VIVAZ #3 | Gue gak suka

188 61 29
                                    

Febby menyibakkan rambut lurusnya ke belakang. "Emm, kayaknya lo harus siapin hati lo buat memilih deh, Vi. Calon gebetan baru bakal muncul di hidup lo," ujar Febby bernada yakin.

Dahi Vivi mengernyit. calon gebetan baru?, "Siapa?"

"Vazo."

"HAH?!"

Vivi terkejut. Ia tak habis pikir dengan cara fikir Febby yang tidak terduga. Sahabatnya itu memang hobi menebak. Entah tebakan beruntung atau apa, tapi selalu jadi kenyataan. Sekarang tebakannya berkaitan dengan Vazo, membuat Vivi ingat kejadian memalukan itu di toilet. Vivi menggeleng kuat-kuat berharap tebakan Febby kali ini meleset.

Tapi tunggu sebentar, nama Vazo kayak gak asing deh di telinga gue. Batin Vivi.

Vivi menatap Febby lekat-lekat. "Feb, nama lengkapnya siapa?" tanyanya.

"Vazo Zavran."

"HAH?!" pekik Vivi lebih keras. Ia menggeleng tak percaya.

"Astaga Vivi! Udah cukup telinga gue kesiksa sama salep kurap disamping kiri lo itu! Lo gak usah ikutan!" Febby mengusap telinganya yang terasa pengang.

"Yang lo sebut salep kurap siapa, hah?!" protes Resa tak terima, karna yang berada disamping kiri Vivi adalah dirinya.

Febby menjulurkan lidahnya yang berwarna putih susu karna permen. Mengejek Resa yang menatapnya gemas siap menerkam mulut Febby lalu membuangnya ke jurang. Sedangkan Vivi yang berada ditengah mereka tidak bergeming.

"Vi?" Panggil Febby menepuk bahu Vivi.

Vivi terkesiap, "ah, iya?"

Febby menaikkan alisnya, "Kok lo ngelamun sih?"

Vivi tercenung beberapa detik. Menyadari ada satu hal lagi yang harus ia pastikan. "Dia alumni SMP Jaya Bangsa?" tanyannya.

Febby mengangguk mantap. "Yap!"

Vivi tertegun. Sekarang ia tahu, yang bernama Vazo Zavran itu tampangnya seperti apa. Ternyata, cowok itu juga senior SMP-nya. Vazo memang sudah terkenal sejak SMP, banyak rumor yang sudah Vivi dengar.

"Gue gak suka sama dia!" ucap Vivi dengan bahu bergidik.

Ucapan Vivi berhasil membuat kedua temannya mengerutkan dahi. Terutama Febby.

"Hal apa yang bikin lo gak suka sama dia? Bukannya lo baru tahu dia tadi pagi?" tanya Febby merasa janggal.

Dahi Resa mengernyit bingung. Vivi baru tahu kak Vazo tadi pagi? Bukannya tadi pagi cuma ketemu kak Dharma? Resa yakin ada sesuatu yang belum ia ketahui. Ia akan menanyakannya nanti.

Vivi menghela nafas pelan. "Dia kakak kelas gue waktu SMP. Satu hal yang bikin gue gak suka," Vivi mengingat kembali apa saja yang sudah ia dengar. Satu hal yang paling dia ingat. "Dia itu jahat."

Tentu saja, hal itu membuat Febby dan Resa terkejut, mencoba memahami maksud arti dari kata 'jahat' yang Vivi katakan. Ketiganya diam untuk beberapa saat.

"Jahat maksud lo?" Tanya Febby mulai menggali keterangan.

"Iya, jahat. Dia cowok kejam. Gak berperasaan!" ujar Vivi dengan tangan yang menyilang di dada. Ia mulai kesal mengingat hal tentang Vazo. Kepalanya menggeleng-geleng. Cowok itu keterlaluan!

Vivi menoleh kanan dan kiri melihat kedua temannya yang kebingungan. "Jadi gini, temen sekelas gue dulu, ada yang tergila-gila sama kak Vazo. Sampai rela lakuin apapun untuk dapetin hati kak Vazo. Tapi hasilnya? nihil. Sampai banyak siswi yang nekat nembak kak Vazo di depan umum, malah di tolak habis-habisan sama dia. Jahat banget kan?" Vivi diam sejenak, "gue gak pernah nyaksiin cewek-cewek yang nembak kak Vazo. Hal tentang dia selalu kesebar luas sampai telinga gue, mau gak mau jadi tahu. Gue gak mau berurusan langsung sama cowok kayak gitu. Makanya gue gak mau tahu tampangnya sama sekali."

Febby dan Resa mengangguk paham. "Valid sih, kak Vazo emang terkenal dinginnya, Vi. Tapi yang gue lihat, dia sebenernya baik banget," Sahut Febby menatap Vivi. "Mungkin dia bersikap kayak gitu karna gak suka cewek frontal, atau ada hal yang bikin hati dia beku atau mungkin sejatinya emang dia kayak gitu."

Vivi diam. Sementara Resa ikut menyahut, "Gue setuju apa yang diomongin Febby. Biasanya Hati yang beku dan susah di tembus, dalemnya lembut banget. Kayak kak Vazo."

Febby mengangguk membenarkan. " Walaupun gue males ngakuin, tapi omongan Resa ada benernya juga Vi. Cewek yang bisa luluhin hati kak Vazo menurut gue luar biasa dan beruntung banget."

Vivi tidak bergeming. Tidak membenarkan, tidak juga menyalahkan ungkapan dari kedua sahabatnya itu. Menurutnya, Vazo tega sekali menolak hati hati yang jatuh cinta padanya. Ya walaupun memang cinta tak bisa dipaksakan, tapi setidaknya bisa bersikap empati pada seseorang yang sudah dipatahkan hatinya. Vazo yang Vivi dengar lelaki yang acuh, kejam, tidak peduli perasaan wanita. Tapi balik lagi pada kenyataan, bahwa seseorang mempunyai sifat yang berbeda-beda. Dirinya juga tidak bisa langsung mencap Vazo layaknya orang yang sudah ia kenal luar dalam. Padahal Vivi hanya tahu tentang Vazo dari mulut ke mulut. Dan baru tahu wajah cowok itu pun tadi pagi, tidak pantas rasanya langsung sok tahu tentangnya. Ah, kepalanya jadi pusing sendiri.

"Kayaknya, lo orang yang bisa luluhin tembok beku yang halangin hati lembut kayak kak Vazo deh." ucap Febby bernada serius.

Vivi menoleh, menatap Febby dengan ekspresi tidak terima. "Ih apaan sih Febby sok tahu gitu. Gue gak suka sama kak Vazo, dia nyebelin. Lo aja sana!" tolaknya cemberut.

Alis Febby terangkat. "emm masa siiiih?" ejeknya menyenggol-nyenggol tubuh Vivi.

"Iya! Gue cuma suka sama kak Devaz!" Ucap Vivi reflek, kemudian langsung menutup mulutnya.

Ucapan Vivi sontak membuat Febby dan Resa tertawa.

"Wadaw!!! Cieeee sekarang udah berani ngaku nih!" ejek kedua temannya tertawa renyah.

Sedangkan yang diejek malu bukan main. Ia mencubit pipi kedua sahabatnya itu hingga gelak tawa mewarnai ketiganya.

🍦

Voment sebagai bentuk apresiasi❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VIVAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang