18: Pagi Empat Belas Februari

259 58 47
                                    

Pagi itu adalah hari sabtu, tepat tanggal 14 februari tahun 1987. Joice masih setia di kamarnya, bersua dengan kasur, guling, dan bantal empuk. Padahal sekarang sudah jam setengah tujuh, namun gadis itu masih tidak ada niatan untuk bangun.

Biarlah. Lagipula itu hari libur, kan?

"Joice!" panggil ibunya dari luar kamar. "Jo!"

"Hmm?" jawabnya dengan malas.

"Bangun, Jo!" ujar wanita itu. "Ini udah pagi lho!"

"Lima menit lagi," jawabnya.

"Bangun sekarang!" ujar wanita itu. "Ada yang nungguin!"

Joice bertanya dengan malas, "Siapa?"

"Artha," ucap wanita itu.

"Oh, Artha..." Joice masih tidak fokus.

Gadis itu duduk di atas kasurnya. Ia mengusap-usapkan tangan di matanya, lalu ia pun menguap. Ia membutuhkan waktu beberapa detik untuk benar-benar mengumpulkan kesadaran dan mencerna ucapan ibunya barusan.

"Eh?" Joice tersadar kan sesuatu. "Artha?!"

Joice langsung bangkit dari kasurnya, kemudian ia berlari menuju cermin di kamarnya. Gadis itu mengikat rambutnya agar terlihat sedikit rapi, lalu mengganti piamanya dengan kaos yang lebih santai. Ia mengusap-usap wajah-entah untuk apa, mungkin agar tidak terlihat berantakan setelah bangun tidur.

Kemudian ia membuka pintu kamarnya, dan segera berjalan menuju ruang tamu. Namun ekspresi gadis itu berubah ketika tidak mendapati seorang pun di ruang itu.

"Ma!" ujarnya, sambil memasang wajah datar.

"Apa?" jawab wanita itu.

"Artha mana?" tanyanya.

"Nggak ada," jawab beliau.

"Hah?" Joice bingung.

"Itu tadi cuma umpan biar kamu cepet bangun," jawab ibunya tanpa dosa.

Joice menganga, tidak percaya bahwa ibunya bisa seperti ini.

"Makasih, Ma," ucap Joice, sedikit menyindir.

"Iya," jawab wanita itu.

Tunggu!

Otak Joice kembali diserang sebuah pertanyaan. Mama kenal Artha dari mana? Joice membatin.

"Ma," panggil Joice.

"Apa?" jawab ibunya.

"Mama kenal Artha dari mana?" Joice bertanya.

"Dari Arsel," jawabnya.

"Arsel?" Joice bingung.

"Katanya kamu suka sama anak yang namanya Artha, jadi Mama sebut nama dia biar kamu cepet bangun!" jawab wanita itu panjang lebar.

Joice hanya mampu menahan malunya. Susah payah ia menyembunyikan perasaan itu dari sang ibu, namun Arsel malah membocorkannya begitu saja-entah pula kapan sahabatnya itu memberitahu ibunya.

Merasa tertipu dan masih mengantuk, Joice pun hendak kembali ke kamarnya.

"Jo, kamu mau ke mana?" tanya ibunya.

"Mau ke kamar," jawabnya.

"Loh, udah bangun kok malah mau tidur lagi?" tanya beliau.

"Masih ngan-"

Ucapan Joice terpotong karena adanya dering telepon dari meja di dekatnya. Ia melirik benda padat itu, kemudian membiarkannya terus berdering dan meninggalkannya menuju kamar.

Melodi KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang