Sheila duduk disebuah kedai kopi dijakarta. Gadis itu sedang membaca novel seorang diri ditemani dengan secangkir cokelat panas, sehabis dari restoran miliknya. Hujan deras mengguyur ibukota, apalagi Sheila hanya berjalan kaki menuju restoran miliknya, untuk mengurangi rasa dinginnya. Ia menghangatkan tubuhnya dengan secangkir cokelat panas.
Sheila memang mempunya restoran didaerah jakarta pusat. Gadis itu sudah merintis restoran sejak ia menginjak kelas delapan SMP. Hanya bermodalkan tempat makan kecil kecilan. Kini sudah menjelma menjadi sebuah restoran yang sangat megah, tidak ada yang tahu bahwa pemilik restoran mewah itu adalah Sheila. Teman satu sekolahnya hanya tahu bahwa Sheila hanya gadis dingin yang tidak mempunyai apa apa.
Sheila termenung, ia mengakhiri membaca novelnya. Gadis itu menyeruput cokelat panasnya, menatap kearah jendela. Hujan masih sangat lebat, bahkan sepertinya langit sedang bersedih. Makanya dia menumpahkan semua kesedihannya kebumi, agar semua orang tahu bahwa langit sedang berduka. Sama seperti dirinya yang sedang berduka jika mengingat seseorang, yang sudah termasuk kedalam masa lalu Sheila.
Sheila menghela nafas pelan. Kenapa masa lalu itu selalu melintas dibenaknya, padahal dia sudah menguburkannya dalam dalam. Agar tidak ada yang tahu bahwa masa lalu Sheila yang sangat hitam. Masa lalu yang sudah membuatnya menjadi seperti ini. Sheila ingin berlari agar masa lalu itu tidak mengejarnya terus menerus. Namun sial, sepertinya memang dirinya ditakdirkan untuk selalu memikirkan hal itu.
Sheila memainkan jemarinya, ia takut suatu saat nanti ada orang yang tahu jika Sheila memiliki masa lalu yang kelam. Atau mungkin orang itu akan masuk kedalam kehidupan Sheila, dan tentunya dia akan tahu masa lalu Sheila. Sheila tidak mau ada orang tahu, Sheila tidak mau semua orang tahu identitasnya sebenarnya. Dia takut kejadian pahit itu terulang lagi, dimana saat semua orang menjauhinya hanya karena Ibu nya seorang pelacur dan ayahnya seorang pejudi.
“Sheila ....”Panggil seseorang. Dan itu sontak membuyarkan lamunan Sheila.
Sheila yang merasa dirinya dipanggil. Ia mendongak, saat melihat lelaki tampan didepannya. Gadis itu langsung beranjak membawa tas kecilnya, Sheila hanya meninggalkan uang selembaran dimeja. Untuk membayar cokelat panas yang ia pesan tadi.
Sheila terus berlari. Menembus hujan yang masih mengguyur ibukota. Bajunya basah kuyup karena guyuran hujan. Tetapi Sheila tidak peduli, dia hanya ingin lolos dari kejaran lelaki itu, air matanya lolos jatuh. Petir sangat terdengar diatas langit sana. Seakan tahu semesta tahu bahwa sedang menangis. Sheila terus berlari, meninggalkan lelaki itu. Dia tidak mau bertemu, jangan kan untuk bertemu melihat wajahnya saja Sheila tidak mau.
“SHEILA TUNGGU!”Teriaknya. Cowok itu terus berlari, mengejar Sheila yang tidak menoleh sedikitpun.
“Sheila ...!”Ucap cowok itu. Dia berhasil mengejar Sheila. Cowok yang tidak diketahui namanya itu mencekal lengan Sheila erat.
Sheila meronta. Ia ingin melepaskan cekalan cowok dihadapannya, tetapi tenaga sudah habis. Dia hanya bisa pasrah, air matanya terus mengalir bersama derasnya air hujan yang membasahi wajah cantiknya.
“Sheila, gue mohon jangan pergi.”Ucap cowok itu. Ia menatap Sheila yang sedang menunduk.
Sheila mendongak. Menatap cowok itu dengan tatapan benci, ia muak. Ia sangat membenci cowok dihadapannya. Ia melepaskan paksa cekalan cowok yang tidak diketahuinya namanya itu.“Pergi, Arthur.”
Arthur menatap Sheila dengan tatapan menyesal. Ia mencoba memeluk Sheila, namun Sheila menjauh. Setelah itu gadis itu berlari, Arthur kembali mengejar Sheila. Melihat Sheila seperti itu rasanya sangat sakit, Sheila benar benar sudah berubah. Dia bukan lagi Sheila yang ceria. Berbeda dengan sekarang yang begitu dingin jika menatap orang lain. Arthur tahu, ini semua salahnya. Salah karena dirinya Sheila seperti ini. Karena dirinya Sheila menyimpan banyak luka. Luka yang tidak pernah orang ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEIKAI [On going]
Teen FictionNamanya Sheila Andrea, gadis dingin, kehidupannya tidak pernah dihiasi dengan senyuman. Hari demi hari, wajahnya selalu berekpresi datar, seolah senyuman darinya itu sangat tidak boleh ditampakan kepada orang lain. Sheila sangat membenci masa laluny...