O5. You Are...?

17 4 0
                                    

Waktu cepat berlalu, tiba-tiba saja melompat ke seminggu kemudian. Sekarang ini bukan ponselnya saja yang sepi notifikasi, hatinya pun ikut juga. Sudut bibir lelaki itu tertarik sedikit, mencorakkan senyum getir.

Ia memutar ingatan pada kejadian minggu lalu, kejadian malam hari itu. Harus diakui, sulit kali melupakan gadis yang wajahnya saja Jovan tak tahu. Perjuangan untuk menuntaskan rasa penasarannya, Jovan hampir tiap hari bolak-balik dari rumah ke halte bis, selama seminggu ini.

Namun pemudi itu tak bisa ditemuinya.

Kejadian itu juga janggal dipikirannya.

"Kakkk!"

"Gue pengen martabakk!! Beli kuy!"

Jovan reflek menutup telinga akibat suara nyaring dengan tidak ramahnya masuk ke dalam telinga. Apalagi adiknya berbicara di ambang pintu kamar, seharusnya tidak perlu berteriak Jovan bisa mendengar.

"Dek, lo ga kasian apa sama dompet gue?"

Terang menyandarkan punggung kecilnya ditembok. "Gue lebih kasian sama uang kakak yang ada didompet mulu. Kasian 'kan, uang juga bosen didompet."

"Uang gue ga melulu taro didompet kadang taro di kantong celana."

"Duh, tambah kasian uangnya. Celana kakak 'kan bau."

Sedetik Terang selesai bicara, langsung diberi hadiah dengan lemparan bantal tepat sasaran di depan wajahnya dari sang kakak untuk adiknya tersayang.

Terang mengerucutkan bibirnya sembari melempar balik bantal yang sialnya tidak tepat mengenai sasaran seperti mengenai dirinya.

"Ah bodo anterin beli martabak pokoknya! Titik ga pake koma!"

"Males ah," balasnya.

"Jahat."

"Bodo."

"Ayoo ihh, sapa tau nanti kakak lagi beruntung ketemu lagi cewek yang dihalte itu. Dari pada di kamar aja, kuker banget." Terang meminta dengan paksaan menarik tangan Jovan untuk berdiri dari duduk.

Ah, sepertinya Jovan lupa mengatakan hal paling penting dari ceritanya. Beberapa hari yang lalu, Jovan bercerita tentang perempuan yang membuatnya penasaran kepada Terang-yang sampai ia mau repot-repot untuk bolak-balik ke halte dengan harapan ada keberuntungan ia bertemu dengan gadis itu.

Dan semoga saja gadis itu masih memakai hoodie sebelum, sebab Jovan 'kan tidak tahu wajahnya, yang ia ingat dan tahu hanya pakaian dari atas sampai bawah gadis itu yang sangat tertutup. Satu lagi, tinggi badannya sampai pada batas hidungnya, sama seperti tinggi badan Jelin.

Kalau begini, bagaimana mungkin bisa ditemukan? Tapi kenapa ia harus repot-repot mencari gadis itu? Toh ia kemari untuk mencari Jelin, dan gadis itu bukan Jelin pastinya.

⚘⚘⚘

"Nah banyak cewek sini, mana cewek yang kakak maksud itu? Mukanya cangtip kayak aku?"

Jovan lagi-lagi memutar bola matanya. Mau menjawab juga percuma. Mulutnya sudah pasti tidak akan bisa berhenti bersuara, barangkali jika ia menjawab, akan diberikan lagi pertanyaan yang tak kunjung habis walau dijawab lagi, dan lagi.

Bagaimana semua ini bermula ia pun bingung. Begitu konyol mengingat tujuh hari terlewat Jovan habiskan menunggu gadis itu di halte dengan membawa harapan dapat melihat rupanya. Padahal, tujuan terpentingnya kemari mencari Jelin.

Puan cantik dengan senyum meneduhkan.

"Kacangin trosss!"

"Telen dulu makananya!" Jovan menjawab sembari memberi usapan jengkel di pucuk kepala Terang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Finding JelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang