3. Buku

176 45 23
                                    

Saat itu, ada sebuah permainan anak remaja yang sangat terkenal.

Namanya, "Simon Say."

Cara mainnya, cukup dengan sebuah cermin dan setitik air suci yang diambil dari telaga Neozone.

Kalian cukup membaca beberapa mantra dan cerminnya otomatis akan berfungsi. Berfungsi seperti teknologi ajaib, yang membuat cermin tampak seperti memiliki nyawa dan suara.

Katakan "Simon." Lalu lanjutkan dengan apa yang ingin kalian tanyakan atau mainkan.

Contohnya. "Simon. Dimanakah aku dapat menemukan sebuah emas?"

Maka Simon akan menjawab. Dan memberikan arahan seperti. "30 langkah dari tempat kalian berdiri, lalu 10 langkah ke kanan, tepat dibawah pohon berdaun semi."

Jika ingin memainkan sebuah permainan dengan Simon, kalian cukup mengikuti apa yang diarahkan oleh Simon.

Kala itu, ada sekelompok remaja yang ingin bermain dengan simon. Mereka berkata, "Simon, beri kami sebuah permainan."

Simon memberi mereka permainan. Mereka diarahkan ke dalam hutan yang lebat dan mereka disana bermain petak umpat.

Saat itulah terakhir kali permainan "Simon Say" dimainkan, karna sekelompok remaja itu tidak dapat ditemukan, sampai saat ini.

Hutan lebat itu akhirnya menjadi area terlarang di kota Neo City, yang disebut dengan "area kematian Neo zone."
Dan ditutup sampai saat sekarang ini.

***

"Ih, Chan, ngeriii." Kata Renjun setelah membaca halaman terakhir dari buku yang berjudul "Simon Say" itu. Ia merinding sendiri membaca buku yang tadi tak sengaja terjatuh tepat didepannya, "Coba deh kamu baca." Suruhnya pada Haechan.

Haechan yang daritadi sibuk mencari-cari sebuah buku menoleh.

Haechan membelalakkan matanya terkejut kagum. "Loh, loh. Dapat dimana kamu buku ini?" Tanya Haechan. Ia merebut buku yang dipegang Renjun itu tiba-tiba dan membolak-balikkannya.

Renjun yang terlihat bingung menjawab. "Di rak samping. Waktu ngejar kamu tadi, eh, bukunya jatuh sendiri. Ya aku pungut. Sekalian baca, karna covernya bagus."

Renjun mendekat, ikut duduk mengamati buku yang saat ini dibaca Haechan, "emang kenapa sih?" Renjun terheran-heran. Tadi, waktu lagi asik makan, Haechan tiba-tiba menariknya ke perpustakaan. Katanya mau nyari buku. Ya Renjun bingung lah, masa iya pas makan tiba-tiba keinget sama buku gitu?

Haechan yang saat ini sedang fokus membaca buku, tak menggubris pertanyaan Renjun. Keningnya berkerut, membalik halaman demi halaman dari buku itu. Ia tampak serius, memperhatikan detail kata demi kata pada setiap halaman buku.

Renjun yang memperhatikan hal tersebut hanya diam, dengan raut bingung. Ia menunggu hingga Haechan selesai membaca bukunya.

Haechan terlihat membaca halaman terakhir buku itu. Ia tiba-tiba menutup mulutnya takjub, seakan menemukan sebongkah berlian, setelah selesai membaca buku bercover hitam, dengan bordir emas itu.

Renjun yang penasaran semakin terlihat kebingungan melihat reaksi Haechan, "Apaansihh Chan?!" Tanyanya. "Ih kasih tauuuu."

Haechan tiba-tiba berdiri, "Njun. Ayo." Ajaknya, sambil menyuruh Renjun ikut berdiri.

Renjun menganga, "A-ayo gima--" kata-katanya tertahan karena dirinya sudah lebih dulu ditarik oleh Haechan.

Renjun hampir mengumpat karna dirinya hampir terjatuh.

Mereka keluar dari perpustakaan, dengan Haechan yang membawa buku itu tanpa izin.

TANPA IZIN?!

Renjun panik. "Chan bukunya pinjam dulu! Main ambil aja kamu." Karna sudah pasti, mereka akan kena denda jika mengambil atau meminjam buku tanpa izin.

Haechan tak menggubris. Ia malahan menyuruh Renjun untuk diam mengikutinya saja.

Renjun berdecak kesal. Tapi tetap diam sambil mengikuti Haechan.

Renjun bertanya-tanya. Haechan kenapa sih?!

***

"Saga. Saya pusing." Airin menelungkupkan kepalanya di atas meja setelah menghela nafas panjang.

Lelaki yang dipanggil "Saga" itu, menoleh, merasa dirinya dipanggil. Ia menghela nafas, lalu duduk mendekati Airin.

"Kenapa lagi?" Tanya Saga, membuat Airin mendongak menatapnya. Airin mengerucutkan bibirnya kecil.

Terhitung sudah 5 kali ia mendengar Airin menyebutkan kata, "Saga, saya pusing." Yang saat ditanya dia cuma menggeleng.

"Kasih saya saran, untuk pembukaan menjadi mentor besok." Imbuh Airin, dengan tatapan memohon.

Sebenarnya Airin pusing dengan masalah yang lain. Tapi karna masalah lain itu Airin jadi pusing untuk pembukaan besok.

Saga mengangkat sebelah alisnya, "Ya, kayak kamu biasa saja. Seperti yang lalu-lalu. Kan kamu yang lebih bisa mengatur hal yang seperti itu, Airin." Saran Saga. Biasanya Airin yang lebih tau hal yang seperti itu. Kenapa sekarang malah kebingungan sendiri.

Airin menghela nafas, kembali menelungkupkan kepalanya. "masalahnya saya lupa, saya yang biasanya itu gimana."

Saga mengkerutkan kening bingung. Aneh.

"Saya rasa besok bakalan ada bencana besar."Imbuh Airin, mendongak menatap Saga.

Saga menegurnya. "Hush. Jangan begitu."

"Firasat saya gak pernah salah, Saga. Rasanya saya ingin mengundurkan diri saja menjadi mentor." Airin kembali menelungkupkan kepalanya.

Saga terdiam.

_____

Neo City| 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang