PERCOBAAN

26 8 0
                                    

Naila turun dari mobil dan merapikan kembali bajunya yang kusut. Ditatanya rambut lalu menghembuskan nafas pelan, jantungnya berdegup kencang seakan ingin keluar dari sarang.

Kembali terulang, pria itu ikut turun bersamaan Naila ingin berjalan. Naila menoleh dan memberi tanda agar meninggalkannya.
Pria itu menggeleng dan menghiraukan Naila, dengan tangan di masukan ke dalam saku celananya.

Naila menghembuskan nafasnya pelan, terserah pria itu lah.

Naila berjalan pelan sambil mengusap dadanya yang berdegup.
Didepannya terpanjang rumah besar dengan arsitektur ala Rusia. Beberapa pohon Pinus tertanam apik dan bunga Anggrek menggantung indah.

Sejak kakinya menginjak halaman luas itu, udara semilir menyapa nya untuk mengajak mendalami rumah itu.
Kicauan burung pun terdengar berdesis.

Dia pikir akan betah di sini.

"Kamu terlambat." suara dari depan mengintrupsi Naila untuk berhenti dan berdehem pelan. Diukirnya senyuman terindah lalu membungkuk memberi hormat.

"Maaf Tuan. Saya terlambat hari ini," ujar Naila panjang lalu menegapkan badannya dan kembali tersenyum.
Pria itu menghela nafas lalu masuk ke dalam rumah, Naila kembali menggeret kopernya untuk memasuki rumah itu.

Dan melupakan pria lain yang mengikutinya sejak tadi

***

Naila hanya diam ketika diceramahi oleh pria di depannya. Sambil memainkan jari jemarinya dia mendengus pelan dan kembali melamun.

"Kamu mendengarkan saya bicara atau tidak?" pertanyaan retorik membuat Naila tiba-tiba menegakan badan dan menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Naila hanya mengangguk dan kembali menunduk.

Helaan nafas terdengar pada pria itu, lalu berjalan kembali ke kursinya dan menudukan badannya kasar. Membuka lembaran yang tadi sudah dia print dan menggeser ke meja depan.

"Itu peraturan yang perlu kamu taati saat bekerja disini-," ucapan pria itu terpotong lalu menatap manik Naila dengan tajam.
Naila segera mengambil kertas tadi dan pura-pura baca.

Hatinya kembali dag-dig-dug karena ditatap seperti itu. Belum apa-apa Naila sudah berkeringat dingin.

Matanya berputar sedikit untuk melihat, apakah calon bosnya itu masih menatapnya atau tidak. Pergerakan Naila terbaca oleh pria itu, pria itu malahan mempermainkan Naila. Ditatapnya kembali Naila, kali ini lebih lekat untuk membuat Naila semakin salah tingkah.

"Sudah kamu baca?" tanya pria itu pelan tetapi tajam. Rambut cepaknya di sisir kebelakang lalu menyenderkan bahunya lemas pada kursi putarnya.

Naila gelagapan lalu mengarahkan matanya kada kertas yang dipegangnya tadi, beberapa kata sudah Naila mengerti. Naila merespon mengangguk dan mengernyit pelan.

"Jaga adeknya 24 jam?" Naila merasa bingung pada kalimat itu.
Naila mendongak untuk meminta jawaban yang hanya di jawab senyuman dikit.
Pria itu berdiri dari kursinya dan berjalan pelan, Naila spontan ikut berdiri dan mengikuti arah kemana pria itu berjalan. Pria itu membuka pintu lalu terpampang kamar anak kecil dengan desain klasik-nyaman. Naila mengedarkan pandangannya untuk menelusuri interior kamar itu.

Sama seperti di kantor tempat kemarin, di kamar ini Naila banyak menemukan lukisan-lukisan anak kecil dengan beberapa pose.
Dengan perpaduan warna ungu-krem membuat kamar itu sangat nyaman.

"Anak saya tidak suka kalau dibentak. Jadi jangan pernah membentak anak saya," ucapan Pria itu mengintrupsi Naila. Naila mengangguk dan kembali mengedarkan pandangannya.

Pandangannya terjatuh pada seorang anak kecil yang Naila Kisar berumur 3-4 tahun. Sedang melompat-lompat di trampoline .
Naila sudah mengerti kenapa bosnya menyuruh menjaga anaknya 24 jam.

"Dan-" Naila menoleh untuk menatap pria itu. Pria itu mengulurkan tangannya sembari tersenyum tulus.

"Nama saya Arka, kita belum berkenalan kan?" Naila meleleh melihat senyuman bosnya itu.
Senyuman yang sangat tulus, Ah Naila sangat terharu.

Naila mengangguk senang lalu membalas uluran tangan Arka dan mengangguk.

"Saya Naila bos. "

Arka kembali tersenyum lalu melepaskan genggaman dan berlalu meninggalkan Naila yang menatapnya perlangkah.
Dengan punggung yang lebar, bahu yang kokoh, Naila merasa sangat beruntung istri bosnya itu.

Ah, mengingat itu.
Naila belum bertemu istri bosnya itu. Dimana ya? Apa bekerja dan belum pulang? Naila menepis pertanyaan itu, dia pikir sangat salah jika dia mempertanyakan kehidupan pribadi bosnya itu.

Naila kembali melihat anak kecil yang melompat tadi, masih dengan gaya tadi. Naila segera menghampiri anak bosnya itu dan tersenyum.

Naila sengaja memasang wajah ceria untuk menarik perhatian anak kecil.
Takutnya nanti malah tidak mau kalo Naila dekati.

Anak kecil itu sudah melihat Naila, bibirnya mengecap sambil menatap Naila bingung. Tangan mungilnya yang sedang berpegang pada trampoline pun mengulur, memberi isyarat Naila untuk lebih mendekat.

Naila menatap dengan senyuman lebar, tangannya pun mengulur untuk menyambut tangan mungil depannya.
Setelah sampai, Naila mengangkat tubuh mungil yang lompat-lompat di atas trampoline tadi dengan gemas.

Dia tidak percaya bahwa tubuh sehalus ini bisa loncat-loncat dengan riang sedari tadi.
Naila pun mungkin tidak bisa segera aktif itu.

Digendongnya tubuh itu, dibawanya kedalam pelukan Naila.
Dikecupnya pipi gembul depannya.

"Hallooo~" panggil Naila gemas. Sambil terus mengecup pipi anak itu.

Tangan anak itu mengulur dan mengusap acak wajah Naila yang mengundang tawa pelan Naila.

"Siapa namanya dedek gemes?" tanya Naila seolah-olah bisa dijawab.

Anak kecil depannya hanya membalas menatap dengan lekat lalu menyerukan kepala pada leher jenjang Naila.

Naila terlalu gemas pada anak kecil itu, sehingga tidak menyadari sedari tadi di depan  pintu. Arka mengawasi sambil bersedekah dada.
Hati Arka menghangat melihat pemandangan itu.

Anaknya rewel, tapi bersama gadis yang belum Arka tau asal-usulnya bisa setenang itu.
Arka merasakan perasaan gemas melihat orang didepannya.

***

Palembang, 18 Mei 2019

MY PERFECT MAID || ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang