27 Mei, 19.00
Anthony terduduk di ranjangnya, kain selimut halus bersentuhan dengan kulitnya, memberi kehangatan pada kedua kakinya yang kelelahan berdiri di podium. Ia menatap layar handphone miliknya yang dari tadi tak henti berdenting. Timeline Twitter miliknya dipenuhi oleh foto-foto tim Tiongkok yang sedang mengangkat trofi Sudirman. Anthony menatap piala tersebut, hatinya rindu untuk bisa mengangkatnya suatu hari nanti. Namun, senyumnya segera mengembang ketika ia melihat komentar para netizen Tiongkok.
"Shi Yuqi benar-benar harus berterimakasih pada Ginting. Ia telah membuat Momota kelelahan!"
"Ginting benar-benar, mainnya bagus sekali! Sayang banyak error, kalau tidak mungkin ia bisa menang kemarin..."
Ia kembali menge-scroll timeline Twitter nya dan mendapati foto dirinya, di antara Marcus dan Kevin, sedang memakai rangkaian bunga di kepalanya.
Buset gede bener itu, kaget gue Kevin ga kelelep.
Scroll. Scroll.
Foto tim Jepang. Anthony tertegun melihatnya. Orang-orang tersebut, yang biasanya selalu ceria, menampakkan ekspresi kecewa yang amat jelas. Anthony mau tak mau merasa iba melihat muka-muka mereka yang tertekuk muram.
Anthony mengernyit, mencoba melihat ekspresi mereka dengan lebih jelas, satu persatu.
Takeshi Kamura. Tampangnya agak kecewa, namun tetap konyol.
Yuta Watanabe. Mukanya seperti anak kecil yang celingak-celinguk, tidak kelihatan sedih. Anthony hanya tertawa gemas melihatnya. Dasar anak kecil.
Hiroyuki Endo. Pria 31 tahun tersebut sedang menatap tajam ke depan, namun hal tersebut tidak dapat menutupi kekecewaan di matanya. Tentu, mengingat usianya yang tidak lagi muda, ini bisa saja Sudirman Cup terakhirnya.
Terakhir, paling kiri. Kento Momota.
Oh, astaga. Mukanya sedih sekaligus kecewa, matanya memerah, seperti sehabis menangis. Anthony dapat merasakan tusukan tajam di hatinya ketika melihat foto tersebut. Lagipula, ia adalah pemain yang paling diandalkan Jepang. Sakit sekali jika ia malah harus menjadi penentu kekalahan.
Anthony berharap ia dapat melakukan sesuatu baginya, tapi ia bahkan tidak tahu pria Jepang tersebut bermalam dimana.
20.00, Restoran Hotel
"HAAAAAAA!" Gregoria, Greysia, Apri, Melati, Praveen, Kevin, Marcus, Jonatan, dan Anthony spontan berteriak dan memukul tumpukan kartu di tengah meja.
Kumpulan atlet yang jenuh karena harus terkungkung di kamarnya sampai dua hari kedepan memutuskan untuk bermain "Tepok Nyamuk".
Kali ini, tangan Praveen terletak di paling atas. Marcus yang tangannya tepat dibawah Praveen berteriak kembali, mengebaskan tangannya yang terpukul oleh Praveen.
"Dih, Coki, gledeknya ditahan pas smash aja bisa ga sih? Liat tuh tangan Sinyo sampe merah!" Mba Wid yang sedari tadi menonton menunjuk tangan Marcus.
"Maap, koko ncus. Sini gue tiupin~" Praveen menaikkan kedua alisnya.
"UCOK!"
"Geli ih!"
"Vin, pacar lu digodain nih! Masa diem aja!" Apri memanggil pria Banyuwangi tersebut.
Kevin yang mulutnya penuh oleh es krim yang ia makan diam-diam buru-buru mengelap mulutnya dan menelan es krim tersebut.
"Yah, dia malah makan es krim!" Apri memukul pelan meja di hadapannya, terkekeh melihat kelakuan temannya tersebut.
"Dua biji lagi es krimnya! Dasar gatau diri!" Anthony menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
strings [one shots]
Fanfictiona broken string can change the course of a whole game. strings, the epitome of fate. just like their stories. [badminton] a collection of one shots- ° marvin ° joting ° fajri