Chapter 4. Taufan

3.8K 240 61
                                    

Dari lantai kedua hotel itu Taufan bisa mendengar samar-samar suara orang yang sedang baku hantam di lantai pertama dan lantai ketiga. 'Katanya hindari konflik, tapi mereka berdua malah adu jotos,' pikir Taufan yang sedang bersembunyi di balik sebuah pilar besar. Sesekali disembulkan kepalanya sedikit mungkin untuk mengamati pergerakan beberapa penjaga yang mondar-mandir di sepanjang koridor yang membentang di hadapannya.

Yang membuat Taufan gelisah bukanlah penjaga itu, namun suara rintihan mengiris hati yang berasal dari beberapa kamar di lantai kedua hotel itu. Di beberapa kamar terakhir yang diintipnya, Taufan menyaksikan sendiri beberapa anak yang seumuran dengan Blaze disekap tanpa daya. Tidak perlu otak jenius untuk menyimpulkan apa yang terjadi pada adiknya setelah menyaksikan sendiri apa yang terjadi pada korban para penculik itu.

Entah sudah berapa lama Taufan bersembunyi di balik pilar itu, menunggu jumlah penjaga yang mondar-mandir di lantai itu berkurang. Dua dari empat penjaga yang dilihat Taufan tadi sudah tidak ada. Hanya tersisa dua orang saja yang masih tetap berada di lantai itu. 'Ngga ada jalan lain .... Baiklah, kuselesaikan secepat mungkin!'

Dengan langkah cepat, berjinjit dan tanpa suara, Taufan berlari secepat mungkin menghampiri kedua penjaga yang tersisa. Shinai nya diangkat di atas kepalanya. Targetnya adalah ubun-ubun dan leher dari kedua penjaga yang jaraknya sudah semakin dekat.

Hanya suara seperti desiran angin saja yang terdengar ketika Taufan mengayunkan shinai-nya. Pukulan telak mendarat pada ubun-ubun kepala penjaga pertama yang langsung pingsan. Belum sempat penjaga yang kedua bereaksi ketika Taufan menghantamkan gagang shinainya pada tenggorokan lawannya sekaligus mencegah penjaga kedua itu berteriak. Dengan gerakan berputar, Taufan mengayunkan shinai yang didorong momentum putaran badannya ke arah kepala si penjaga yang sudah terhuyung-huyung itu.

'Beres!' Batin Taufan puas setelah berhasil menghabisi kedua penjaga yang tersisa itu hampir tanpa bersuara sedikit pun.

Dari lantai pertama, Taufan dapat mendengar suara dua orang yang sedang baku hantam. Sementara dari lantai di atasnya hampir tidak ada suara samasekali yang terdengar. "Coba aku kebawah, mungkin Gempa perlu bantuan," gumam Taufan lembut sembari melangkah ringan menuju tangga darurat yang menghubungkan ketiga lantai hotel itu.

Dari balik pintu tangga darurat Taufan bisa melihat Gempa sedang berhadapan dengan seorang penjaga kekar yang meladeni seluruh serangan Gempa dengan relatif mudah. Bukan hanya meladeni, bahkan sempat membuat Gempa terpojok.

Apalagi ketika hidung Gempa terkena pukulan yang menyakitkan. Meskipun bukan Taufan sendiri yang menerima pukulan, ia dapat merasakan sakitnya ketika darah kakaknya mengucur dari hidung. 'Harus kubantu Gempa!'

Belum sempat Taufan keluar dari persembunyiannya di balik pintu darurat ketika ia melihat Gempa kembali menyerang. 'Bagus, Gem, gunakan kelincahanmu!' pekiknya dalam hati ketika melihat Gempa mengubah strategi dan mulai mendesak mundur penjaga yang dilawannya itu. Taufan baru saja akan bergabung ke dalam pertarungan itu dan membantu saudaranya ketika ia menyadari bahwa Gempa terlalu terfokus pada satu orang penjaga dan melupakan penjaga yang satu lagi, yang mengayunkan tongkat rotannya ke arah leher saudaranya.

Taufan menutup mulutnya erat-erat mencegah suaranya keluar ketika menyaksikan pemandangan yang sangat tidak ingin dilihatnya. Seluruh isi perutnya terasa diaduk-aduk ketika tongkat rotan mendarat pada leher Gempa, yang langsung terpatah dengan suara yang sangat menyakitkan untuk didengar.

Apapun Yang Terjadi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang