Aku menatap gadis yang sedang berbicara penuh semangat mempresentasikan makalah kelompoknya didepan kelas. Jujur saja, aku tidak memperhatikan apa yang dia ucapkan. Aku hanya tahu betapa lembut suaranya. Betapa cantik senyum yang terukir di bibirnya. Betapa indah matanya yang berbinar-binar bila ia sedang bersemangat akan sesuatu hal. Aku melirik hasil coretanku di buku tulisku dan terkekeh, aku benar-benar sudah mengenal setiap gurat wajahnya. Wajah Kalila yang entah sejak kapan selalu muncul dalam semua mimpiku.
“Abimanyu!!
Aku mengalihkan pandangannya, mencari sumber suara yang meneriakkan namaku.
“Kenapa Bu Ani?” tanyaku santai.
“Kamu itu, perlu dibilangin berapa kali sih supaya kamu bisa konsentrasi di kelas?? Perhatiin teman-teman kamu yang sedang presentasi.” Ujar Bu Ani.
Bu Ani adalah wali kelasku. Umurnya yang masih cukup muda membuatnya menjadi guru yang paling dekat dengan murid-muridnya dibandingkan guru yang lain. Setiap kali guru-guru lain hilang kesabaran untuk menghadapiku, pasti Bu Ani akan turun tangan.
“Presentasinya membosankan, Bu.” Aku sengaja berpura-pura menguap. Dari sudut mataku, kulihat Kalila mengerucutkan bibirnya. Aku tahu bahwa ia sudah membuatnya kesal, dan memang aku sengaja membuat Kalila marah padaku.
Bu Ani menghela nafas.“Sekarang, kamu maju, duduk disebelah Kalila.”
Aku mengangkat alis, berusaha menerka apa yang direncanakan bu guruku ini. Aku pun berjalan mendekati Kalila, dan duduk disebelahnya.
“Tugas kamu adalah menjawab semua pertanyaan yang diajukan teman-temanmu untuk kelompok ini. Dan khusus untuk kali ini, tidak ada pembatasan jumlah pertanyaan. Kalau satu pertanyaan saja kamu tidak bisa menjawab, selama satu minggu kedepan, kamu wajib membersihkan semua kelas di sekolah ini setelah jam pulang.”
Aku terkekeh, “Baik Bu Ani. Ucapku sembari menganggukkan kepala.
Aku melirik Kalila yang melanjutkan presentasinya. Aroma parfumnya samar-samar menguar lembut. Saat ini aku serasa menemukan tempatku yang seharusnya, disisi Kalila.
“Terima kasih teman-teman atas perhatiannya, dan sekarang kami persilakan teman-teman yang ingin bertanya mengenai presentasi kami.” Ujar Nina, ketua kelompok ini.
“Abimanyu, pokoknya awas kalau kamu sampe nggak bisa jawab pertanyaan-pertanyaan itu. Aku bakalan bikin perhitungan sama kamu kalau nilai kelompokku anjlok gara-gara kamu.” bisik Kalila.
Aku meliriknya dan tidak berkomentar atas ancamannya. Aku sudah kenyang dengan semua bentuk ancaman yang ia berikan padaku. Aku melipat sikuku dan membenarkan posisi dudukku, menunggu pertanyaan yang akan diajukan teman-teman sekelasku, yang ternyata semua sangat bernafsu ingin menguji kepandaianku.
“Wah, wah, banyak juga yang ingin bertanya. Pertanyaan dimulai dari kamu, Hendra, nanti dilanjutkan oleh yang ada disebelah Hendra, begitu hingga seterusnya.” Ujar Bu Ani.
Bu Ani menoleh padaku, “Abimanyu, pertanyaan-pertanyaan itu boleh kamu tampung dulu hingga beberapa pertanyaan, baru kamu jawab.”
“Langsung saya jawab saja Bu.” Jawabku.
“Kebiasaan deh sombongnya.”
Aku menahan diri untuk tidak tertawa mendengar gerutuan Kalila.
“Rileks aja Lil, percaya sama aku kan?” tanyaku.
Kalila menoleh, tatapan mata kami bertemu. Mata hitam almondnya menatapku dalam.
Aku berdecak, “nggak usah liatin aku lama-lama, naksir nanti.”
Dan kurasakan, tangan Kalila menyubit lenganku sekuat tenaganya.
-**-

KAMU SEDANG MEMBACA
BINAR YANG PADAM
RomansaBiarlah dia memiliki pengalaman menjalin hubungan dengan lelaki lain, supaya dia sadar, aku adalah lelaki yang terbaik untuknya. Lelaki lain boleh berharap untuk menjadi kekasihnya, tapi hanya aku, yang akan menjadi suaminya -Abimanyu-