Saatnya Santri Jadi Penulis

171 4 2
                                    

Jum'at, 10 Mei 2019

Assalamu'alaikum sobat...

Kalian tau? Setiap mimpi yang kita tulis. Sudahkah bermanfaat untuk orang lain? Sudahkah mimpi yang telah kita capai sudah dinikmati banyak orang?

Jujur, aku baru sadar mengenai masalah itu. Selama ini, aku menulis mimpi dan mewujudkannya sendiri. Namun mimpi itu hanya ku nikmati sendiri. Sebenarnya boleh si, kalau mimpi kita yang sudah terwujud bisa dinikmati sendiri. Contohnya mimpi bisa mencapai prestasi. Bisa jadi kebanggaan sendiri kan?

Namun perahkah kalian berpikir, bagaimana agar mimpi-mimpi kita yang telah tercapai bisa mempengaruhi banyak orang? Bahkan bisa menginspirasi banyak orang.

Kemarin, aku mengedit beberapa naskah milik santri. Naskah itu rencananya aku kirim ke penerbit dan dijadikan buku. Dan aku menemukan satu naskah yang membuatku sedikit baper. Kenapa? Sang santri menceritakan bagaimana sulitnya menulis di lingkungan pesantren. Karena menulis di pesantren cukup dianggap mengganggu pelajaran dan kegiatan pesantren oleh bagian keamanan. Naskah para penulis di pesantren menjadi salah satu sasaran untuk dijadikan barang sitaan. Dan aku pernah merasakan hal itu. Saat aku masih menjadi santri, tak luput beberapa naskahku disita dan dibakar hanya karena naskahku mengandung jahiliyah. Ataupun karena naskahku dibaca teman-temanku. Awalnya memang rasanya marah menerima kenyataan ini, namun mereka pelan-pelan mengajarkanku, bagaimana menjadi penulis islam yang bisa menginspirasi banyak orang, salah satunya berdakwah lewat tulisan.

Eh, kok malah cerita pribadi ya. Maaf ya, maklum perempuan, topik pembicaraan bisa kemana-mana. Ok, lanjut. Santri itu sempat berhenti menulis cukup lama. Hingga akhirnya ada seorang ustadzah yang bertugas di pesantrennya. Ia menyebutnya ustadzah Rahma. Ustadzah Rahma mengadakan kelas Jurnalistik untuk para penulis yang masih konsisten menulis di pesantren. Ia bercerita betapa bahagianya ada sebuah ekstrakulikuler Jurnalistik di pesantrennya. Karena tahun sebelumnya tidak ada ekskul jurnalistik. Melalui kelas jurnalistik akhirnya ia kembali menulis dan mengembangkan karyanya.

Hingga suatu hari, ada sebuah project menulis buku antologi, ia mengikutiya. Dan ia kembali bercerita, betapa bahagianya dia saat ada sebuah peluang untuk para penulis di pesantren. Ia terharu. Pada intinya, ia bercerita bahwa ustadzah Rahma telah mempermudah jalan para penulis di pesantren. Ia sangat senang. Dan kalian tau? Siapa ustadzah Rahma itu? Dialah aku.

Di akhir naskah, aku termenung. Dan aku berdo'a pada-Nya. "Ya Allah, semoga apa yang aku lakukan menjadi ladang pahala bagiku. Dan semoga, santri-santriku bisa istiomah menjadi penulis muslimah yang bisa menginspirasi dunia.

Setelah mengedit naskahnya. Tepat sekali aku masuk kelas jurnalistik hari ini. Di akhir kelas, aku menyampaikan pada mereka. Aku ingin kalian menjadi para penulis yang bisa menginspirasi banyak orang dengan menyalurkan ilmu agama islam yang telah kalian pelajari di sini. Dan, agar kalian tidak mejadi sasaran ustadzah keamanan. Kalian harus mentaati peraturan pesantren. Selama kalian mentaati peraturan di sini, In Sya Allah, Allah akan memudahkan jalan kalian menuju impian menjadi seorang penulis. Hanya itu yang kusampaikan.

Sobat, mungkin hanya itu yang aku sampaikan. Terimakasih sudah membaca naskahku ini.

Salam Literasi...

Dear AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang