· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
Sudah dua jam berlalu. Kehadirannya masih belum ada. Gadis yang memiliki surai hitam panjang itu mengecek ponselnya, berharap ada sebuah pesan masuk dari pacarnya.
Tapi tidak ada. Pesan sebelumnya yang ia kirim saja belum dibaca.Gadis itu, Jelin. Dirinya hanya bisa tersenyum kecil, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya.
Menunggu satu jam lagi tak masalah baginya. Lagipula ia sangat nyaman dengan susana kafe ini.
Suara dentingan pintu mengalihkan atensinya. Seulas senyum manis terpatri di wajahnya. Orang yang sedari tadi ditunggunya sudah datang.
"Gue telat banget, ya? Sorry tadi ada urusan."
Jelin mengangguk, ia tidak penasaran pacarnya itu sibuk karena apa. Ia justru bersyukur laki-laki dihadapannya sekarang datang lebih cepat.
Biasanya Jelin akan menunggu sampai tiga jam, atau mungkin bisa lebih. Dan pacarnya itu tidak pernah memberi alasannya.
Jelin selalu percaya dengan apa yang dilakukan pacarnya. Mereka menjalin hubungan sejak kelas sepuluh.
"Lin? Kok bengong."
Jelin mengerjab berkali-kali. Setelah itu ia menatap mata lelaki yang membuyarkan lamunannya.
"Maaf."
"Udah ih santai aja, lo mau minum?"
Jelin menunduk melihat gelas yang digenggam kedua tangannya. Kemudian ia mendongak lagi sembari menggeleng.
"Gak usah," tolaknya lembut.
"Kalo gitu gue juga ga usah."
Bukan itu maksud Jelin. Ia menolak tadi karena ia sudah minum Frappuccino Recipe lebih dari enam gelas. Rasanya tidak baik jika ia memesan minuman lagi.
Tunggu, apakah ia masih perlu khawatir soal kesehatan?
"Besok bagi rapot terus libur dua minggu. Pasti gabut nanti, kita jalan yuk?"
Jelin tersenyum, senyum miris. Kenapa baru sekarang mengajaknya? Selama mereka berpacaran selalu Jelin terlebih dahulu mengajaknya berkencan.
"Lin? Jelin. Ada masalah? Sini cerita."
Masih dengan senyum mirisnya yang diusaha agar terlihat seperti senyum manis, Jelin menggeleng pelan. Tidak mungkin masalahnya ia ceritakan. Begitu banyak masalah dalam hidupnya.
"Lo mau gak? Nanti kita pergi ke dufan, terus ke pasar malem, terus seharian duduk di taman."
Tentu ingin, sangat ingin. Jelin bahkan hampir menangis membayangkan bagaimana bahagianya nanti ia dan laki-laki yang menyandang sebagai pacarnya itu menghabiskan waktu bersama.
"Moga aja bisa." Jelin melanjutkan lagi ucapannya tapi kali ini seperti lirihan, "Aku usahain."
"Pasti bisalah. Lo seneng 'kan gue ajak jalan."
"Seneng banget," jawabnya, Jelin tidak bohong.
"Lucu banget sih, pacar siapa ini, hm?" laki-laki itu dengan gemasnya mencubit kedua pipi Jelin hingga sang empunya meringis sakit. Rasa sakitnya tak seberapa dengan rasa senangnya yang meluap-luap.
"Pacarnya Jovan yang ganteng."
"Itu tau!" serunya. Laki-laki bernama Jovan itu tertawa, tawa menular hingga Jelin ikut tertawa.
"Eh gue haus, pesen minum dulu ya gue. Lo beneran gak mau? Gue traktir, lo pesen Frappuccino Recipe 'kan?"
Jelin berpikir sekali lagi. Tidak ada salahnya untuk mencoba minuman favoritnya untuk terakhir kali di tempat ini.
Gadis itu mengangguk cepat. "Iya pesenin aku sekalian."
Jovan mengangguk dan beranjak dari duduknya. Sedangkan Jelin menatap punggung pacarnya, tanpa sadar tirta jatuh membasahi pipinya. Ia mulai terisak kecil.
"Aku pengen di sini." Jelin mengusap pipi kanannya untuk menghapus jejak.
﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌
↪(a/n)
eum, hai!
semoga suka ya! <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Jelin
Teen Fiction╭ Ini sebuah kisah untuk menemukannya yang hilang. Tapi semesta mempertemukan yang lain, dia yang serupa dengan Jelin. ╯ Kisah perjuangan Jovan, untuk menemukan pacarnya yang hilang. Jelin namanya. Terlihat mudah, namun ny...