Hari ini semua berjalan dengan baik. Selalu, setiap harinya. Entah apa yang membuat semua ini terlihat baik, walau disadari atau tidak setelah hari itu, barangkali hati Sera tidak sama lagi.
Sera sempat berpikir, apa yang terjadi di hidupnya kini apa akan berangsur baik setiap harinya, atau mungkin sebaliknya. Kedua orangtua nya benar-benar sudah tidak tertolong lagi dan mungkin saja mereka memang tidak mau di tolong menambah rumit sebuah kisah hidupnya. Sera mungkin bisa pura-pura tidak mau tahu dan peduli. Sera pasti bisa.
Tapi benarkah?
...
Sera mengikat rambutnya agar membentuk sebuah kunciran. Dia mengambil jaket dan tas nya kemudian turun untuk sarapan karena jam masuk sekolah hanya tinggal beberapa menit. Hari ini ia sengaja datang lebih terlambat agar kena hukuman. Sera sangat bosan menjadi orang yang terlihat baik-baik saja. Maka dari itu, permulaan ini mungkin akan jadi awal yang berbeda untuknya. Namun Sera tidak pernah berharap bahwa hal ini akan merubah seluruh jalan hidupnya.
Saat di bawah, Ibunya sedang berdiri di depan televisi yang menampilkan berita di pagi hari, samar-samar terdengar berita itu tentang kecelakaan di dekat daerah nya tinggal, namun Sera yang sudah merasa jengah dan ingin cepat-cepat pergi ke sekolah segera mengambil remot televisi dan memencet tombol off. Seketika televisi mati dan Ibunya segera menoleh ke belakang dan menemukan Sera yang sudah duduk di kursi meja makan, mukanya terlihat sangat kacau. Mungkin Selama hidupnya, Sera tidak pernah di beri pelajaran tentang berdandan layaknya perempuan karena saat ini mukanya terlihat berbeda. Celak yang berada di matanya dan kelopak mata yang sudah gelap semakin gelap karena Sera menambah make up di bagian kelopaknya saja.
"Bu, aku minta uang jajan"
Saat Sera berucap seperti itu sebenarnya Sera tidak lagi peduli tanggapan Ibunya nanti. Entah Ibunya akan menghinanya dengan kata-kata binatang, Sera tidak lagi peduli. Karena saat ini ia benar-benar tidak punya uang sama sekali dan siapa di dunia ini yang bisa hidup tanpa uang?.
Ibunya segera berjalan ke arah dapur dan mencari-cari sesuatu di atas rak, yang ternyata itu sebuah dompet. Uang itu terulur saja padanya dengan wejangan Ibunya. "Di gunakan untuk kepentingan kamu, jangan di pakai untuk hal yang aneh-aneh"
Secepat uang itu mendarat di tangan Sera secepat itu pula Sera bangkit pergi tanpa menatap Ibunya terlebih dahulu.Sera berjalan di trotoar yang hanya berjarak satu meter ke depan gerbang sekolah yang mulai tertutup itu dengan santai. Tak tanggung-tanggung. Sera malah sengaja berjalan dengan lambat dengan tangannya yang sedang mengikat jaket ke pinggangnya. Pak satpam yang berdiri di dalam gerbang yang sedang akan tertutup itu malah melambai-lambai pada Sera agar Sera berlari, dengan tujuan agar pastinya di perbolehkan masuk, namun Sera malah cuek dan mengibaskan tangannya sambil berteriak"Tutup aja pak gerbangnya, saya mau coba maen drama" yang di tanggapi dengan muka pura-pura terkejut dengan satu tangan di angkat untuk menutup mulut. Benarkan ia kata, belom apa-apa pak satpam sudah memulainya.
Saat sudah sampai depan gerbang,memulai untuk mendorong gerbang dengan tangannya sambil berteriak agar di bukakan oleh pak satpam, tanpa di duga-duga Pak satpam segera membuka pintu gerbang yang membuat dahi Sera berkerut tajam. Sera ingin protes pada Pak satpam karena ulahnya Sera gagal bermain drama namun kalimatnya tertelan dalam hati saat terdengar suara bass seorang cowok di belakang telinganya.
"Pagi Pak Jo"
Sesaat Sera berharap bahwa cowok itu dia namun Sera segera menelan pil pahit saat Pak satpam menjawab sapaan sang cowok.
"Pagi nak Pandu"
...
"Lo udah denger berita kalo Ares kecelakaan?" Keheningan yang membekukan itu segera pecah saat Pandu berkata pada Sera saat langkah kaki mereka menuju taman belakang.
"Udah, gue udah denger beritanya" gue malah disana saat kejadian.
"Gue ga nyangka awalnya, tapi begitu gue ngeliat ada berita di grup angkatan, gue langsung nelfon Ares, tapi ga di angkat"
Sera yang mendengar hal itu kontan terkejut. Bagaimana orang yang sedang berdarah-darah dan hidupnya di ambang kematian menjawab panggilan telefon?.
"Lo aneh ya,mana mungkin Ares ngangkat telefon lo, dia aja mau bangun melekin matanya mungkin rasanya susah banget" Delikan mata yang menjadi jawaban atas perkataan Pandu.
Pandu yang mendapat cercaan seperti itu langsung menengok ke arah Sera dengan tatapan sinisnya"Santai kali Ser, gausah sangar begitu"
Sera segera menggembuskan nafas dengan keras dan mempercepat langkah kakinya meninggalkan Ares di belakang. Saat Sera sudah melihat area taman belakang yang sangat kacau, dia lagi-lagi mengepalkan tangannya. Apa Sera menginginkan ini semua? Ya!.
Tapi tidak dengan penggangu saat ini.
Dengan berat hati, Sera segera mengambil sapu lidi dan mulai membersihkan taman belakang yang luas itu. Saat melihat Pandu sedang mencabuti rumput hijau itu, Sera tersadar sesuatu.
"Kenapa saat lo dateng Pak satpam tiba-tiba bukain pintu gitu aja?" Sera berbicara tanpa mengalihkan pandangannya pada tanah di bawahnya. "bukannya itu aneh, apa sekarang gue lagi sama anak pewaris sekolah ini?".
Gerakan tangan Pandu yang sedang mencabuti rumput terhenti dan pandangannya terangkat menuju Sera. Pandu selalu merasa penasaran dengan hidupnya. Dan saat ini, adalah cara ia mengetahui hidup seorang Sera. Dengan mata yang selalu terlihat sayu dan lelah, di tambah rambutnya yang selalu kusut dan sepatunya yang sudah memudar warnanya, semua itu malah menambah pesona dari seorang Sera. Pandu tidak tahu,mungkin ada yang salah dari dirinya. Tapi ia mau bermain-main saat ini.
"Jangan ngawur, gue bukan apa-apa di sekolah ini, sama kaya yang lain"
"Tapi apa datang dengan terlambat trus tiba-tiba di bukain pintu gerbang itu bukan apa-apa?"
"Terus, buat apa gue di sini Sera, sama lo, apa itu ga bisa bikin lo percaya kalo gue bukan apa-apa"
Seketika Sera terbungkam. Dengan keheningan yang ada, Sera segera menaruh sapunya dan masuk ke area lebih dalam di taman belakang itu, membuat mata Pandu seolah terhipnotis dan termenung melihat rambut Sera yang bergerak ke kanan dan kiri saat berjalan.
...
Sera terpekur melihat taman di belakang sekolahnya. Akar yang menjalar. Tanaman yang menjalar ke arah dinding perbatasan bangunan sekolah yang berwarna hijau dan lebat seketika membuat ia merindukan taman di belakang rumahnya. Yang menemaninya dari kecil namun tidak bisa bersama mulai kini.
Di tengah-tengah taman itu ada sebuah pohon besar. Ranting-rantingnya menjulur ke samping membuatnya terlihat seperti payung raksasa. Mungkin bagi sebagian orang akan terlihat menyeramkan, namun tidak bagi Sera.
Sera segera melepas jaketnya dan membentangkannya di tanah,kemudia ia menjatuhkan dirinya disana. Sangat nyaman. Angin yang menyapu pipinya membuat hatinya tentram. Dan tidak di butuhkan waktu lama lagi bagi dirinya untuk tertidur.
Di bawah payung raksasa semesta. Ia menemukan kebahagiaanya.
...
Don't know what to do,
Don't know what to do withouttttttt yoooooouuu
Ye ye yeahhhhhhh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentimental Things
Teen FictionSera memujanya dengan segala ketakutan. Mencintainya dibalik topeng wajah suramnya. Menyimpan semua memori walau hanya sekejap terasa menjadi rutinitasnya. Jadi, saat Sera berdiri di podium saat pensi sekolah dengan hentakan yang memukul dadanya, Se...