hastag-satu

14 1 0
                                    

Desember tanggal 11
11.15 WIB

Dengan sedikit pusing dan sempoyongan, satu per satu dari kami mulai keluar dari kelas. Hari ini adalah hari terakhir PAT. Sedikit ada rasa lega. Tapi tetap saja, rasanya otakku seperti dipanggang habis didalam tadi. Dan herannya, masih ada murid lain yang dengan semangat membahas ulang soal PAT yang keluar tadi.

Daripada berbincang dengan mereka dan membuat pusing kepalaku untuk kedua kalinya. Aku lebih memilih untuk segera mengambil tas dan mengeluarkan botol minumanku. Meneguknya perlahan. Duduk, untuk mencoba tenang.

Belum 5 menit aku diam, Sesil datang, berlari kecil, dengan semangat yang luar biasa.

"Zaa!, kamu tahu gak?" tanya nya sambil memukul pelan bahuku.

"Nggak" aku memotong ucapannya.

"Ih dengerin dulu!" lanjutnya "Nih, kamu dapet undangan ulang tahunnya Enda. Ini buat nanti malam. Sebenarnya dia kasih undangan kemarin minggu, tapi aku lupa ngasihin ke kamu. Ya kamu tahu lah kan kita sama sama sibuk belajar buat PAT. Jadi ya baru sekarang sempet aku kasihin ke kamu." penjelasannya panjang, alibi atas kesalahannya.

"Kalo gak dateng gapapa kan? Nitip kado aja deh akunya" sahutku sambil bersandar dan memejamkan mata.

Bukan maksud menolak, tapi undangan ini baru diberikan dan aku harus mempersiapkan untuk nanti malam. Siapa juga yang mau bertingkah terburu-buru untuk sekadar pesta ulang tahun. Kalau memang kamu begitu berarti kamu benar orang yang peduli teman.

"Eh, gabisa gitu dong. Ini acara ulang tahun temen kita sendiri loh, apalagi Enda. Pasti megah. Dateng aja udah, nanti siapa tahu kamu bisa ketemu cowok ganteng trus lanjut deh. Wahhh, udah kayak di cerita novel gitu nggak si?" se-exited itu memang Sesil kalau tentang cowok.

"Aku usahain deh" jawabku malas. Aku berdiri sambil membawa tas "Udah ah, ayo pulang"

"Yes"

Dengan Sesil yang masih bercakap tentang ulang tahun Enda, aku dan Sesil melewati koridor sekolah yang mulai sepi. Menuju kedepan gerbang sekolah, menunggu bus datang.

15.00 WIB

Mall dikotaku masih ramai seperti biasnya. Padat dengan orang yang berbelanja. Entah itu kebutuhan atau sekadar keinginan. Aku berjalan sendiri sambil menengok tiap outlet yang ada disana. Mencoba menemukan barang untuk kado yang cocok, ya untuk acara ulang tahun nya Enda.

Pelan aku menyusuri mall. Tapi aku masih bimbang mau memberi Enda hadiah apa. Kalau kau cewek pasti pernah merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Karena lelah berjalan, aku berhenti di pinggir pembatas mall. Melihat orang orang dibawah yang berkerumun dan bergerak. Kayak semut, tapi warna warni

"Loh, Za?" sapa seseorang dibelakang ku. Dengan cepatnya aku menoleh.

"Dodi?" Sapaku balik.

"Kamu ngapain disini? Kok sendirian? Nanti diculik loh" ekspresi wajah Dodi memang selalu berhasil memancing tawa.

"Apasih," aku tertawa renyah "Aku mau cari kado buat ulang tahunnya Enda, eh kamu juga diundang kan?" Tanyaku

"Iya, ini juga mau beli kado buat dia" Dodi ikut menyandarkan lengannya ke pembatas mall dan melihat kebawah.

"kamu mau kasih kado apa, Do?" aku membalikkan badan agar sejajar dengannya.

"Emm, gatau ya, kalo kamu ulang tahun biasanya mau dikasih kado apa?"

"Apa ya, tas mungkin? Sepatu? Boneka juga bisa"

"Tas boleh juga"

"Iya ya, gak kepikiran dari tadi"

"Lemot si kamu, Za"

"Eh kok malah jadi ngeledek? berani ni?"

"Canda Za, yaudah kita beli barengan aja" ajak Dodi yang kemudian aku iyakan.

Dodi adalah teman yang baik, kami memang berbeda sekolah, kami bertemu karena acara jamuan makan malam Enda waktu itu, merayakan pembukaan usaha baru ayahnya. Dari situ aku dan Dodi menjadi teman yang cukup dekat. Setelah hampir dua bulan tidak bertemu. Akhirnya kami dipertemukan lagi, dan lagi karena Enda.

Hampir pukul lima sore. Akhirnya kami berdua akan pulang kerumah masing masing. Dan bertemu lagi nanti malam.

"Pulang naik apa?" tanya Dodi tiba tiba.

"Ojol" jawabku singkat.

"Aku anterin aja, udah mau maghrib juga" Dodi mengeluarkan kunci sepedah motornya.

"Nggak ah, ngerepotin"

"Zeza, kamu itu kecil, kalo naik ojol sendirian terus dikarungin dibawa pulang gimana?"

"Ngeledek terus ya?"

Dodi malah tertawa

"Udah ah, cerewet, ayo" dengan cekatan Dodi menarik tanganku.

Jujur, tidak bisa kalau aku bilang tidak senang digandeng Dodi. Dodi cukup tampan, dia anak yang pandai bergaul, baik hati, dan masih juga sendiri. Aku bisa mengenalnya saja sudah sangat senang.

Jalanan mulai sepi karena waktu mendekati sholat maghrib. Dodi mengendarai motornya cukup cepat, tapi juga berhati hati. Hingga sampai aku didepan rumah.

"Makasih ya, jadi ngerepotin" ucapku berterimakasih.

"Kalo Zeza mah apapun gabakal kok ngerepotin" Dengan senyum khasnya, Dodi menatapku.

Aku cuma diam dan tersenyum.

"Aku balik duluan ya,Za" pamit Dodi.

"Iya hati hati" jawabku.

Perlahan motor Dodi menjauh dari tempatku berdiri.

Hati hati ya, sampailah kerumah dengan selamat...

Rumahmu Bukan DisiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang