Kim Yerim tidak pernah menyangka ketika dirinya kembali ke Seoul setelah 5 tahun dia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalunya. Orang yang masuk dalam daftar pertama di kehidupannya untuk dia hindari. Tapi ternyata takdir berkata lain.
.
.
Jeo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
March 08th 2008, Pierre Gagnaire Seoul
Sogong-dong, Jung-gu, Seoul
Ruangan bernuansa ungu itu tampak ramai, setiap meja dibalut dengan dekorasi bunga yang cantik, ditemani musik yang bersenandung, membuat siapa saja yang hadir malam ini larut di dalamnya.
Namun suasana ini berbanding terbalik dengan suasana hati si empunya pesta. Ralat, mungkin dia hanya sebagai "bintang" kakeknya. Justru kakeknya itu "tuan" pesta.
Dia mendengus kesal mengingat tidak ada satu pun di ruangan ini yang dia kenal. Hanya 5% yang dia tahu alias sekedar tahu namanya, dan itu pun teman-teman sekolahnya.
Mereka sedang asik dengan kesibukan mereka di meja masing-masing, tentu ditemani dengan orang tua mereka, membuat Yerim yang hendak bergabung untuk sekedar basa basi menjadi enggan.
Apa Saeron tidak diundang, tanya Yerim dalam hati.
Dan dimana Ms. Lee? mata yerim berusaha melihat sekeliling ruangan namun nihil. Ia tidak menemukan sosok yang satu-satunya mungkin saat ini bisa menyelamatkannya dari kebosanan..
Alunan musik Violin Concerto in D major, Op. 61 menemani Yerim kembali duduk di tempatnya...
Yerim kembali bosan dengan suasana ini, dia benar-benar ingin keluar dan kembali ke kamarnya... Segala riasan wajah dan juga gaun cantik yang dipakainya tidak mampu membuat dia merasa bahagia... Bahkan bunga cantik di hadapannya juga tidak mampu membuat hatinya senang malam ini...
Kosong. Hatinyamasih terasa hampa..
entahlah,
Gadis kecil ini pun tidak tahu apa yang dia rasakan beberapa hari ini, terlalu banyak kejadian yang ia lewati saat hari ulang tahunnya... beberapa hari lalu.
Yerim berusaha menenangkan hatinya, dia memejamkan matanya mengingat satu hal yang membuat hatinya sedikit nyaman. Sejenak dia tersenyum merona....
Sosok itu membuat dia sedikit bahagia, bahkan hanya memikirkan bayang senyum yang diberikan oleh pemuda bergigi kelinci tersebut membuat Yerim bisa mengembangkan pipinya ke atas, senyumnya semakin lebar.
.
.
Semua itu tidak berlangsung lama, karena Yerim harus kembali ke realita. Suara kakeknya membuat dia membuka mata dan menyadari satu hal, dia masih di tempat ini.