GADIS HUJAN

54 7 0
                                    


By: MuhammadFaizulwashil

*************************

Hujan kembali mengguyur bumi Cikarang. Kabut hilang bersamaan dengan rintik-rintik air yang seakan tidak ada habisnya. Desember, bagiku adalah  bulan terparah dalam tahun ini. Hampir setiap hari, dari pagi sampai malam hujan turun membasahi kota pabrik ini. Meski  hanya sekedar gerimis, selalu saja membuat sedikit menghambat aktivitasku sebagai pekerja keras. Namun semua itu, aku sangat sadar bahwa hujan selalu membawa keberkahan.

Sore itu aku duduk di halte, menunggu mikrolet untuk pulang ke kontrakan. Rumah kontrakanku berada sekitar 7 km dari tempakku bekerja. Untuk mempercepat perjalanan, aku memilih mikrolet karena selain lebih cepat, juga lebih ekonomis.

  Jumat sore, hatiku senang, pasalnya sabtu minggu pekerjaanku libur. Waktu yang  kutunggu-tunggu, mengingat selama sepekan, pekerjaan benar-benar memeras tenaga dan otak. Bekerja di sebuah perusahan elektronik yang sudah kujalani dua tahun, boleh dibilang pekerjaan yang diidam-idamkan, namun juga  memiliki tingkat kejenuhan yang tinggi. Bagaimana tidak, dari jam  tujuh pagi sampai jam lima sore, harus bergelut dengan barang-barang elektronik. Aku sendiri mendapat bagian merakit kerangka TV, DVD, dan barang-barang elektronik lainnya. Untungnya perusahan tempakku bekerja sudah memakai system   komputerisasi yang sudah canggih.

Sudah hampir setengah enam. Hujan tinggal menyisakan gerimis.Mikrolet yang biasa kutumpangi sudah penuh sesak. Rasanya tidak mungkin aku menaiki mikrolet yang sarat penumpang disaat waktu hujan.  Bau pengap bercampur  asap membaur menusuk-nusuk hidung. Tidak tahan lama-lama didalamnya, kalau tidak mau pingsan.

Menunggu kendaraan yang tidak benar-benar penuh rasanya menjenuhkan. Mataku berkeliling kesana kemari untuk suatu keajaiban. Barangkali ada  tumpangan motor dari seseorang yang ku kenal. Yah, siapa tahu ada tetangga kontrakanku kebetulan lewat dan menawaiku tumpangan.Rasanya senang sekali jika hal itu terwujud. Seperti teman-teman sepekerjaanku yang lain, mereka sudah naik motor semua. Dan aku tidak ada kesempatan membonceng, sebab kebanyakan sudah ada yang mboking.

Sementara mataku sibuk mencari-cari keajaiban itu, pandanganku tertuju pada seorang wanita  berjilbab yang sibuk menawarkan payung. Sepintas ku anggap dia melakukan hal yangkonyol. Namun setelah lama ku perhatikan bahwa dia melakukan itu untuk membantu orang lain menyeberang supaya tidak basah. Sempat terlintas  dalam pikiranku, bahwa dia adalah seorang sukarelawan yang  membantu sesama manusia dalam kesulitan.

  Ku teliti lagi, sosok yang  tidak kenal lelah, menawarkan payung kepada seseorang yang kebetulan melintas di seberang halte. Ternyata bukan perempuan yang kumaksud saat pertama kali  terlintas dalam pikiran. Setelah kuperhatikan,  dia gadis yang masih mudah. Dan tentunya memiliki wajah yang cukup menarik.

Lama ku perhatikan dirinya. Menawarkan payung kesana kemari tanpa  memperhatikan sebagian bajunya yang  basah. Aku terenyuh, prihatin dan sekaligus simpatik. Jujur, dadaku sesak menyaksikan sebuah fenomena seperti itu.

Sejenak pandanganku teralihkan oleh suara makian seorang wanita setengah baya yang berdiri di ujung halte. Dia mengomel pada pengendara mobil yang melaju kecang saat melewati genangan air dan membasahi sebagian bajunya. Belum lepas dari kejadian itu, tiba-tiba aku dikejutkan kehadiran seseorang. Dihadapanku  gadis yang tadi kuperhatikan menyodorkan payung. Dengan senyum, dia mengucapkan sepatah kata yang tidak kumengerti.

“A.. U....A....YUNG...”  katanya membuatku bingung sekaligus heran.

Aku melongo. Bingung harus menjawab apa. Dia menyodorkan payung yang sudah terbuka. Buliran air membasahi wajah dan bajunya.

“Terima kasih,” jawabku sekenanya, sambil pandanganku  tertuju pada mikrolet yang baru berhenti, tidak jauh di sampingku. Sejenak ku perhatikan raut wajahnya yang polos dan dipenuhi guratan kesedihan, namun disisi lain, aku menangkap sorot matanya yang kuat, pertanda bahwa dia seorang yang tidak suka menyerah. Aku baru sadar, kalau sosok dihadapanku seorang wanita muda.  Ku taksir umurnya belum sampai dua puluh lima tahunan, atau bahkan lebih muda dari itu.

Short Stories Of You and I Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang