Happy Reading ..
• • •
"Duh, bang Alva mana sih lama amat. Udah sore lagi, perut juga udah dangdutan gegara tadi ga ke kantin," gerutu Rea sambil menghentak-hentakkan kakinya di pinggir jalan. Ia sangat kesal, benar-benar kesal dengan abangnya itu. Jarum jam telah menunjuk angka 5 namun masih saja ia belum datang.
"Awas aja ntar!" ucap Rea setengah berteriak, benar-benar mirip seperti orang gila di pinggir-pinggir jalan. Dengan penampilannya yang acak-acakan semakin membuatnya seperti orang gila yang kelaparan.
Ngomong-ngomong soal kelaparan, kalian pasti tau kan kenapa Rea kelaparan? Ya, Rea kelaparan karena tadi telah menolak ajakan Rena dan Elis karena perjanjiannya dengan Vero. Namun, si pangeran yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang hingga bel tanda istirahat telah usai berbunyi.
Kring-kriing...
Bunyi sepeda. Gg. Bukan bunyi sepeda, namun bunyi benda pipih yang berada dalam tas seorang gadis yang tengah jengah berdiri di pinggir jalan. Mendengar itu, Rea pun segera merogoh tas wolnya dan mengambil handphone bercasing peach dengan gambar maple nya.
"Hallo? Bang, lama amat sih! Rea udah lumutan nih, cepet napa!" Rea geram dengan abangnya, bukannya menjemput tapi malah menelepon.
"Hallo. Dek, gue ga bisa jemput lo. Tiba-tiba jam kuliah gue yang seharusnya tadi siang diganti sekarang. Jadi sekarang gue lagi di kampus, sorry ya Rereku tercintah,"
"Yah gitu ya, terus aku pulangnya naik apa? Jam segini mana ada taksi," ucap Rea kesal, tau begini sejak tadi pasti ia sudah pulang naik taksi dan bermanja-manja dengan kasurnya sambil menonton film.
"Naik grab kan bisa. Udah ya, dosennya udah dateng. Bye baby, take care, ok?" Sambungan telepon terputus secara sepihak, membuat Rea mendesah pelan.
• • •
Mentari kian menenggelamkan wajahnya, menatap sendu gadis yang masih setia berdiri sambil mengabsen setiap kendaraan yang melewatinya.
Siapa lagi gadis itu kalau bukan Rea. By the way, Rea belum pulang karena benar-benar sudah tidak ada taksi di jam seperti ini. Mau menelpon abang grab pun tidak bisa karena semalam ia lupa untuk mengecas handphonenya. Alhasil baterainya habis dan ia tidak bisa melakukan apapun selain mengabsen setiap kendaraan yang melewatinya, berharap ada seseorang yang ia kenal dan ia bisa menebeng untuk pulang. Namun semua itu tak mungkin terjadi, Rea saja tidak kenal siapapun disini selain keluarganya. Mungkin harapan Rea sekarang hanya satu, yaitu menunggu sebuah keajaiban datang untuk menolongnya.
Lama kelamaan, pandangan Rea kian mengabur. Rasa perih dalam perutnya semakin menggurita. Ia lupa bahwa ia belum makan sesuap nasi pun dari pagi. Ia juga lupa bahwa ia tidak boleh telat makan karena menderita maag. Ia benar-benar lupa semuanya karena menunggu satu orang. Siapa lagi kalau bukan Vero si mantan ketua osis itu.
"Bruuk.." Rea kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terhuyung ke belakang dan tergeletak lemas di pinggir jalan. Rea pingsan.
• • •
"Engg.. ," erang Rea sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang menyorotnya. Walaupun nampak blur, Rea tau bahwa ini bukan kamarnya. Kamarnya berwarna navy, sedangkan kamar ini berwarna putih salju dan terlihat tampak rapi. Berbeda jauh dengan kamarnya yang sedikit berantakan, terkadang malah sangat berantakan.
"Emm ini dimana sih? Kok gue ga inget apa-apa," ucap Rea pada dirinya sendiri mengingat ia tidak pernah melihat kamar ini sebelumnya. Disaat ia sedang mengucek-ucek matanya, muncullah dari balik pintu sesosok laki-laki berkaos hitam sambil membawa nampan berisi bubur dan segelas air putih.
"Lo tadi pingsan," sahut Lelaki yang sedang berjalan menghampirinya dan duduk di sisi ranjang yang ditempati oleh Rea.
"Fa.. far..rel?" Ucap Rea terbata-bata. Ia sangat terkejut ketika Farrel tiba-tiba muncul di hadapannya. Melihat itu Farrel hanya memutar bola malas lalu mengambil semangkok bubur dan diberikannya kepada Rea. Melihat itu, Rea langsung menerima mangkok dari Farrel dengan kedua tangannya.
Flashback onn..
Hari ini adalah hari dimana ekskul basket dilaksanakan. Karena mendekati hari pertandingan basket, maka para siswa yang terpilih untuk mengikuti pertandingan itu harus latihan setiap harinya sepulang sekolah. Alfarrel Reynand Argatha salah satunya. Farrel selaku kapten basket harus rela mempertaruhkan waktu dan tenaganya untuk berlatih mempersiapkan pertandingan basket minggu depan.
"Eh bro, gue pulang duluan ya," ucap lelaki yang tak lain adalah teman Farrel sambil menyampirkan tas ransel di bahunya.
"Hm," balas Farrel dengan deheman mautnya.
"Babang Farrelnya Ian, Ian pulang dulu ya. Hati-hati di jalan!" Cerocos Ian yang hanya dibalas oleh tatapan tajam oleh Farrel. Meihat itu, Ian langsung menunjukkan deretan gigi putihnya dan menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.
"Yaudah, kita pulang duluan ya. Bye," ucap Rafa setengah berteriak karena motornya telah berjalan menjauhi Farrel. Bagaimana dengan Ian? Ian itu tipe-tipe orang yang gak banda alias ga mau keluar duit. Jadi ya ia menebeng Rafa sesuka hati, Rafa yang diperlakukan seperti abang gojek pun hanya pasrah.
"Udah mau maghrib lagi, pasti bunda nungguin nih," ucap Farrel pada dirinya sendiri setelah melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Melihat hari sudah sore, ia pun segera bersiap untuk pulang.
Di tengah perjalanan Farrel menuju rumahnya, tanpa sengaja ia melihat gadis berseragam putih abu-abu sedang tergeletak lemas di pinggir jalan. Melihat itu, ia langsung meminggirkan mobil sportnya dan menghampiri gadis itu.
"Rea? Kok dia masih belum pulang?" Farrel terkejut, ternyata gadis yang sedang berbaring di atas tanah itu adalah Rea, teman sebangkunya. Tanpa ba bi bu lagi, ia pun langsung membopong gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Untung saja hari ini Farrel sedang membawa mobil, tapi apa semua ini kebetulan?
Setelah cukup lama dalam perjalanan, ia lupa bahwa ia tak tahu rumah Rea dimana. Karena hari semakin gelap, ia pun memutuskan untuk membawa gadis itu ke rumahnya.
Flashback off ...
"Hm. Makan!" Sentak Farrel membuat Rea langsung menyendok bubur dalam mangkok yang sedang dipegangnya. Melihat Rea yang tampak ketakutan membuat Farrel menarik bibirnya ke atas, membentuk lengkungan yang sangat tipis. Tipis sekali hingga siapapun yang melihatnya pasti tidak sadar bahwa lelaki itu sedang tersenyum.
"Mwa.. kwa.. shih.. yo.. udah.. nwo.. lo.. nging.. gue," ucap Rea di tengah makannya. Bagaimana bisa jelas, orang ngomongnya aja sambil ngunyah gitu. Melihat itu Farrel hanya menahan tawanya agar tidak menggelegar. Bagaimanapun juga ia harus jaga image di depan Rea, sok jaim dasar:v.
"Kalo makan ditelen dulu, jan ngomul," tutur Farrel membuat Rea mengerutkan dahinya. Ngomul? Setahu Rea dalam kamus besar bahasa Indonesia tidak pernah ada kata ngomul? Aneh-aneh saja ini anak, batin Rea.
"Iy.. yaw.. i.. yo.. ma.. ap uhuk..uhuk.." Rea tersedak karena mengulangi aktivitasnya kembali yaitu makan sambil ngomong. Melihat Rea yang seperti itu membuat Farrel segera memberi segelas air padanya.
Dasar batu - Farrel
Ngomul itu apa? - Rea
• • •
See you at next chapter:)
Don't forget to vote and comment✓
Typo bertebaran~
KAMU SEDANG MEMBACA
Rea
Teen FictionYou're ice cold, that makes me even more curious ~ Reanna Artha Imanuel You're different, which makes me even more interested ~ Alfarrel Reynand Argatha