Bab 1

3.7K 163 9
                                    

Assalamu'alaikum, haloo Jamilah datang lagi. Selamat membaca! Siapa yang nunggu cerita ini? Maafkan daku yg terlalu lama memphp kalian. Intinya terima kasih banyak apresiasinya di cerita yang pertama. I love you

Pukul 03.30 pagi di hari kedua Mila resmi menjabat sebagai istri dari seorang Gus besar Lirboyo, suasana terasa sangat berbeda terutama ketika ia berada di dalam kamar. Ia yang biasanya tidur bertemankan sebuah guling, kini ia ditemani guling hidup –manusia- yang elok menawan. Hari-harinya diliputi rasa bahagia, bagaimana tidak jika setiap bangun yang ia dapatkan adalah wajah teduh milik suaminya yang masih tertidur pulas menghadap ke arahnya.
Jujur Mila masih tidak menyangka bahwa takdir begitu memihaknya. Allah begitu menyayanginya dengan menjawab semua doanya selama ini, orang yang selalu ia sebut dalam doa kini benar-benar berada di depannya. Di sisi lain, ia malu dan canggung karena baru kali ini ia tidur seranjang dengan pria meskipun itu adalah suaminya sendiri.
Tangan Mila bergerak untuk menyentuh hidung mancung milik suaminya, jarinya menyusur perlahan. Ia begitu kagum akan hidung suaminya yang teramat mancung dan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hidungnya sendiri. Begitu pula dengan bulu mata suaminya yang lentik alami tidak seperti dirinya yang harus dibantu dengan mascara agar bisa lentik sempurna.
Mila terkejut ketika tiba-tiba Aly berbicara kepadanya, “Shobahul khoir zaujatii, mengagumi suami tampanmu hem?” Mila segera menarik tangannya namun ditahan oleh Aly. Aly membawa tangan Mila menuju ke bibirnya, mengecup punggung tangan istri tercintanya berulang-ulang.
“Ihh mas Aly kan mulutnya bau, baru bangun tidur” protes Mila ketika Aly mulai menciumi seraya mengendus-endus punggung tangannya.
“Yakan kita sama-sama bau, soalnya sama-sama baru bangun tidur. Tadi malam tidur nyenyak kan?” tanya Aly, kini Aly membawa tangan Mila menuju pipinya. Menelungkupkan tangannya disana. Mila mengangguk, yakinlah Aly setelah menikah beratus kali lipat lebih romantis.
“Bangun yuk mas, mandi terus persiapan jamaah subuh” ajak Mila, ia mulai menyingkirkan selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Raut muka Aly menekuk, salah satu hal yang membuat Mila gemas setengah mati ingin rasanya ia mencubit pipi pria di hadapannya ini keras-keras. Tapi sayang, ini kan suami tercintanya.
“Jamaah sama kamu aja, aku males keluar kamar” Aly justru meraih Mila untuk dipeluk, menenggelamkan tubuh Mila kedalam pelukannya. Bagaimana Mila tidak meleleh? Jika setiap Aly menginginkan sesuatu selalu merayunya dengan membuatnya tak mampu berkutik.
~~~
Pukul 07.20 Aly baru saja keluar kamar berjalan memasuki dapur yang sudah penuh akan kaum hawa yang sibuk memasak. Ia tersenyum lebar kepada bibi yang menata makanan di meja makan, berjalan melewati bibi dan berakhir di belakang seorang wanita berjilbab maroon yang sibuk mencuci botol Tupperware.
Aly memeluk wanita itu dari belakang, kepalanya menyuruk perlahan ke leher bagian kiri istrinya yang tertutup jilbab, berusaha melihat apa yang tengah dilakukan istri tercintanya sepagi ini. Iya, ini masih tergolong pagi bagi Aly, karena hari-hari sebelumnya ia keluar kamar ketika jam sudah diatas pukul delapan pagi.
Mila merasa risih karena diperhatikan beberapa orang, “Mas, ih malu dilihat bibi” Mila mencoba memberontak dari pelukan Aly tapi ia tidak bisa. “Biarin ah, pengantin baru pelukan di dapur pagi-pagi wajar ya bi?” kini giliran Aly yang tanpa tahu malu malah bertanya kepada bibi.
Bibi tertawa cekikikan, “Iya wajar tapi ya jangan sampe istrinya dibiarin kaya tomat juga dong mas, itu wajahnya mbak Mila udah merah banget” jawab Bibi, Aly langsung memperhatikan Mila. Iya Mila tersipu-sipu, wajahnya memerah. Tanpa aba-aba, tiba-tiba Aly justru menciumi pipi kanan dan kiri Mila dengan cepat sehingga membuat istrinya itu semakin tidak punya muka di hadapan Bibi.
Mila menyembunyikan dirinya di belakang Aly, mencubit perut suaminya sembari mendumel tak henti-henti. “Iya-iya sayang, udah dong. Aduh sakit ini perutku jangan dicubit-cubit” ringis Aly sambil menaikkan volume suaranya.
“Mass Alyyyy” Mila merengek, ia kemudian berlalu menuju meja makan.
“Yaudah maaf deh, sekarang sarapannya pake apa sayang?” tanya Aly penuh manja, sungguh terlihat menggemaskan bahkan bibi yang sibuk mengelap piring di meja makan sampai ingin muntah.
“Ya itu yang di meja, ada banyak. Mau yang mana biar aku siapin?” ucapan Mila sedikit ketus, jujur ia bukannya marah kepada Aly melainkan mencoba lebih keras supaya Aly tidak menciumnya lagi di sembarang tempat. Eh tapi kan nggak boleh galak-galak ke suami, takut dosa! Aduh, Mila jadi bingung deh!
“Yah bi, nyonya lagi ngambek. Biar nggak ngambek gimana nih bi?” Bibi tidak menjawabnya, melainkan tertawa pelan. “Mas Aly duduk deh, pusing aku lihatnya mondar-mandir terus” Mila mengambil sebuah piring dan menyiapkan nasi di atasnya.
“Iya-iya duduk nih, mau makan daging ayam pake sayur kol aja deh. Tapi kalo kamu siap mah aku makan kamu aja yang, hehe” kemudian hujaman cubitan melayang ke lengan kiri Aly tampa henti membuat sang empunya mengaduh kesakitan dan meminta ampun kepada si nyonya.
Menggoda Mila di tempat umum memang menjadi hobi terbaru Aly. Iya seharian bisa selalu menempel kepada istrinya, bahkan ketika Mila pergi ke toilet sebentar pun langsung dicarinya. Benar-benar sudah tergila-gila Aly itu kepada Mila.
Seperti siang ini ketika keluarga Aly berkumpul di ruang tengah, menonton televisi bersama. Aly tak henti-hentinya lengket dengan istrinya. Ia mengikuti kemana saja Mila pergi, sampai mengambil tisu pun diikuti sehingga Aly menjadi bahan ejekan di keluarganya.
“Sana loh dek, bulan madu. Sepertinya jatah waktu berdua kalian kurang banyak deh, pergi sana biar nggak bikin aku muntah terus” omel kakak perempuan Aly kepadanya. Ia risih melihat pasangan pengantin baru itu menempel dimana-mana.
Aly mendengus, “Yee sirik aja sama pengantin baru si kak. Dulu malah kamu lebih parah dari aku. Hayoo apa? mau ngomong apa?” sebelum kakaknya mengeluarkan rentetan alasan Aly sudah terlebih dahulu memotongnya mengakibatkan kakaknya mendumel kepada Mila.
Rumah abi Aly memang ramai sejak pasangan pengantin baru itu menikah dan kakak perempuannya menetap sementara disana sehingga setiap hari pasti terjadi keributan kecil antara Aly dan kakaknya.
Tidak ada aktivitas yang begitu penting bagi pasangan pengantin baru itu, sehari-harinya mereka hanya bersantai karena Mila yang baru saja lulus kuliah belum mendapatkan pekerjaan juga Aly yang tugasnya mengawasi kegiatan pondok pesantren abahnya. Selain itu abah Aly juga memberikan waktu kepada mereka untuk menghabiskan waktu berdua sebelum sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Dan berakhirlah mereka sekarang di sebuah supermarket di Kediri dengan mengajak anak laki-laki kakak perempuannya. Mereka ditugaskan menjaga balita berumur 3 tahun itu seharian karena ibunya ada urusan mendadak sedangkan ayahnya masih tugas di luar kota. Mila yang memang sangat suka kepada anak kecil antusias sekali menanggapinya lain halnya dengan Aly yang terkesan malas, quality time berdua berkurang dong, pikirnya.
Mereka sampai di wahana bermain, Fatah, anak pertama kakak perempuan Aly terlihat girang melihat berbagai wahana di hadapannya. Ia merengek kepada Mila meminta untuk turun dari gendongannya. Mila menurunkannya dan seketika balita itu berlari menuju ke tempat bola. Mila tergopoh-gopoh mengikutinya.
“Fatah hati-hati sayang, nanti jatuh” ketika Mila mendampingi Fatah yang nampak lincah berlarian kesana kemari, Aly hanya memperhatikan interaksi keduanya dari jauh. Tak ayal sudut bibirnya tersenyum, ia membayangkan bahwa yang berlarian itu adalah anaknya. Ah betapa beruntungnya ia memiliki seorang istri yang sangat menyayangi anaknya itu.
Lamunan Aly buyar ketika melihat Fatah merengek di gendongan Mila, Aly segera mendekat kepada mereka. “Fatah kenapa sayang?” Mila menimang-nimang Fatah.
“Tadi jatuh waktu mau nendang bola” Aly mengelus puncak kepada Fatah pelan, “Uhh mana yang sakit? Biar om sembuhin” Fatah menunjuk lutut kirinya yang tadi terbentur lantai sambil masih merengek.
“Sudah ya nggak boleh nangis, Fatah mau makan es krim?” seketika Mila melotot kepadanya ketika Aly menanyakan hal itu kepada keponakannya. “Kok malah ditawarin es krim, nanti pilek mas”
“Udah gak papa, daripada nangis terus nanti. Ayuk ikut om!” Aly mengambil alih gendongan Fatah dari Mila kemudian menarik tangan istrinya keluar dari wahana bermain.
Mereka bertiga sampai di foodcourt, Mila memesan makanan sementara Aly bermain dengan Fatah. Fatah sudah tidak lagi menangis sejak omnya berjanji memberikannya es krim. Kini mereka tertawa cekikikan di kursi tunggu.
Setelah makanannya sampai, dengan telaten Mila menyuapi Fatah sedikit demi sedikit sesekali ia juga menyuapi dirinya sendiri. Aly yang melihat fenomena itu tersenyum, “Kita kaya keluarga bahagia ya sayang, kamu lagi nyuapin anak kita itu. Nanti kalau kita punya anak, pasti lebih ganteng dari Fatah”
“Ohiya kamu mau anak berapa yang? Yang banyak ya biar nanti rumahnya rame, minimal lebih dari 5 lah” Mila tersedak mendengar perkataan suaminya, wajahnya langsung berubah menjadi datar. “Yaudah kamu aja yang hamil dan melahirkan kalau gitu” ucapnya dingin. Tawa Aly pecah, “YaAllah sayang, unyunya kalau kamu lagi ngambek. Iya-iya sedikasihnya Allah aja ke kita, tapi kalau bisa ya yang banyak”
“Mas Alyyyyy” Mila menggeram dan lagi-lagi Aly tertawa.

Jadi, Aly bikin baper nggak si?
Terima kasih telah membaca

Love,

Aeen

JAMALYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang