Ahsan berjalan ke kamarnya, menenteng piala dan boneka burung kiwi di tangannya. Ia telah menjuarai New Zealand Open, sekaligus membalaskan dendam Kevin/Marcus yang ia sudah anggap seperti anak-anaknya.
Ia masih ingat kata-kata Kevin di telepon malam kemarin.
"Bah, pokoknya babah harus juara! gamau tau! Kalo bisa kasih skor 21-3 juga, straight game!" seru Kevin, berapi-api.
Ahsan yang mendengarnya hanya tertawa.
Dan hari ini, ia berhasil membalaskan dendam Kevin, walaupun tidak sampai 21-3 juga sih...
Ahsan segera masuk ke kamarnya dan membersihkan diri. Setelah selesai berpakaian, ia duduk di ranjang dan segera meng-update Instagramnya. Hendra sedang duduk menghadap jendela, membelakangi Ahsan.
Selepas meng-update, ia ingin bersantai sejenak, melepas penat dengan partner sekaligus kekasihnya, Hendra.
Setelah juara, mereka memiliki ritual tersendiri. Mereka akan tiduran dan berpelukan sambil mengobrol pelan. Ahsan menyukai napas Hendra yang mengenai telinganya saat ia berbicara.
Ia berbaring telentang dan memanggil Hendra. "Koh,"
Tidak ada jawaban.
"Koh? Kok ga dijawab sih?"
Alih-alih sebuah jawaban, Ahsan malah mendengar suara isakan perlahan.
"Koh? Kokoh nangis?" Ahsan bertanya, suaranya cemas. Ia langsung menghampiri partnernya tersebut, khawatir apabila Hendra kenapa-napa.
Hendra yang sedari tadi diam menghadap jendela mendadak menutup mukanya dengan kedua tangannya.
"Koh, kenapa?" Ahsan bertanya mengguncang pelan pundak Hendra.
Ketika Hendra tidak menjawab, Ahsan segera memeluk Hendra, mengusap-usap kepalanya. Hendra membenamkan kepalanya ke leher Ahsan dan memeluknya erat, tangisnya semakin menjadi-jadi.
"Udah, udah, ssstttt... Semua bakal baik-baik aja kok Koh, tenang..." Ahsan berbisik, mencoba menenangkan partnernya.
Isakan tangis Hendra perlahan mulai reda. Ahsan yang sedari tadi panik pun lega.
Ahsan melepaskan diri dari pelukan Hendra. Ia mengangkat kepala Hendra dengan jarinya, menyejajarkan matanya dengan miliknya.
"Koh, cerita ke saya ya?" Ahsan berkata dengan nada yang menenangkan. Perlahan tangannya mengusap pipi Hendra yang masih basah.
"A- apa-apaan sih... t-tadi Yuta s-sok-sokan akrab sama kamu" Hendra berkata sambil terisak pelan.
"Yuta? Yuta Watanabe? Dia cuma nunjukkin kalo dia dapet air minuman kok, gak ada apa-apa" Ahsan mencoba menenangkan.
"T-tuh kan malah ngebela Yuta."
"Bukan begitu maksud saya Koh... tapi memang gaada apa-apa." Ahsan mencoba menahan tawanya. Hendra sangat cemburu hari ini, jarang-jarang.
Hendra memanyunkan bibir. Ahsan yang melihat hal tersebut langsung tergelak. Pacarku imut sekali.
Hendra yang mendengar gelak tawa Ahsan kembali menangis. Ahsan yang sedang tertawa mendadak menyesal dan lansung memeluk Hendra, mencoba menenangkannya kembali.
"Sssttt... sorry Koh... ga bermaksud ngetawain Kokoh kok" Ahsan kembali mengusap punggung Hendra pelan, mencium jidatnya.
"Koh, daripada nangis terus saya ceritain cerita lucu deh... gimana?"
"G-GAMAU"
"Ih kokoh... masa saya dibentak sih? Sedih nih," goda Ahsan.
Hendra tertawa pelan di sela-sela tangisnya. "DIEM!"
"Koh... jangan lama-lama dong nangisnya, nanti badan saya ingus semua" Ahsan mencoba membuat Hendra tertawa lagi.
"Nyebelin!" Hendra tertawa dan memukul-mukul pundak Ahsan.
"Aduh, aduh sakit, Koh!"
"Biarin!"
note: hello manteman, baru dapet inspirasi lagi hari ini gara-gara final NZ open hahaha
bener-bener ga nyangka daddies bisa menang, padahal udah ketinggalan jauh 😭
btw cerita ini terinspirasi dari podium MD di turnamen ini, yuta sempet buat babah ketawa :p
anyway, terima kasih udah baca! love you tons!
KAMU SEDANG MEMBACA
strings [one shots]
Fiksi Penggemara broken string can change the course of a whole game. strings, the epitome of fate. just like their stories. [badminton] a collection of one shots- ° marvin ° joting ° fajri