Api unggun

25 9 5
                                    

Murid-murid telah duduk rapih ditempat masing-masing, namun ada ganjalan yang kurasakan.

Masa disebelah gue ngga ada orang?

Supir bis telah menyalakan mesinnya, namun orang yang seharusnya ada disebelahku tak kunjung datang.

Di depan terlihat orang yang tadi menikmati cappucino di kantin, sedang memandu teman-teman untuk berdoa terlebih dahulu sebelum perjalanan.

Apa dia yang bakal duduk bareng gue ya?

Baru saja aku membicarakannya, orang itu duduk tepat disebelahku. Dengan cepat akupun membuang muka ke jendela. Dia tidak ada respon sama sekali, syukurlah, semoga ia tidak melihatku saat memandanginya tadi.

Bis mulai berjalan dengan kecepatan normal.

"Agitha..! Lo dimana?" teriak salah seorang cewek.

Sontak, pikiran ini cepat merespon, menangkap bahwa itu suara khas milik Savana.

"Gue disini" sahutku sambil mengangkat tangan.

Langkah itu mulai mendekat dan berhenti setelah sejajar dengan tempat duduk depanku.

"Wah! Kalian satu tempat?! Kebetulan banget, gue udah nunggu-nunggu waktu yang tepat buat ngenalin kalian." ujarnya dengan sekali napas.

"Maksud lo?" tanyaku bingung.

Heii, siapa sih yang ngga pusing?! Mendengar kalimat yang panjang tapi cepet banget?!

"Kalian udah kenalan?" tanyanya tanpa ada respon.

"Arif, kenalin ini Agitha, temen kecil gue"

Arif kemudian mengulurkan tangan padaku untuk berjabat tangan namun sama sekali ia tidak  menatapku. Aku pura-pura cuek, dan membiarkan tangan itu hanya dilalui oleh angin. Hingga iapun memalingkan wajahnya kearahku, namun aku tetap pura-pura cuek.

"Tha, ayolah...ngga usah sok cuek gitu deh! Lu ma kalo sama orang baru gitu!" cerca Savana hingga membuat mataku melotot kearahnya. Ia yang tau bahwa aku kesal, hanya menunjukkan gigi rapinya, cengengesan.

Aku menjabat tangan kakunya dan menyebutkan namaku kemudian menarik ujung bibirku membentuk senyuman tipis. Dibalasnya dengan menyebutkan namanya namun tanpa ekspresi.

Bener kata Bu Lala, dia dingin. Batinku.

Sudah memasuki setengah perjalanan, terdengar suara gitar memecah keheningan disusul suara teman-teman yang ikut bernyanyi mengikuti alunan musik.

Perlahan-lahan jari jemariku mulai menari mengikuti alunan indah itu,
kulepas aerphone untuk kemudian kugantungkan dileherku.

Lelaki disampingku memang dingin dan agak berbeda, ia lebih memilih membaca buku yang entah apa itu, dari pada bersuka ria bersama teman-teman.

***

Tak terasa Bogor telah menyambut kita dengan cuaca yang cerah, padahal akhir-akhir ini kerap kali turun hujan, namun diatas terlihat awan putih seputih salju tanpa ada abu-abu sedikitpun.

Semua murid berebut turun pertamakali. Sebelum turun, aku memakai topi beani atau sejenis penutup kepala rajut terlebih dahulu, lalu menuruni anak tangga untuk kemudian menyentuh tanah bogor diurutan terakhir.

Tanpa aku sadari, Arif sedari tadi terus memandangiku secara diam-diam dengan jarak kisaran tiga meter dari tempatku berdiri.

Aku dan Savana jalan beriringan, jalan dibarisan dua dari akhir dan dibelakangku ada Arif  menjaga kami semua, memastikan rombongannya tidak ada yang tersesat, tidak sendiri, ia ditemani Andika, teman sebangkunya.

Ada beberapa pohon besar juga kebun teh yang lebat menghiasi perjalanan kami.

Setibanya ditempat perkemahan, semua murid telah siap untuk menancapkan tenda, sebelum itu Pak Igun membagi kami dalam beberapa kelompok yang satu kelompoknya terdiri dari empat orang. Aku mendapat kelompok bareng dengan Savana, Arif, dan Intan. dengan Arif sebagai ketuanya.

"Murid baru, selamat!"ucap Arif sambil menepuk pundakku beberapa kali.

"Iya selamat! Nama gue Intan, dari kelas sebelah. Lo dari kelas 11 IPS 2 kan? Gue dari IPS 1." jelasnya dengan riang.

Aku berusaha lebih akrab, ku ulurkan tangan kananku berniat mengajaknya salaman. Namun, tanganku ditepis begitu saja, ia melentangkan kedua tangannya lalu memelukku erat-erat.

Awalnya aku kaget, namun sesaat kemudian terkekeh pelan.

Dia Intan, gadis cantik yang mempunyai rambut sebahu dengan kedua mata yang agak sipit, sepertinya dia humbel, tak kalah humbel dari Savana, setahuku.

Di tengah-tengah kerumunan siswa, pak igun berdiri dengan alat HT atau semacam speaker guna memperkeras suaranya.

"Sebentar lagi petang, segera mendirikan tenda! Ada juga yang bagi tugas, cari kayu bakar banyak-banyak! Jangan sampai ada yang malas-malasan, tidak boleh istirahat duluan sebelum semua temannya selesai! Mengerti?!"perintahnya diakhiri pertanyaan.

"Mengerti!" jawab semua murid kompak.

Aku dan Intan mendapat tugas mencari kayu bakar, sedangkan Arif dan Savana mendirikan tenda.

Semua tangan badan bekerja kecuali mulut, ia bekerja namun seperlunya. Dengan kerja sama dan semangat membara, tenda telah berdiri kokoh membentuk lingkaran dan kayu bakar telah terkumpul banyak di pojok lapangan.

Gelap menghampiri, angin malam mulai terasa hingga ke tulang-tulang, kurapatkan jaketku agar lebih sempurna menghangati tubuhku.

Api unggun mulai menyala, sedikit demi sedikit, api mulai membesar, besar, hingga akhirnya menerangi seluruh lapangan.

Semua murid berdecak kagum melihatnya dan bertepuk tangan tak henti-henti.

"Bagus ya Tha" bisiknya Intan kepadaku.

"Iya, suka deh"  dengan senyum bahagia ku perlihatkan kepada Intan.

Dibalasnya dengan senyuman pula, yang membuat wajah cantiknya terlihat olehku.

Kulihat Savana disampingku sedang bergelandutan manja di tangan Arif. Namun tak terlihat sama sekali senyum tercipta di bibir Arif, ia hanya menunjukkan ekspresi datar. Sekalipun dengan Savana,  yang terbilang sebagai teman dekatnya.

Semua murid duduk melingkari api unggun yang apinya mulai mengecil, bercanda gurau, ada yang bernyanyi-nganyi dengan gitarnya, juga ada yang bergelandutan manja, semisal Savana.

Tengah malam semakin mendekat, Pak Igun memberitahu kami bahwa besok masih ada kegiatan, jadi siapapun yang merasa lelah dipersilahkan beristirahat.

Alunan musik terdengar semakin menyenangkan, ada yang mengawali menari-nari disusul teman-teman yang dengan riang menari sesukanya mengitari api unggun, aku, Savana, juga Intan kemudian menyusul ikut meramaikan suasana.

Hingga tubuhku merasa lelah, aku berhenti. Kulihat Arif sudah tidak ada ditempat semula, bola mataku bergerak-gerak lincah mencari keberadaan Arif, dan dapat! Ia tengah duduk didepan pintu tenda miliknya.

Makasih udah luangkan waktu:)

CappucinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang