Chapter 16

2.6K 291 69
                                    

Siwon melihat bagaimana setiap hari Taehyung datang, berdiri beberapa saat di depan ruang rawat Seokjin lalu menyakan keadaan sang kakak pada dokter atau perawat yang keluar dari ruangan itu setelah mereka selesai melakukan pemeriksaan rutinnya.

Taehyung tidak pernah berpikir hubungannya dengan Jimin ataupun Seokjin akan membaik, meskipun sejujurnya dia sangat ingin. Taehyung sadar kesalahannya tidak semudah itu untuk dimaafkan. Terlalu banyak rasa sakit yang sudah ia berikan kepada mereka berdua, hingga mengharap maaf saja dia merasa tidak berhak.

Namun Taehyung juga terluka, Siwon tau meski pemuda itu menutupinya rapat-rapat, menahan raungan tangisnya di balik getar lirih suaranya, seolah telah terbiasa untuk memendam rasa sakitnya seorang diri.

Tampak kuat, meski sebenarnya sangat rapuh. Taehyung pandai menyamarkan kekosongan pada sorot matanya dengan senyum setenang malam yang Siwon akui telah berhasil menipunya. Pemuda itu terlihat baik-baik saja, dan Siwon sangat membenci itu.

"Eoh, Dokter sudah datang?"

Siwon terkesiap, lamunannya buyar begitu saja saat suara Jimin tiba-tiba terdengar, menyapanya lengkap dengan senyum ceria yang mengembang—seperti biasa. Siwon bahkan tidak sadar bahwa langkahnya telah tertahan cukup lama di ambang pintu, seakan terpaku pada pemandangan yang membuat pikirannya melayang. Memikirkan seseorang yang seharusnya juga ikut merasakan kebahagian di tengah-tengah mereka.

Siwon hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Jimin, kemudian membawa langkahnya mendekat. Berdiri di samping Jimin, mengusap puncak kepala pemuda itu sekilas, "Aku bawakan ini untukmu," ucapnya pada Jimin sambil mengangsurkan kantong yang dibawanya, lalu mengalihkan pandangan ke arah Seokjin tepat setelah benda itu berpindah tangan.

Ucapan terimakasih dari Jimin terdengar setelahnya disusul dengan langkah pemuda itu yang beranjak menuju sofa di sudut ruangan, namun Siwon hanya menanggapi—ucapan terimakasih Jimin, seadanya. Kedua maniknya menatap lekat sosok yang terbaring di hadapannya, dia merindukan sorot mata teduh yang sudah beberapa hari ini tertutup rapat.

"Sudah lebih baik?" tanyanya.

Seokjin mengangguk, "Seperti yang Paman lihat," jawabnya, menciptakan seulas senyum tulus di wajah lawan bicaranya. Sejenak menggantikan sendu yang entah sejak kapan tertanam di sana.

"Paman...aku ingin melihat Namjoon." Seokjin kembali berujar, menyuarakan resah yang diam-diam menjalar di dalam hatinya.

Jimin yang baru saja mendaratkan bokongnya di sofa lantas mendongak, menatap tajam kearah sang kakak. "Aku sudah bilang Namjoon hyung baik-baik saja, kan? Hyung tidak percaya padaku? Tolong sadar bagaimana kondisimu sekarang!" Jimin kesal. Meski dia sudah mengatakan berkali-kali bahwa Namjoon baik-baik saja, Seokjin tetap bersikeras untuk melihat keadaan sahabatnya itu secara langsung. Menyebalkan.

Jimin meletakkan makanannya dengan sedikit sentakan kemudian bangkit dan keluar dari sana. Niatnya untuk mengisi perut lenyap begitu saja, nafsu makannya hilang.

"Jimin."Seokjin berusaha memanggil adiknya, namun Siwon terlebih dulu menahannya, mencegah Seokjin bergerak terlalu banyak.

"Jimin benar, kau tidak perlu memikirkannya."

"Aku juga dokter, paman. Kau mungkin bisa mengatakan itu pada Jimin, tapi tidak denganku." sahut Seokjin lirih. Sementara Siwon menghela napas, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain—tak ingin terpaku terlalu lama pada manik kelam milik sosok yang tengah menuntut penjelasan lebih darinya itu.

"Aku ada di sana, paman. Bersama Namjoon saat itu, aku melihatnya." airmata Seokjin menetes saat melanjutkan kalimatnya. Seokjin ketakutan, ingatannya terlempar jauh pada masa lalu, di hari dimana dia kehilangan keluarganya. Hari dimana semua hal yang terjadi padanya berawal. Seokjin tidak ingin kehilangan lagi—dengan cara yang sama.

FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang