enam

207 20 6
                                    

Yani- pria itu tiba di sebuah tempat nongkrong yang menyediakan berbagai macam kopi.

Ia lantas memilih tempat paling pojok untuk ia duduki. Pria Purwerjo itu, kemudian segera meminta kopi hitam americano sebagai teman nyebatnya.

"Pak Yani."

Seorang Pria tiba-tiba menghampirinya, pria itu menarik kursi di depan Yani dan langung mendudukinya tanpa permisi.

"Pak Gino," kata Yani datar

Gino kemudian mengeluarkan rokok dari balik saku jasnya dan mulai menikmatinya. "Pak, bagaimana hari ini? Baik atau tidak?" Tanya Gino memulai percakapan.

"Ya begitulah pak... nggak ada yang spesial buat saya."

Gino mengangguk paham, mungkin ini saatnya ia menjalankan rencana untuk membuat Pria itu menjadi menantunya.

"Kemarin saya baru saja ditabrak seorang gadis. Sepertinya, dia blasteran," ucap pria itu,

Gino hanya mengangguk-angguk, ia kembali menghisap benda kecil berbentuk tabung panjang itu. "Pak, saya mau tahu soal bapak."

Yani tertegun mendengar penuturan Gino apa-apaan maksudnya? Batinnya tak mengerti.

"Coba, bapak ceritakan tentang diri bapak," pinta Gino.

Yani mengangguk paham, Pria itu kini meneguk kopinya dan mulai bercerita.
"Saya Yani, lahir di Purwerjo. Jawa Tengah..."

"Cuma itu?" Potong Gino,

Yang membuat Yani memutar bola matanya malas, pria itu pun melanjutkan kalimatnya.

"Pak, mohon maaf saya belum selesai. Jangan dipotong."

"Maaf, lanjut. Pak."

"Saya lulus dari HIS tahun 1935, lalu saya memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan, saya ke MULO, lulus tahun 1938. Lalu saya ke AMS, tapi karena saya lelah... saya memutuskan untuk rehat. Akhirnya saya ikut PETA di Bogor-"

"Saya tahu PETA di Bogor, pak. Saya tidak peduli tentang pendidikan bapak, saya tahu bapak orang pintar itu terbukti dari pak Nas yang selalu menginginkan bapak menjadi pendampingnya saat beliau pergi atau ada penugasan," potong Gino, ia sudah tahu tempat-tempat Yani menempuh pendidikan dari Nas maupun Bonar, yang ia ingin tahu sekarang adalah pria Puwerjo ini tengah single atau tidak.
Namun untuk to the point secara langsung Gino masih menghormati privasi Yani.

"Lantas, apa yang pak Gino inginkan sebenarnya? Kalau begitu? Saya sudah memberitahu profil saya, dan tempat dimana saya menganyam pendidikan," Yani tetap sabar meskipun hati kecilnya terus-terusan merutukki Mentri yang menikah dengan orang Inggris itu.

"Untuk sekarang bapak sedang single atau tidak?" Mau tidak mau Gino akhirnya to the point

"Untuk apa pak Gino menanyakan ini? Aneh sekali," batin Yani

"Untuk saat ini. Iya, saya sedang fokus dengan karir saya pak," jawab Yani

Gino tersenyum puas kalau begitu ia akan menyusun strategi agar Yani bersedia dijodohkan dengan putrinya, mungkin selanjutnya ia bisa minta tolong pada Nas, Bonar, ataupun Bung besar alias Soekarno mengingat ia salah satu Mentri terbaik di kabinetnya.

"Kalau saya boleh tahu, tipe wanita bapak itu seperti apa?" Tanya Gino lagi, yang membuat Yani mau tidak mau mesti menjawabnya.

"Saya tidak muluk-muluk pak, saya bukan Sutan Syahrir atapun Bung besar yang senang sekali poligami. Maaf untuk itu, ataupun pak Kanto, asisten menteri yang beruntung karena pernah tidur dengan Marilyn Monroe. Saya suka wanita yang biasa saja, dan nyambung jika diajak berdiskusi. Yang paling utama dia sayang orang tuanya."

"Kalau londo, bagaimana?"

Yani menghembuskan nafas kasar ia lalu kembali menjawab pertanyaan aneh Gino, "itu tergantung yang Maha kuasa, Pak. Yang terpenting kedua orang tua saya merestui," tuturnya.

Gino tersenyum puas, kalau begini ia sudah yakin bahwa ia akan menjadikan Asisten Abdul Harris Nasution ini sebagai mantunya kelak.








Bersambung...🤍

Happiness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang