GAK CANGKOL SANA-SINI

58 5 0
                                    

     Hay..? Hari ini aku baik-baik saja. Bulan Ramadhan kali ini lancar, meski tanpa wanita yang mengucapkan semangat menjalankan ibadah puasa. Sudah berapa tahun aku tidak kalimat sayang tidak terdengar. sudah terbiasa dengan hal itu, membuat hati ini semakin kokoh untuk berkembang sendiri. Entahlah,  aku juga tidak tau kemana akan mengalir air sungai, ke mulut samudra atau mungkin ke ujung air terjun.

     Kupikir hari ini cerah tanpa mendung, ternyata tidak demikian. Seperti santan kelapa, manis tapi seperti kurang kental. Entahlah aku juga tidak mau menahu untuk hal seperti itu yang akan membuang waktu. Tetap pada roda yang berputar, mempersiapkan diri saat posisi di bawah.

     Tetap saja menyebalkan, saat hal itu datang lagi dan lagi. Mungkin dengan seruas buku bisa mengalihkan imajinasi ke dimensi lain. Aku pun mencoba mengambil buku di rak (belum sempat beli buku baru).

     Mengawali langkah mata ku di kota London. Memposisikan diri sebagai tokoh utama di dalam novel yang kubaca. Sebuah proses merajut aja dari hilangnya kepercayaan sesama manusia. "Ah sial..." lagi-lagi aku tidak bisa fokus dengan hayalan itu. Lagi-lagi adegan dalam cerita sedang alur mundur. Dimana ironinya, wanita pujaan itu kembali di kehidupan baru. Hal itu membuat aku geram pada diri sendiri yang terlalu payah.

     Tidak mudah untuk berputus asa. Aku mencoba mencari angin di luar rumah. Alih-alih basecamp sedang ramai. Aku pun mampir untuk mencari kesenangan dengan teman-teman pelawak. Diantaranya ada yang mengajak bermain gaple, aku menerima tawaran salah satu dari teman. Karena bermain gaple adalah permainan otak, kupikir bisa untuk mengalihkan kinerja otak ke hal yang lain.

     Satu, dua sampai tiga ronde. Kami berdua kalah telah oleh sepasang bocah dari toko galon seberang. Aku pun menerima makian si kawan, karena kami tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku hanya bisa menghela napas mendengar caci maki itu. Memang bukan judi, baginya ini tentang kehormatan, karena bagi siapa yang kalah harus joget di pinggir jalan raya sampai habis musik.

     Tidak masalah bagiku menerima hukuman itu, menyenangkan. Aku dan temanku mulai berjoget tiba musik dangdut dinyalakan. Wajah temanku yang awalnya merah padam, harus menahan tawa melihat diri sendiri seperti orang gila. Bukan hanya kami yang tertawa, seluruh teman basecamp juga ikut tertawa. Malam ini adalah malam minggu, jalan aspal di penuhi oleh makhluk-makhluk berkasmaran. Hampir seluruh pasang mata dari pengguna jalan tertuju pada kami yang sedang berjoget goyang bebek ala arti sialan, kami menjadi sorotan. Untuk menahan rasa malu, kami semakin manjadi-jadi melakukannya, layaknya orang gila.

     Musik telah habis, berakhir pula hukuman kami. Saat kembali ke kursi santai, bayangan nyata itu berselisih denganku. Ia dengan pacar barunya membuat luka akan kering kembali basah.

     Memang sesak, tapi bukan itu yang ingin aku sampaikan. Aku yang belum bisa memaafkan diri sendiri, mungkin itu penyebabnya. Belum bisa berdamai pada diri sendiri, yang kukira semua sudah baik-baik saja. Ternyata tidak semudah apa yang tertulis, nyata kali ini masih menggeram dalam dada.

Aku tidak tau kemana air akan mengalir, tapi aku berharap berakhir ke laut lepas. Terkadang melihat kebahagiaan orang lain, membuat diri ini menjadi risih, dengki.

Namun bukan itu yang aku maksud, hanya saja aku sadar bahwa diri ini masih lemah untuk menghadapi perih.

Aku adalah manusia biasa, tidak sekuat gorila dan tidak sesangar singa. Aku tidak lebih seperti topeng monyet yang sedang menghibur penonton, yang padahal diri sendiri tersiksa di ikat. Sok kuat tidak membutuhkan bantuan.

Walaupun begitu, aku masih sadar bahwa aku adalah manusia yang masih lemah nan payah. Karena itu adanya teman, mereka adalah penyangga sebenarnya.

Sebenarnya manusia adalah makhluk yang lemah, maka dari itu kami bersatu untuk kuat. Saling menutupi kekurangan, seperti menempel lubang pada ban yang bocor agar motor tetap melaju.

"Mi.. tadi aku lihat mantan jalan dengan pacar barunya" kataku sambil tertawa.
"Alahhh palingan modal duit bapaknya, makanya dia mau" kata Helmi.
"Yang penting kan duit cuk" kata Daduk.
"Boss.. kita laki cuk, ada harga diri. Untuk apa mewah-mewahan, naik mobil bapak tapi rokok batangan. Mending aku kayak Daduk, motor butut rokok berbungkus. Gak nyangkol sana sini..."
"Hahahahaha... kimak... kimak...". Pecahlah suasana kios pada malam itu.

BELUM ADA JUDULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang