Chapter 5. Halilintar

5.7K 361 251
                                    

Author note:

-Author sarankan membaca chapter ini sambil mendengarkan lagu soundtrack Schindler's List Main Theme (https://www.youtube.com/watch?v=sFSWlfZ4CXM).

.

.

.

-BLAR!-

-DOR!-

Dua buah suara tembakan bersahutan hampir pada saat yang bersamaan.

Perlahan-lahan Blaze membuka matanya. "K-Kak Fang? Kak Hali?"

Kedua orang yang disebutnya tadi rubuh bersamaan. Orang ketiga yang rubuh adalah sang boss, Retakka itu sendiri yang kepalanya sudah berlubang terkena terjangan sebuah peluru

"KAKAK!" jerit Blaze yang menghampiri kakak tertuanya yang baru saja tumbang bersimbah darah. Kedua tangan Halilintar dilihatnya gemetaran hebat memegangi isi perutnya yang hancur akibat terjangan peluru Retakka itu.

"FANG! HALILINTAR!" Kapten Polisi Kaizo berdiri di pintu utama hotel itu dengan pistol yang masih mengepulkan asap berada dalam genggamannya. Ialah yang menembak dan mengakhiri riwayat Retakka. Wajah sang kapten terlihat pucat dan tegang ketika ia menghampiri adiknya yang bersimbah darah di sebelah Halilintar. Sementara di belakang Kapten Kaizo berjajar anggota-anggota kepolisian lain yang bersenjata lengkap dan langsung bergerak mengamankan hotel tua itu.

"S- Sakit ...," rintih Fang yang memegangi bagian pinggir perutnya yang ikut tertembus peluru ketika ia dan Halilintar melindungi Blaze dengan badan mereka.

Kaizo langsung memeriksa luka pada perut adiknya. Napasnya melega ketika melihat bahwa luka tembak pada perut adiknya itu tidak fatal. Peluru itu berbelok arah ketika melewati tubuh Halilintar dan menerjang bagian samping perut Fang. "Jangan bergerak Fang. Kami akan segera membawamu."

Setelah memeriksa adiknya, Kaizo beranjak menghampiri Blaze yang berlutut di sisi kakaknya. "Blaze, bagaimana-" kata-kata yang hendak diucapkan Kaizo mendadak berhenti ketika dilihatnya kondisi sahabat adiknya itu. "Halilintar?"

"Abang Kaizo .... Selamatkan Kak Hali ... tolong," pinta Blaze dengan lirih, menunjuk pada perut Halilintar yang terluka lebar dan isinya hancur berantakan.

Kaizo tidak bisa menjawab. Bahkan orang yang buta mengenai kedokteran atau forensik pun tahu bahwa sudah tidak ada harapan bagi Halilintar. "Maaf ... Blaze ...." Hanya itu yang terucap oleh Kapten Kaizo yang berusaha mengalihkan tatapan matanya dari pemandangan mengerikan itu.

"Kak Hali ... bangun kak ...." Blaze memegangi tangan kakaknya dan mengusapkan pipinya pada tangan kakaknya yang terbaring di sisinya. "Kak ... Kakak?" panggilnya di sela-sela lirihan pilu Blaze yang menyayat Hati.

"B-Blaze ...," bisik Halilintar di sela-sela napasnya yang semakin pendek. "Kamu ... tertua sekarang ... kamu... Thorn." Darah kembali menyembur ketika Halilintar mencoba bernapas dan terbatuk. "Jaga ... Ice ... Solar ... ingat ... pesan ... Kakek."

Dengan tersedu-sedu, Blaze memeluk badan kakaknya yang semakin melemah itu. Ia tidak mau kehilangan orang yang selama ini membelanya. "Blaze ingat, Kak ... Blaze ingat .... Bersatulah apapun yang terjadi .... Ayo Kak Hali, bangun ... Jangan tinggalin Blaze ... Ice, Thorn, Solar ... kami semua sayang Kak Hali."

Apapun Yang Terjadi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang