Terik matahari semakin memanas, perjalanan juga masih kurang seperempat jalan, terkadang kita berhenti sejenak, beristirahat.
Napas Savana tersengal-sengal setelah berjalan mendaki bukit kecil, sesekali ia memegangi dadanya secara diam-diam, tapi aku tahu.
Wajahnya mulai berubah pucat, sempat Intan bertanya khawatir namun dijawabnya tidak apa-apa.
Kita menuruni bukit dengan tangga yang terbuat dari tanah alami, tepat setelah melewati anak tangga terakhir, Savana terduduk lemas sambil memegangi dadanya dengan gemetar.
"Na, lo ngga papa?" Tanya Intan sembari mendatanginya.
Kebetulan Savana berjalan dibelakang tanpa adanya Arif, karena saat itu Arif sedang memimpin jalan.
"Na, lo bawa obat lo ngga?" Tanyaku panik.
"A-ada di tas" bisiknya sambil terbata-bata.
Dengan cepat aku mendatangi Arif, dan meminta tas Savana untuk mengambil obat pribadinya. Dengan cekatan aku memberi satu pil dan air mineral untuknya.
Glekkk...
Obat itu telah ia minum, dan sesaat kemudian tubuhnya tidak lagi gemetar, pucat diwajahnya juga mulai memudar.Kenapa Arif tadi kayak khawatir gituh? tapi dia diam aja? Aku bertanya-tanya dalam hati.
"Tha, gue minta maaf, udah ngerepotin kamu" lirihnya Savana, berhasil membuyarkan lamunanku.
"Hah? Ee, ngga papa kok Na, justru aku yang minta maaf lupa sama kesehatan kamu" sesalku kemudian membantu Savana berdiri.
Meski dengan berjalan pelan, kita tetap melanjutkan perjalanan, karena Savana menolak saat ditawari Arif untuk menghubungi guru.
"Gue ngga kenapa-napa Rif, bentar juga sembuh, ya kan Tha?!" Savana melempar pertanyaan kepadaku,
Aku mengangguk-angguk, "iya"
Kita sudah berjalan cukup jauh dari tempat peristirahatan saat Savana kumat sakitnya, dan kini ia telah sembuh, dapat melompat-lompat kegirangan dan menggelendoti lengan Arif lagi.
Kita melewati sungai dengan berpegangan tali yang telah disediakan untuk kemudian jalannya buntu, dipeta tidak tergambar lagi sketsa jalan, namun kita melihat ada pak Igun sedang berdiri membawa beberapa pelampung.
"Kalian sepertinya peserta terakhir, kenapa? Ada kendala? Ngga biasanya Arif jadi yang terakhir" Tanya pak Igun heran,
"Iya pak sedikit, tadi kaki Savana keram" ucapnya berbohong.
Serentak kita langsung menatap heran kepadanya, jelas-jelas jantung Savana kumat, tapi kenapa dia berbohong?
"Syukur sudah tidak kenapa-napa, sekarang kalian pakai ini!" Perintah pak Igun sambil memberikan satu persatu pelampung kepada kami,
Kami menurut dan saling bantu memakai pelampung.
Yeaayy...Saatnya naik perahu karet!
Pak Igun tidak ikut serta, karena ia membawa sepeda, jadi ia menyusul di pos terakhir.
Suka ria kita menaiki perahu karet dengan bantuan Arif dan tongkat kayunya kita tetap dalam jalur.
Aliran airnya sangat deras dan banyak bebatuan di sungai ini, sial! Tongkat kayunya terjepit diantara bebatuan dan akhirnya lolos dari genggaman Arif, padahal aliran airnya sangat deras, kita sangat panik namun, kita bisa berpegangan seerat mungkin,
Byuuurrrr....
Perahu kita sempurna terbalik saat melewati sungai yang datarannya tidak sama tinggi hingga membentuk air terjun kecil,

KAMU SEDANG MEMBACA
Cappucino
Teen FictionCover by : @KeyriVelia Arif Arfano,siapasih yang ngga kenal dia? ketua OSIS yang dingin dan suka nongkrong di kantin ditemani es cappucinonya. Mempunyai sahabat yang super hits juga aktivis,tak lain adalah sekretaris OSIS yang bernama Savana Novani...