawaban untuk hal itu. Apa mungkin Dharma menaruh hati padanya? Jika benar, hari demi hari pasti begitu menyakitkan untuk Dharma karna harus memendam rasa padanya. Namun tiba-tiba ia juga memikirkan Devaz. Cowok yang selalu membuat hatinya hangat dengan segala kenyamanannya. Ia tidak mau jika berada di posisi memilih seperti ini. Rasanya begitu sulit. Vivi menggeleng kuat, jangan sampai ini terjadi. Jangan sampai fikirannya mengacaukan segalanya.

Vivi tidak suka menerka-nerka sesuatu yang belum pasti terjadi, karna akan memunculkan persepsi-persepsi belum pasti lainnya. Jadi biarkan saja bagaimana alurnya. Jalani apa yang terjadi sekarang.

"Vi?" panggil Febby menepuk bahunya.

Vivi terkesiap. "Hah?!!"

"Gimana?" tanya Febby menagih jawaban.

"Gue, Gue gak tahu Feb," sahut Vivi cepat.

•••

Voment sebagai bentuk apresiasi❤

VIVAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang