Aroma obat menyeruak ke dalem indera penciuman gue, samar-samar penglihatan gue membaik, ruangan bernuansa putih dan abu-abu mendominasi di penglihatan gue.
Hal pertama yang gue lihat adalah mama kak doyoung yang duduk disofa gak jauh dari ranjang rumah sakit.
"Mah." gue manggil dia dengan suara serak.
Mama kak doyoung natap gue sejenak terus nyamperin gue sambil meluk gue.
"Akhirnya kamu sadar juga." mama kak doyoung meluk gue sambil nangis sesegukan.
"Kak doyoung mana mah?" mama kak doyoung berhenti nangis terus natap gue sendu.
"Nanti ya mama anter, sekarang kamu istirahat dulu." gue kecewa sama jawaban mama, gue takut kak doyoung lebih parah dari gue, karena gue kak doyoung pasti luka parah.
"Gamau mah, adek mau liat kak doyoung sekarang." gue mau turun dari ranjang tapi tiba-tiba kak taeyong masuk ke ruang inap gue dengan perban dikepala dan tangan yang di gips.
"Kak.." gue nahan air mata gue yang hampir turun, secara gak langsung gue keinget kejadian yang lalu.
Kak taeyong ngehampirin gue yang sekarang terduduk di lantai sambil nangis.
"Gue gak papa dek, ayo naik, lo harus istirahat." kak taeyong ngecoba buat ngebopong gue kembali ke ranjang, tapi lagi-lagi gue tetep kekeuh mau ketemu kak doyoung.
"Lo harus mikirin kesehatan lo dulu dek, tolong dengerin gue." gue ngelepas genggaman tangan kak taeyong.
"Yaudah adek mau ketemu kak doyoung sendiri." baru aja gue mau jalan keluar kak taeyong narik gue.
"Lo gaboleh egois! Pikirin dulu hidup lo sendiri!" kak taeyong menaikan suaranya satu oktaf, gue hafal, kalo kak taeyong begini, itu artinya dia marah.
"Gimana mau mikirin diri sendiri kalo gue gatau keadaan kak doyoung sekarang! Lo yang harusnya gak boleh egois kak!" gue keluar ruang inap gue, celingak-celinguk nyari kamar inap kak doyoung, sampe dilorong akhir, tertera nama Kim doyoung didepan pintu.
