Insiden di pasar malam telah berakhir, tetapi pemberitaannya semakin marak. Polisi menduga pelaku adalah seorang pembunuh berdarah dingin yang pernah terlibat kasus serupa sebelumnya.
Akan tetapi, kasus tersebut semakin mencurigakan tatkala pers dilarang untuk meliput kondisi terbaru si pelaku. Hal ini sontak memicu skeptisme dari beberapa pihak mengenai transparansi kepolisian.
Sebenarnya, keraguan tersebut terkesan tidak berguna. Aparat yang ditugaskan malam itu benar-benar harus membenahi logika mereka.
Bagaimana tidak? Sang pelaku yang menurut beberapa saksi sempat menembakkan peluru, tiba-tiba ditemukan mati dalam keadaan kurus-kering. Tentulah mereka enggan membeberkannya ke publik demi menjaga ketentraman masyarakat.
Sementara itu, sang korban sekaligus pelaku, Adam telah kembali menjalani hari seperti biasanya. Ia datang ke pos dengan idealisme yang semakin kuat.
"Beritanya ramai sekali," komentar Pak Retno sesaat menyaksikan siaran tv di pos.
"Berita apa?" timpal Adam, pura-pura bodoh.
"Penangkapan seorang pembunuh berantai. Katanya ia hampir membunuh sepasang kekasih di dekatnya."
"Eh! Kata siapa?!" sambar Adam.
"Saksi mata, mungkin. Aku cuma melihatnya di tv," ujar Pak Retno.
"Apa orang itu tahu siapa yang hampir tertembak?"
"Entahlah. Ia bilang cuma melihat sekilas, lalu lari secepatnya. Memangnya kenapa? Kau mau jadi detektif kesiangan, Adam?" canda Pak Retno.
"Tidak, tidak." Adam balas tertawa, "aku hanya penasaran saja. Soalnya kejadian itu sangat menggemparkan masyarakat."
"Begitulah.Penjahat zaman sekarang memang aneh-aneh."
Adam duduk bersandar seraya mendongak ke atas. Jam di dinding pos sudah mengisyaratkan pukul dua belas siang. Sejurus hal tersebut, perutnya tiba-tiba keroncongan. Tidak salah lagi, pasti karena lupa sarapan tadi pagi.
Alhasil, ia pun sepakat untuk mengunjungi warteg terdekat, sambil memeriksa keadaan desa. Selepas meminta izin dari Pak Retno, pemuda itu lekas hengkang dari pos.
"Semua penjahat itu ... selalu bertingkah aneh, 'kan?" gumamnya sembari berjalan santai.
"Perspektif yang berbeda, melahirkan tindakan yang berbeda pula," sahut Azazel yang tiba-tiba muncul di samping Adam.
"Apa maksudmu, Azazel?"
"Pada dasarnya, setiap manusia akan menganggap perbuatan mereka benar. Dan, yang menjadi juri dari ajang pembenaran itu adalah manusia lainnya. Secara tak langsung, kalian semua saling membenarkan sekaligus saling menilai."
Adam masih belum mengerti. Jika manusia memang makhluk yang buta akan kesalahan, lalu mengapa orang-orang jahat itu ada? Akan tetapi, beberapa saat kemudian ia mulai menyadari suatu hal.
Penyebab dari munculnya kejahatan bukanlah dari upaya mencari pembenaran yang dimaksud Azazel. Alasan yang membuat seseorang menjadi jahat adalah rendahnya kemampuan dalam menilai diri mereka sendiri.
"Manusia terlalu sibuk menilai manusia lainnya, sehingga mereka lupa memikirkan diri sendiri." Adam menyimpulkan, "Seorang pembunuh menilai korbannya pantas dibunuh karena lemah. Namun, di saat bersamaan, ia lupa menilai apakah dirinya pantas menghilangkan nyawa orang lain."
"Mengesankan. Pemikiranmu cukup luas, Manusia." Azazel melemparkan pujian.
"Terima kasih. Akan tetapi, berpikir saja takkan menyelesaikan masalah. Aku butuh tindakan konkret untuk mewujudkan dunia impianku."
KAMU SEDANG MEMBACA
GLUTTONY
Mystery / ThrillerJudul: GLUTTONY Genre Utama: Misteri-Supernatural Sub-Genre: Thriller, Fantasi, Aksi, Slice of life, Romansa, Gore. Loglines: Seorang lelaki idealis yang ingin mengubah dunia dengan bantuan iblis. BLURB: Adam adalah seorang lelaki idealis yang...