Power Ranger?

12 2 0
                                    

Happy Reading..

• • •

"Dasar batu," gertak Farrel kemudian beranjak keluar. Rea yang melihat itu hanya bisa menganga. Tadi pagi Farrel terlihat care-care saja, sampai detik sebelumnya pun begitu, namun barusan ia telah berubah kembali menjadi galak.

"Dasar power ranger," balas Rea pelan, takut jika Farrel mendengarnya dan berubah menjadi lebih galak lagi.

Farrel sebenarnya tidak pergi ke luar rumah, ia hanya keluar sebentar untuk memberitahu bundanya bahwa gadis itu telah sadar. Tetapi ketika ia berada di depan pintu, ia mendengar Rea berkata bahwa ia adalah power ranger. Power ranger? Apa maksudnya? Farrel pun tidak menghiraukan kata-kata itu dan masuk kembali ke kamarnya, kamar yang Rea tempati.

"Eh, a.. ada Farrel," ucap Rea sedikit terbata-bata mengingat ia baru saja mengatai Farrel yang menurutnya seperti power ranger.

"Napa?" Tanya Farrel sembari menaikkan satu alis tebalnya, membuat Rea semakin gelagapan.

"Eng.. enggak kok, nggak kenapa-napa," melihat ekspresi Rea seperti orang yang ketauan maling membuat Farrel tanpa sadar tersenyum gemas. Berbeda dengan yang tadi, jika tadi ia hanya tersenyum sangat tipis, sekarang senyum itu benar-benar merekah. His smile so perfect.

"Lo juga bisa senyum?" Pertanyaan Rea barusan membuat Farrel langsung tersadar dan merutuki dirinya sendiri karena telah menunjukkan sisi lain dalam dirinya.

"Ekhem.. sapa juga yang senyum," balas Farrel kembali dengan nada galaknya beserta tatapannya yang tajam, setajam silet.

Gue ga boleh lemah - Farrel

Farrel bisa senyum? - Rea

• • •


"Makasih ya Rel udah nolongin gue, gue ga tau kalo ga ada lo pasti gu-," belum selesai Rea berbicara, Farrel langsung melesat pergi dengan motor sportnya. Meninggalkan Rea yang terus-menerus dibuatnya menganga. Bagaimana bisa ia pergi tanpa mengucap sepatahkatapun.

Setidaknya ia kan bisa mengatakan "sama-sama," atau menjawab dengan deheman saja. Lah ini, dia malah langsung melesat pergi.

"Bodo amat dah, ngapain gue mikirin dia," ucap Rea pada dirinya sendiri lalu masuk menuju rumahnya.

Rea POV..

Setelah gue masuk ke dalem, gue ngeliat bang Alva mondar-mandir bak setrika. Bang Alva masih belum menyadari keberadaan gue.

"Bang!" Panggil gue menyadarkan Bang Alva, membuatnya langsung berhenti menghadap gue dan menyipitkan matanya.

"Rere? Adek gue?" Teriak Bang Alva dengan mata yang berbinar-binar. Gue yang ngeliat itu cuma bisa membatin,  kok bisa ya gue punya abang kayak gitu.

"Bukan. Adeknya Bang Alka," jawab gue dengan sedikit kesal sambil memutar bola mata malas.

"Rere dong kalogitu. Aaa.. Reree.. I miss you so bad," teriak Bang Alva lagi sambil merentangkan kedua tangannya dan berlari menghampiri gue.

"Lo gapapa kan? Ga diapa-apain sama preman kan? Atau lo ga diculik kan?" Tanya Bang Alva tanpa jeda, membuat amarah gue menghilang seketika.

"Hm," dehem gue karena sekarang Bang Alva udah nubruk badan mungil gue ini dan memeluknya erat, sampai bikin gue sesak napas saking eratnya.

Tapi gue bener-bener beruntung punya abang cem Bang Alva ini. Ya walaupun gue baru tinggal kali ini sama Bang Alva, tapi Bang Alva itu udah kayak mama gue versi laki-lakinya. Beda banget sama Bang Alka, walau mereka kembar, sifat mereka bener-bener kebalikan. Kalau Bang Alkanya dingin, Bang Alvanya ceria. Kalau Bang Alka cuek, Bang Alva justru super duper perhatian. Tapi Bang Alka lebih ganteng daripada Bang Alva, hehe. Mungkin karena faktor tinggal di luar negeri mulu, jadinya kayak orang sana.

Skip^

"Lo, pulang sama siapa?" Tanya Bang Alva sambil melepaskan pelukannya.

"Temen," jawab gue santai, mendengar itu Bang Alva seketika langsung melotot.

"Temen apa temen," goda Bang Alva dengan senyum jailnya.

"Temen elah," jawab gue kekeuh sambil memutar bola malas.

"Cowo apa cewe?" Tanya Bang Alva menginterogasi gue.

"Kalo cowo kenapa dan kalo cewe kenapa?" Tanya gue sedikit penuh penekanan pada kata 'cowo' dan 'cewe'.

"Kalo cowo ya berarti itu pacar lo. Dan kalo cewe siapa tau bisa gue gebet hehe," jawab Alva sambil menaikturunkan alisnya. Benar-benar abang yang absurd.

"Semerdeka abang aja dah," balas gue ketus.

"Hehe. Yaudah mandi gih, badan lo bau banget kek ga mandi seabad," perintah Bang Alva di sela-sela kekehannya. Gue yang mendengar itu langsung memasang wajah penuh amarah, membuat Bang Alva cengengesan ga jelas.

"Bodo," jawab gue jutek dan langsung menaiki tangga menuju kamar gue.

Sesampainya di kamar, gue langsung rebahan bentar sambil natap langit-langit kamar gue. Seketika gue keinget sama Farrel, kok bisa ya dia nolongin gue. Padahal waktu itu udah sore banget dan semua anak juga udah pada balik. He's so mysterious.

"Ngapain juga gue mikirin Farrel. Sadar Rea, sadar!" Ucap gue sambil menepuk-nepuk pipi gue sendiri. Menyadarkan gue dari otak yang penuh dengan Farrel.

Rea POV end..

• • •

Author POV

"Hati-hati ya dek kalo sekolah, jan nglirik cogan mulu. Belajar yang bener," Alva terkekeh sambil mengelus-elus pelan puncak kepala Rea. Rea yang dinasehati seperti itu hanya mengangguk-angguk sebagai jawabannya sambil memanyunkan bibirnya gemas.

"Nanti abang jemput Rere kan?" Tanya Rea dengan nada sedikit memelas agar abangnya itu mau menjemputnya.

"Emm.. iya deh tapi abang ga janji," jawab Alva dengan nada sesalnya. Mendengar itu, Rea hanya mendesah pelan. Alva sebenarnya tak tega jika adiknya itu harus pulang sendiri. Namun mau bagaimana lagi, jam kuliahnya sekarang diganti menjadi sore. Bertepatan dengan jam pulang sekolah Rea.

"Yaudah deh aku masuk dulu ya. Take care bang," ucap Rea sembari mencium pipi Alva. Setelah melakukan rutinitasnya, ia langsung ngacir masuk ke dalam.

"Take care too babe," gumam Alva lirih sambil menatap punggung gadis kesayangannya yang semakin menghilang.

Mereka berdua tak sadar bahwa sedari tadi ada seseorang yang menyaksikan adegan kakak adik itu.

"Murahan," gumam seseorang tadi sambil berjalan santai menuju kelasnya.

• • •

See you at next chapter:)

Don't forget to vote and comment✓

Typo bertebaran~



ReaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang