DELUSION

42 8 0
                                    

By : Orihim3

Aku menatap danau buatan di depanku sambil menenteng tas dengan erat ditangan. Sesekali angin semilir menghembus ke rambut panjangku, seakan-akan meniupkan seluruh rasanya untuk membelai rambut lembut yang aku miliki. Dengan mengenakan dress peach selutut dan jaket jins berwarna biru laut hadiah dari seseorang, aku berdiri dipinggir danau menunggu si pemberi hadiah dengan sumringah.

Rasa tidak sabar untuk bertemu dengannya semakin menjadi-jadi. Ya, karena beberapa hari ini kami jarang bertemu, dia hanya menemuiku sesekali saja karena sibuk. Dia adalah seorang dokter.

"Apa kau sudah menunggu sejak tadi?"

Aku merasakan seseorang menggenggam tanganku, aku yakin dia adalah Eric, tunanganku tercinta.

Kepalaku menoleh kearahnya, aku berikan senyum termanisku. "Kau lama sekali, aku kedinginan menunggumu," protesku mencebikkan bibir.

Dia terlihat gemas, tangannya terulur mengelus pipiku yang sudah kemerahan diterpa udara. Hujan cukup deras mengguyur bumi, membuat partikel-partikel udara menjadi sangat dingin.

"Pipimu seperti es," ucapnya dengan senyuman yang selalu mampu membuatku luluh. Padahal, justru tangannya lah yang sedingin es.

Aku menyentuh tangannya yang masih mengelus pipiku. "Aku lapar."

"Baiklah, ayo kita pergi ke restoran dekat sini," katanya mengandeng tanganku, menarikku untuk berjalan mendekat disampingnya.

Aku tersenyum dalam tundukkan, Eric adalah laki-laki paling lembut dan paling perhatian yang pernah aku kenal.

Setelah aku dan Eric berpacaran lebih dari empat tahun, akhirnya kami memutuskan untuk bertunangan, lima bulan yang lalu. Dan kami berencana menikah bulan depan.

Kami bergandengan tangan tanpa rasa malu, menyusuri trotoar, langkah demi langkah sambil terdiam. Kendaraan lalu lalang tidak terlalu ramai. Banyak orang yang juga berjalan bersama kami, ntah itu searah atau berlawanan arah.

Eric masih menggenggam tanganku erat. Bahkan aku sudah tidak peduli, jika orang-orang melihat kearah kami dengan pandangan yang aku tahu pasti, jika mereka akan membicarakan kami di belakang sembari berbisik-bisik.

Aku masih tidak peduli, yang aku tahu aku bahagia bersama Eric saat ini.

Akhirnya aku memutuskan untuk makan disalah satu restoran fast food terdekat. Aku memesan dua buah cheese burger dan dua gelas minuman bersoda berwarna hitam. Ku lihat Eric sudah duduk di kursi paling pojok dekat jendela, tempat aku meletakkan tas tadi. Setelah aku selesai membayarnya, aku buru-buru menghampirinya, duduk di depannya.

Eric memandang keluar kaca jendela dengan pandangan sayu, dia melipat tangannya ke depan dada, sungguh keindahan yang luar biasa melihat tubuh kekar Eric berbalut kemeja putihnya. Dia nampak lelah, mungkin karena dia sangat sibuk bekerja untuk biaya pernikahan kami akhir-akhir ini.

Aku berdeham. Eric mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Kau memesan dua porsi?" tanyanya.

"Tentu saja," jawabku pelan

Dia menghela napas. "Kau tau bukan kalau aku tidak bisa memakannya?"

Aku tertawa, cukup keras hingga beberapa pasang mata menatapku heran.

Aku balas menatap mereka satu persatu dengan perasaan malu, lalu menutup mulutku sendiri, karena aku pikir mereka terganggu dengan suara tertawaku yang berlebihan.

Setelahnya, aku mulai memakan burgerku.

.

Hari sudah mulai gelap, aku mengajak Eric ikut ke rumahku. Kami menaiki taksi, karena aku dan Eric tidak membawa kendaraan sendiri.

Short Stories Of You and I Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang