Rasul menyiapkan Ali

2.1K 139 0
                                    

Nabi sering hilir mudik ke rumah pamannya Abu Thalib, sekalipun ia dan Khadijah telah hidup sendiri. Nabi senantiasa menumpahkan perhatian yang lebih kepada Ali bin Abi Thalib. Nabi begitu menyayanginya dan sering menggendongnya. Nabi sering menggoyang tempat tidur Ali hingga tertidur. Begitu besar perhatian Nabi kepada Ali bin Abi Thalib.

Sebuah nikmat ilahi yang meliputi kehidupan Ali bin Abi Thalib ketika pada masa itu bangsa Quraisy tertimpa krisis ekonomi yang cukup besar. Abu Thalib terkenal dengan keluarga besar. Ia termasuk yang paling menderita dengan kondisi ini. Melihat kenyataan itu, Rasulullah saw mengusulkan kepada Abbas, dan orang-orang kaya di kalangan Bani Hasyim, untuk meringankan beban Abu Thalib. Nabi berkata: “Wahai Abbas! Saudaramu Abu Thalib memiliki keluarga banyak. Di sisi lain, bukankah engkau tahu apa yang tengah menimpa masyarakat. Mari kita bersama-sama meringankan tanggungannya. Aku akan mengambil salah satu dari anak-anaknya dan menjadi tanggunganku dan engkau mengambil yang lainnya sebagai tanggunganmu”. Abbas menjawab: “Baiklah!”

Keduanya segera menemui Abu Thalib dan berkata: “Kami berdua ingin meringankan beban dari tanggungan yang berat atas keluarga besarmu agar masyarakat mengetahui apa yang harus mereka kerjakan. Abu Thalib menyambut usulan keduanya dan berkata: “Kalian boleh mengambil yang mana saja yang kalian kehendaki, tapi biarkan ‘Aqil bersama kami”. Rasulullah saw. dan Abbas setuju. Nabi mengambil Ali bin Abi Thalib dan langsung mendekapnya. Pada waktu itu Ali bin Abi Thalib berumur enam tahun. Sementara Abbas mengambil Ja’far. Semenjak itu, Ali bin Abi Thalib senantiasa bersama Muhammad saw sampai beliau diangkat sebagai nabi. Ketika telah menjadi nabi, Ali kemudian mengikuti, beriman dan membenarkan kenabian Muhammad. Ja’far hidup bersama Abbas, pamannya, hingga ia masuk Islam dan ketika telah dewasa dan mampu, ia berpisah dengan Abbas.

Setelah memilih Ali bin Abi Thalib, Rasulullah berkata, “Aku telah memilih seseorang yang dipilihkan Allah untukku, yaitu Ali”.

Demikianlah telah tiba saat-saat Ali bin Abi Thalib hidup sejak kecil bersama Muhammad, Rasulullah saw. Ia dibesarkan di bawah naungan akhlak Nabi yang mulia. Ia minum dari sumber-sumber kecintaan dan kasih sayang Nabi. Muhammad saw membimbingnya sesuai dengan cara pendidikan yang diajarkan Allah kepadanya. Semenjak itu, Ali tidak pernah terpisah dari Muhammad saw.

Ali bin Abi Thalib a.s. sendiri menyebutkan sisi-sisi edukatif yang dipelajarinya dari sang sepupu sekaligus guru, dan pendidiknya Muhammad saw. Bagaimana pendidikan yang diterimanya memiliki dampak yang dalam dan sangat membekas dalam dirinya. Itu disampaikannya dalam khotbahnya yang terkenal dengan “Al-Qashi’ah”. Ia berkata:

“Bukankah kalian telah mengetahui bagaimana hubungan dan kedekatanku dengan Muhammad, Rasulullah saw. dan posisi serta kekhususanku di sisinya. Ia meletakkanku di kamarnya pada usiaku yang masih kecil. Ia sering merengkuh dan menarikku dalam dekapannya. Ia senantiasa menjagaku di pembaringannya. Tubuhku sering bergesekan dengan tubuh Nabi. Ia memberiku kesempatan untuk mencium bau badannya yang wangi dari dekat. Nabi biasanya mengunyah makanan hingga halus kemudian menyuapkannya ke dalam mulutku. Ia tidak pernah menemukan aku berkata bohong dan melakukan perbuatan salah karena tidak tahu.

“Aku mengikuti jejak Nabi bak anak unta yang terus mengikuti ke mana induknya pergi. Setiap hari ia mengangkat derajatku dengan menunjukkan akhlaknya yang mulia dan memintaku untuk mengikutinya. Setiap tahun, Nabi pergi menyepi ke gua Hira. Tidak ada yang mengetahui keadaan ini kecuali aku. Pada masa itu,  tidak ada satu rumah pun yang meyakini Islam kecuali rumah Rasulullah saw. Di rumah ini Nabi, Khadijah dan aku sebagai orang ketiga yang memeluk Islam. Aku melihat cahaya wahyu dan risalah. Aku mencium bau kenabian. Aku dapat mendengar suara setan ketika Nabi diturunkan wahyu untuk pertama kali. Ketika itu aku memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah! suara apa ini? Beliau menjawab: “Itu suara setan yang berputus asa dari orang-orang yang menyembahnya. Engkau mendengar apa yang kudengar. Melihat apa yang aku lihat. Sayangnya engkau bukan seorang Nabi. Akan tetapi engkau seperti seorang menteri. Dan engkau berada di atas kebaikan."

Ali pun terus tumbuh bersama didikan Rasulullah saw.

Perjalanan Cinta Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang