(SAFIRA)Pukul 8 pagi. Aku sudah duduk di dalam kelas, di ujung lantai 2. Orang pertama yang aku temui selain Pak Bowo adalah Asih. Kami kenal saat pengenalan lingkungan. Asih cantik. Tingginya sedikit lebih pendek dariku. Dia sangat pendiam. Bahkan sering menunduk. Dan sekarang, kami duduk bersebelahan.
Kelas dimulai 30 menit berikutnya. Dua puluh menit pembentukan struktur kelas sebelum dosen masuk. Setelah memilih seorang asisten dosen Pak Anung menjelaskan tentang tugas-tugas SKS. Dan, tugas pertama tentang anatomi tumbuhan. Membuat makalah dan sampel tumbuhan untuk dipresentasikan di pertemuan berikutnya. Setelah Pak Anung yang karismatik keluar, kuliah selesai.
"Aku pikir kuliah adalah lelucon!" seruku heran pada Asih. "Beda sekali dengan sekolah sebelum-sebelumnya. Apa semua universitas seperti ini atau jangan-jangan Cuma universitas ini?"
Asih tersenyum. "Yah, aku dengar memang seperti itu kurang lebih. Tapi, dari situ seorang mahasiswa dituntut berpikir dan bersikap dewasa, bukan?"
Aku mengangguk, memasukkan buku catatan ke dalam tas selempang.
Tiga orang perempuan mendatangi Asih. Satu yang di depan terlihat mencolok sekali. Rambut keriting yang dikuncir satu bergerak-gerak saat kaki jenjangnya yang terbalut high hils melangkah.
Tanpa aling-aling, "Heh, pecundang! Jangan lupa, ada tugas. Jadi, siapkan tugasku dengan baik atau aku akan menghancurkanmu menjadi berkeping-keping!"
Dalam posisi menunduk Asih mengangguk.
"Heh!" perempuan itu membentak. Dengan satu jarinya yang berhiaskan kutek hitam, secara perlahan, dia mengangkat dagu Asih. "Kalau aku bicara, lihat aku, tatap mataku! Dengar!!"
Lagi-lagi Asih hanya mengangguk, tanpa ekspresi menatap mata perempuan itu. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Bukankah hal ini kelas baru? Bagaimana mereka saling mengenal? Siapa perempuan itu?
"Bagus." Perempuan itu melangkah dengan dua temannya, meninggalkanku kursi Asih.
"Siapa mereka?" Aku berdiri dari kursi dan menghampiri Asih.
Asih seolah enggang menjawab. Tapi, akhirnya, "Nana Nely. Dulu kami satu sekolah. Dan seperti biasa, dia selalu menindasku. Sudah biasa, sudahlah!" Asih berdiri membawa tasnya.
"Tapi, Sih. Harusnya orang kayak gitu enggak boleh didiemin. Bisa-bisa keterusan nanti." Aku mensejajari langkah Asih.
"Sudahlah, Safira. Sudah biasa kok." Asih mencoba tersenyum.
"Tapi, kalau dia nyakitin kamu?"
"Enggak. Dia enggak bakal nyakitin aku." Ada rasa ragu dalam ucapannya. "Ke kantin, yuk?"
Aku mengangguk.
#
(SURYA)
"Eh, nona cantik ada disini. Enggak ngajakin, nih!" aku membawa semangkuk bakso, duduk di meja Safira. Sambil makan mi ayam dia ngobrol dengan temannya, mungkin. Aku belum pernah melihatnya.
"Hey, gimana hari pertama masuk kelas?" Safira tersenyum, manis sekali. Ah lupakan!
Aku ikut tersenyum. "Baik-baik saja. Ya, seperti biasa." Aku menyendok kuah bakso. "Oh, iya. Ada nona cantik satu lagi nih! Siapa ya?" pancingku.
"Ah, bisa aja kamu. Kenalin ini Asih. Asih, ini Surya."Akhirnya, Safira mengenalkannya. Aku menjabat tangannya yang terasa lembut, "Surya, Baga Surya"
"Asih, Sri Asih" Dia tersenyum lagi. Ah, kenapa tiba-tiba senyuman itu mengalahkan senyuman Safira dan semua jenis senyuman di dunia yang pernah aku lihat?
"Gimana buat tugasnya sudah ada sampel tumbuhan?" Safira ngobrol lagi dengan Asih. Aku asyik makan bakso sambil nyimak, sama curi-curi pandanh dikit. Hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVILANGEL
FantasiaIni adalah sebuah cerita tentang manusia pemilik kekuatan. Pewaris kekuatan abadi. Manusia setengah iblis, juga manusia setengah malaikat. Bukan sekadar kisah cinta, tapi juga persahabatan, dan sesuatu yang disebut sebagai kehidupan. ...