Hujan turun sangat deras ketika kami bertiga sampai di rumahku. Saat itu, kondisi rumah masih sepi. Kak Bunga belum pulang dari kantor, karena biasanya dia pulang sekitar jam 6 sore atau 7 malam. Sedangkan Veno, hari ini dia ada jadwal mengajar les anak tetangga, jadi pasti pulang sekolah Veno tidak mampir ke rumah lebih dulu.
Aku mempersilahkan Nina dan Aika untuk masuk ke rumah dan menunggu di ruang tamu, selagi aku mengambil handuk kering untuk mereka. Maklum, karena hujan yang deras kami jadi kebasahan karena harus jalan beberapa meter dari tempat turunnya mobil sampai ke rumahku. Sebenernya, bisa saja mobil itu berhenti tepat di depan rumahku kalau saja mobil yang kami tumpangi tidak mendadak mogok. Mau tak mau, kami harus berlari menuju rumahku.
"Kalian mau minum susu anget, gak?" Tanyaku kepada Nina dan Aika ketika mereka sedang sibuk mengeringkan rambut mereka dengan handuk kering.
"Boleh tuh. Dingin banget sumpah." Jawab Aika bersemangat, memang dilihat dari penampilan, yang paling kedinginan adalah Aika. Wajahnya saja sudah sangat pucet dengan badan yang sedikit menggigil. Sedangkan Nina masih terlihat biasa saja, walau aku tahu dia juga pasti kedinginan. Karena aku juga kedinginan.
"Nina gimana?"
"Gue teh anget aja, Cha. Gak suka susu."
"Oke, aku ke dapur dulu ya. Kalian masuk ke kamar aku aja, ganti baju kering di lemari." Kataku sambil berjalan ke dapur. Nina dan Aika mengikutiku dari belakang. Rumahku, termasuk tipe rumah yang sederhana. Rumah ini hanya memiliki tiga kamar. Tadinya, kamar utama dijadikan kamar untuk kedua orangtuaku. Namun, karena mereka sudah meninggal, kamar utama dijadikan kamar untuk Kak Bunga. Sedangkan aku menggunakan kamar kedua dan Veno menggunakan kamar paling belakang.
Setelah aku membuatkan susu dan teh panas untuk Nina dan Aika, aku langsung menyusul mereka di kamarku. Di dalam sana, mereka sudah mengganti seragam mereka dengan baju keringku. Mereka sedang tiduran di atas ranjang kecilku sambil bermain ponsel mereka masing-masing, ketika melihat kedatanganku mereka langsung bangun dan menghampiriku dengan wajah tersenyum lebar.
"Cha, ada kabar baik." Seru Nina bersemangat, sambil mengambil alih teh panas dari atas nampan yang aku bawa.
"Kabar apaan?" Tanyaku penasaran, menatap Nina dan Aika bergantian. Wajah mereka senyum-senyum tidak jelas, membuatku ingin tertawa karena melihat wajah konyolnya. Ngomong-ngomong, orang cantik kalau ketawa tidak jelas, tetap cantik dan mempesona ya? Coba aku yang senyum-senyum seperti itu, pasti orang yang melihatnya akan menimpuk wajahku dengan buku.
"Kak Nicky putus sama Kak Diana." Sahut Aika kemudian.
Tunggu, apa mereka bilang? Putus? Aku terdiam di tempat mendengar kalimat Aika barusan. Tak tahu harus bereaksi senang apa sedih. Tapi, kalau sedih, buat apa aku sedih? Lagian mereka putus bukan salahku, kok. Bahkan aku belum resmi berkenalan dengan Nicky sebelum mereka putus, kan?
"Tapi, itu seriusan? Kabar dari mana?" Tanyaku memastikan, tidak ingin terlalu mempercayai kabar burung tersebut.
"Kak Diana apdet di instastorynya. Bilang kalau, hubungan selama tiga tahun ini harus berakhir sampai di sini saja." Aika menjelaskan, sambil membaca ponselnya yang memperlihatkan isi instastory milik Diana.
"Cha, kok bengong, sih?" Nina membuyarkan lamunanku. Aku menerjapkan kedua mata kaget.
"Ya, aku harus gimana emang?" Tanyaku dengan nada pelan, sambil jalan dan duduk di kursi dekat meja rias sekaligus meja belajarku. Nina dan Aika duduk di pinggiran ranjangku. Mereka berdua menatapku lamat-lamat.
"Ya gak gimana-gimana." Sahut Aika dengan wajah polos. Nina di sampingnya menatap Aika sebal, kemudian memukul wajah Aika dengan guling di ranjangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girlfriend is (not) Ugly -[ON HOLD]
Teen Fiction"Tidak semua pemeran utama itu memiliki wajah yang cantik, mulus, pinter, kaya, populer, dan gaul." - Rosa Ashalina *** Namaku, Ocha. Perempuan berumur 15 tahun yang membenci hidup karena terlahir jelek. Jelek bukanlah masalah, jika kamu bisa hidup...