1

1.4K 185 7
                                    

God, is it wrong if I still want him?

°•°

Anan yang mendapat serangan pertanyaan dari Yuna dan Yujin hanya menjawab seadanya. Karena ia pikir ini belum saatnya.

Dan perasaannya pada sang mantan pun masih abu-abu.

Kadang jadi sendu sekaligus bikin rindu.

Tapi yang namanya Yuna, tingkat keingintahuannya sangatlah tinggi. Gadis berambut merah itu tak henti-hentinya bertanya seperti,

"Nan, kok lo bisa mantanan sama Yohan?"

"Pacarannya berapa lama?"

"Putusnya kapan?"

"Ih, ketemunya dimana? Kalian satu SMP?"

"Yohan orangnya gimana? Sosweet gak? Romantis apa humoris?"

dan sebagainya.

Membuat Anan memutuskan untuk bercerita sedikit tentang kisahnya bersama Yohan yang masih melekat jelas di pikirannya. Tidak ada salahnya untuk berbagi sebuah kisah, dan mungkin setelah ini mereka bisa menjadi teman yang lebih dekat.

Yujin, Yuna, dan Anan pun beranjak untuk pergi ke kantin. Suasana kelas yang ribut sangat tidak mendukung untuk mendengar sebuah kisah asmara. Apalagi si mantan tengah duduk manis di belakang. Kalau kedengeran, nanti dikira gamon.

Namun, sebuah tangan besar menahan pergelangan Anan membuat gadis itu menoleh kebelakang dengan ragu.

Masih sehangat dulu.

"Mau kemana?"

Mendengar suara berat itu, Anan mendadak gugup. Matanya memandang ke segala arah menghindari tatapan dari mata sayu yang selalu bisa membuatnya luluh.

"Kantin."

Yohan kini berdiri dari duduknya, tanpa melepaskan genggamannya dari pergelangan Anan.

"Temenin gue,"

"Hah? Ke-" belum sempat Anan bertanya, Yohan sudah menariknya keluar kelas membuat Yujin dan Yuna kebingungan.

°•°



"Kita... mau kemana?"

"Temenin gue keliling sekolah. Gue kan murid baru," Yohan memasukan kedua telapak tangannya di saku, menambah kesan cool dengan proporsi badannya yang menjulang tinggi.

"Tapi gue juga baru, belum keliling semua,"

Yohan melirik gadis disampingnya yang menjaga jarak darinya. Membuat ia sedikit bergeser agar lebih dekat dengan gadis yang tinggi badannya hanya mencapai bahunya itu.

"Kalau perasaan, udah baru apa masih sama?"

Pertanyaan Yohan membuat Anan tersedak ludahnya sendiri. "A-apasih,"

Melihat reaksi Anan yang kelihatan gugup begitu, Yohan tertawa "becanda becanda."

"Yaudah, tunjukin gue lab dong"

"Udah gue bilangin, gue juga baru dua hari disini, belajar aja belom apalagi masuk lab?"

"Ampun, iya deh tunjukin aja apa yang lo tau,"

Anan berhenti sejenak, mengingat tempat apa saja yang sudah ia ketahui disini. Beberapa detik kemudian bibirnya tersenyum lebar membuat Yohan yang disampingnya bingung sekaligus gemas.

Mantan makin manis aja.

"Ayo, gue tau tempat yang cocok buat lo disini."

Dengan semangat, Anan berjalan dengan cepat melewati koridor kelas X. Yohan di belakangnya semakin gemas melihat tubuh mungil Anan yang terlihat buru-buru.

Anan yang tidak merasa diikuti pun menoleh kebelakang, mendapati sosok Yohan yang sedang berjalan dengan santai sambil senyum-senyum sendiri.

"Dih, kesurupan lo? Cepetan dong jalannya, lelet banget kayak siput!"

Melihat Anan yang misuh begitu, Yohan malah berhenti berjalan. Matanya menyipit seiring dengan gelakan tawa yang keluar dari mulutnya. Gigi lucunya kini terlihat menawan.

Gemas melihat Yohan yang malah tertawa, Anan segera menghampiri lelaki jangkung itu dan menarik tangannya untuk berjalan lebih cepat menuju tempat tujuan.

"Lo malah ketawa-ketawa. Padahal tempat ini bakal bikin lo seneng, gue jamin."

"Cie mantan tau aja yang bikin gue seneng," goda Yohan membuat Anan meliriknya tajam.

Keadaan menjadi hening sesaat, sehingga mereka tiba di depan pintu dengan papan bertuliskan 'Taekwondo'.

"Udah sampe!"

Yohan tidak berkutik, membuat Anan memandang lelaki jangkung itu heran. Lalu pandangannya beralih pada tangannya yang setia menggenggam tangan besar Yohan.

Ah, bodoh.

Dengan canggung, Anan melepas genggamannya dari tangan Yohan, "sori sori".

Lagi-lagi, Yohan hanya melihat pintu di hadapannya dalam diam. Tidak ada ekspresi yang jelas di wajahnya. Tentu saja membuat Anan bingung karena lelaki di sampingnya ini sangatlah menyukai seni bela diri yang satu ini.

Dengan ragu Anan bertanya, "lo masih suka taekwondo, kan?"

Dilihatnya Yohan yang sedang mengerjapkan mata, lalu tersenyum kepada Anan membuat gadis itu mengalihkan pandangannya. Ia tidak mau jatuh untuk yang kedua kalinya pada kedua mata sayu itu. Hatinya masih merasakan sakit meskipun telah setahun berlalu.

"Masih, lah. Tapi gue tiba-tiba laper. Kantin, yuk?"

Mendengar itu, bahu Anan menurun tanda kecewa, "yah, padahal mau liat Yohan main"

"Eh, lo maksudnya." Anan segera meralat penggunaan kalimatnya.

Yohan pun tak bisa tidak untuk tersenyum dibuatnya. Ingatannya memutar kembali kenangan dua tahun lalu yang sudah ia simpan rapat-rapat.

Tangan besar Yohan terulur untuk mengacak rambut Anan pelan.

"Panggil gue senyamannya lo aja,"

Lalu setelah itu, Yohan berjalan duluan ke arah kantin.

Anan bergeming, dadanya bergemuruh hebat. Bahkan kini pipinya menghangat. Ia memenjamkan matanya sesaat sambil memukul dadanya sendiri.

Menyalahkan hatinya, yang selalu mudah luluh pada pria itu.

Menyalahkan hatinya, yang selalu mudah jatuh pada pria bermata sayu itu.

Menyalahkan hatinya, yang selalu gagal melupakan pria brengsek itu.

Menyalahkan hatinya, yang selalu berharap agar kisahnya bersama pria itu kembali terukir, walaupun rasanya tidak mungkin.

°•°





Ex ; Kim YohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang