ITOYA #8

12 4 0
                                    

Akhirnya,Fiena sudah sadar setelah mengalami koma hampir seminggu. Tulang lengan yang patah,tak membuat bocah itu baik-baik saja.

Tangan pendeknya harus di tekuk di dalam wadah berwarna biru yang digantung di leher.

Sejak jam 5 pagi,Raquel sudah berada di samping brankar adiknya atas perintah dari Ayahnya.

"Kakak gak berangkat sekolah,"

"Bentar lagi,Fi,nunggu Mama datang,"

Ceklek

"Mamaaa!"

"Fifi!" Kay mencium setiap inchi wajah Fiena,membuatnya mengerucutkan bibirnya.

"Sekarang kamu boleh pergi,Raquel," ujarnya agak dingin tanpa melihat pada orangnya.

"Iya,Ma.Fifi,Kak El berangkat ya,pulang sekolah pasti ke sini lagi,"

"Gak usah," sahut Kay.

"Ma,kok gitu.Fifi nanti kalo Mama sama Ayah pelgi sebental,siapa yang jagain kalo bukan Kak El,?"

"Kan ada Kak Lexan yang jagain kamu kalo Mama sama Yah pergi," jawab Kay lembut.

Fiena menatap binar Kay,membuat Kay menyunggingkan senyum."Kak Lexan kapan pulangnya?"

"Hari ini.Bentar lagi juga sampai,"

"Horeee,Kak Lexan pulang,"

Raquel memilih pergi daripada tetap disana tapi tak di anggap.Hari ini Lexan pulang? Bagaimana nasib dirinya?Pasti Kakaknya itu menyalakan dirinya atas semua yang menimpa Fiena.

_____

"Raquel,Fiena gimana kabarnya?udah baikan belum?" tanya Keila.

"Udah,"

"Ke kantin ayo,Raq,lo belum makan kan?"Raquel menggeleng lemah.

"Ayolah,gue tahu,lo laper banget,"

"Engga Kei,gue gak mau,"

"Yaudah lah,gue ke kantin dulu,ntar gue bawain roti."Keila pergi meninggalkan Raquel yang berdiam diri sendiri di kelas.

Bosan?Kata itu datang menghampiri Raquel.Untuk menghilangkannya,ia memilih keluar.Tujuannya bisa di cari dadakan.

Taman belakang sekolah lah ya g menjadi tujuannya sekarang.Sepi,sunyi,tenang,sejuk,nyaman sangat cocok untuk menenangkan hatinya saat ini.

Raquel memilih duduk di atas rumput daripada di atas bangku yang tersedia.Lututnya ditekuk kemudian kedua tangannya di takutkan di depannya.Tatapannya lurus ke depan.Angin sepoi-sepoi membelai setiap inchi wajahnya dan membuat rambutnya yang terurai bergerak.

Sebuah roti Sandwich berada di depan wajah Raquel."Nih,lo pasti laper?"

Raquel menoleh ke sumber suara.Bola matanya bertubrukan dengan bola mata milik cowok yang diyakini pemilik roti itu,hanya dua detik.Rakael,ya dia.

Tanpa ragu,tangan yang digunakan cowok itu untuk memegang roti ditepis,membuat benda di tangannya terpental.

"Gak butuh," tolaknya.

Raka mengambil kembali roti yang terpental tak jauh darinya.

"Makanan gak boleh di buang-buang,Raq,"

"Pergi!" usir Raquel tanpa melihat orangnya.

Bukannya pergi,Raka malahan duduk disamping Raquel."Gue ke sini baik-baik lho,Raq,"

"Gue gak peduli,sekarang lo pergi."Raquel mendorong lengan atas Raka,membuatnya sedikit terjengkang.

"Raquel,gue mau jelasin kejadian kemarin,biar gak ada salah paham,"

"Gue gak butuh.Percuma lo jelasin,gak bakal bikin adek gue sembuh,"

Raka mendengus."Lo inget kan,bentar lagi ada cerdas cermat.Lo harus belajar bareng gue,"

"Gue bisa sendiri," Rakael menatap lekat gadis di sampingnya.

"Gimana keadaan adek lo?" 

"Tangannya patah, gara-gara lo,"

Raka memejamkan mata sebentar,lalu membuka kembali."Maaf,"

"Gak ada gunanya," Raquel berdiri lalu pergi meninggalkan Raka.Dengan cepat,Raka mengejar Raquel yang belum jauh.

Raka berhasil menyekal lengan Raquel."Setidaknya lo harus maafin gue,Raq," suaranya mulai meninggi.

Raquel meronta."Lepasin tangan gue,Raka," pintanya.Semakin ia meronta,semakin kencang cekalannya.

"Lepasin,Raka,sakit," adunya.

"Gue gak bakal lepasin,sebelum lo maafin gue,"

Raquel menatap Raka benci.Di cubitanya tangan yang digunakan mencekal pergelangannya lalu di dorong tubuhnya.Raka terdorong beberapa langkah,kemudian Raquel lari menuju kelasnya.

"Sial,minta maaf aja susah banget," umpatnya.

Raquel berhasil menahan air matanya untuk tidak keluar.Sesekali ia menoleh ke belakang,memastikan Raka tak mengikutinya.

Bruk

Raquel tersandung kaki seseorang yang keluar dari kelas XI.Ia tak jadi jatuh,berkat ada tangan yang menahan tangannya.

"Lo gak pa-pa?" tanya orang itu sedikit cemas.

Raquel tersenyum."Gak pa-pa,berkat Kak Mars,"Mars membalas senyuman itu.

"Ssst,aww," ringis Raquel saat telapak tangan Mars sedikit menyentuh pergelangan tangannya.

"Lo kenapa?" Mars malah memegang tepat di pergelangan.

"Pergelangannya Kak,yang sakit sssst,"

Sontak,Mars langsung melepaskannya."Sorry,"

Mars mengambil tangan Raquel dengan hati-hati,melihat luka apa di pergelangan itu sampai-sampai kesakitan saat di pegang.

Tanpa sepatah kata,Mars menggiring Raquel untuk jalan.

"Mau kemana sih,Kak?"

"Ntar juga tau,"

UKS,ruang yang baru saja Raquel dan Mars masuki.Disana ada seorang gadis yang terlihat buru-buru.

"Mau kemana?" tanya Mars.

"Eh.Mau ke ruang guru,ada urusan.Maaf Mars,gak bisa bantu.Kotak P3K ada di meja,gue cabut dulu." Murid yang ditugaskan menjaga UKS itu pergi.Jadi,mau tak mau,Mars harus turun tangan sendiri.

"Ayo,biar gue yang obatin,"

"Gak usah kak,ntar juga sembuh sendiri,"

"Luka sekecil apapun itu jangan dibiarin, bisa-bisa infeksi.Luka hati pun sama,jangan di biarin," jelas Mars sambil mendudukkan Raquel di kursi.

Mars membuka laci meja, mengambil salep pi kang shuang."Sini tangannya,"

Raquel menyerahkan tangannya untuk di olesi salep.Mars mengolesi dengan hati-hati sambil melontarkan lelucon yang garing.

Degupan jantung Raquel sama sekali tak bisa ia kontrol.Tangannya sedikit bergetar membuat Mars menegurnya.

"Beres.Bisa kan gue," ujar Mars setelah selesai.

"Iya Pak Dokter Mars,"

============================

Sasa_Firlya

Its Turn Out You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang