-,' Keributan di pagi hari

11 1 0
                                    

Adam POV

Pagi ini aku terbangun dalam keadaan yang tidak nyaman. Bagaiman tidak, pagi-pagi begini pintu kamarku sudah diketuk dengan sangat brutal.

Siapa lagi jika bukan papa yang selalu membangunkan ku seperti terjadi kebakaran.

" Adam.. cepat bangun.. dam.. " terdengar suara papa, masih tetap mengetuk keras pintu kamarku.

Dengan langkah gontai aku menuju ke arah pintu dan membukanya. Saat pintu terbuka, sudah berdiri papa sembari berkacak pinggang menatapku dengan mengintimidasi.

" Pa.. ini masih pagi. Papa ribut banget tau ga " ujarku pelan pada papa. Tadi papa berlagak seperti ingin menerkam ku, tapi sekarang papa malah nyengir kuda seperti tak terjadi apapun.

" Kamu tuh yang tidurnya seperti orang mati. Dari tadi papa panggilin tapi ga nyahut juga " aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Walaupun setiap pagi selalu seperti ini, tetap saja aku merasa tidak nyaman dibangunkan dengan cara seperti tadi.

" Buruan kamu mandi, setelah itu buatin sarapan ya " papa berlalu pergi meninggalkanku di pintu kamar.

Selalu seperti itu setiap pagi. Papa membangunkan ku, lalu menyuruhku untuk membuat sarapan. Itu terpaksa ku lakukan. Karena aku hanya tinggal berdua saja dengan papa. Mama sudah lama meninggal ketika aku masih duduk di bangku kuliah.

Sedangkan kakak lelaki ku, Mas Deno, sudah berkeluarga. Mas Deno menikah dengan mbak Ria, dan memiliki seorang putra tampan bernama Abi. Tentu saja mereka tinggal di rumah mereka sendiri. Hingga tersisa aku dan papa di rumah ini.

Soal pembantu rumah tangga, kami tidak memilih yang bekerja tetap dan tinggal di rumah. Bik murni hanya datang pada saat siang hari dan kembali pulang saat sore hari jika pekerjaannya sudah selesai. Tugas bik murni hanya membersihkan setiap ruangan di rumah ini saja. Untuk masalah makanan tidak diperlukan.

Karena pekerjaan papa sebagai seorang dokter jantung, papa lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit. Saat malam hari baru kembali pulang ke rumah. Jika bik murni ditugaskan membuat makanan, takutnya makanan itu tidak akan di makan.

Bagaimana denganku? Aku, Adam Faheema. Usiaku 29 tahun. Aku seorang guru di salah satu sekolah elite di kota ini. SMP Tri Bakti, Disana tempat ku mengajar. Aku guru mata pelajaran sejarah. Aku begitu menyukai sejarah dan teman-temannya. Selain itu aku juga suka membaca buku yang berkaitan erat dengan sejarah suatu peristiwa. Mungkin banyak di luar sana orang-orang yang tidak menyukai sejarah. Karena untuk apa mempelajari sejarah, padahal itu sudah berlalu. Itu yang bisanya ada di pikiran mereka. Sejarah itu penting, agar kita tahu bagaimana suatu benda atau peristiwa bisa terjadi. Itu pemikiran ku.

Tak ingin berlama-lama, aku segera menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarku. Melakukan ritual mandi seperti biasanya.

***

Setelah selesai mandi, aku berpakaian dinas, seperti guru pada umumnya. Hari ini, Hari Senin, jadwalku mengajar disalah satu kelas.

Lalu aku turun ke bawah menuju dapur untuk membuat sarapan. Papa sepertinya masih berada di kamarnya.

Sejak mama meninggal, tidak ada yang bisa diharapkan untuk memasak selain aku. Dulu saat mendiang masih hidup, aku sering membantunya memasak di dapur. Karena di keluarga kami tidak ada anak perempuan untuk membantu mama memasak.

Pagi ini, aku membuat nasi goreng biasa saja dengan telur ceplok sebagai pelengkap. Aku menyajikannya di atas meja.

Tak lama papa menghampiri meja makan, kemudian duduk. Aku juga ikut duduk, tepat dihadapan papa.

" Wah.. udah siap aja nih. Kamu emang yang terbaik " puji papa saat melihat makanan yang sudah tersaji. Aku hanya tersenyum membalas pujian papa.

" Ya udah. Ayo makan " kemudian papa mulai memakan makanannya. Begitupun aku.

Papa begitu menikmati acara makannya. Hingga makanan itu habis, papa kembali mengajakku berbincang-bincang.

" Dam. Kamu beneran belum dapet calon? Di usia kamu yang hampir kepala tiga seperti ini, seharusnya sudah ada yang menemani kamu " aku hanya terdiam mendengar ucapan papa.

Pertanyaan seperti ini sudah sering papa lontarkan padaku. Papa selalu saja menyuruh ku untuk segera menikah.

" Jika kamu menikah, kamu tidak harus papa bangunkan setiap pagi. Nantinya istri kamu yang akan membangunkan kamu. Dan untuk membuat sarapan, kamu tidak perlu bersusah payah, karena istri kamu pasti yang akan membuatnya " ujar papa panjang lebar.

Aku mengerti maksud papa. Bukannya aku tak ingin menikah sama sekali. Tidak ada waktuku untuk mencari calon istri untuk sekarang. Aku masih ingin menikmati menjadi seorang guru yang bebas dengan belum menikah. Bukan bebas untuk menggoda wanita, hanya saja aku tidak ingin terikat dalam ketidakbebasan yang akan mengekang diriku. Dan lagi pula, aku tak banyak mengenal wanita. Belum ada yang begitu berteman dekat denganku. Yang ku kenal hanya guru-guru wanita di sekolahan tempat ku mengajar saja.

Teman kuliah wanita? Tidak ada yang ku kenal dekat. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk membaca buku dari pada berinteraksi dengan kaum hawa itu saat masa kuliah. Hingga aku tak pernah mengenal apalagi merasakan yang namanya berpacaran. Teman pria yang kumiliki saja hanya sedikit.

" Adam, dengerin omongan papa. Kamu harus segera mencari calon istri, supaya ada yang mengurus kamu " papa sukses membuat lamunanku buyar.

' Ck. Apa papa ga sadar. Kalau aku menikah, siapa yang akan mengurus papa nanti ' batinku. Aku hanya berani bermonolog dalam hati. Aku tidak ingin menyampaikannya pada papa. Yang ada hanya papa yang tetap memaksaku untuk segera menikah.

" Iya pa. Nanti kalau ada waktu, Adam pasti cari calon istri buat Adam " ujarku akhirnya pada papa. Papa hanya menghembuskan napasnya pelan.

" Kamu ada kelas hari ini, kan? Papa ke rumah sakit agak siangan " aku mengangguk.

Papa berdiri dari tempatnya duduk, lalu membereskan piring kotor sehabis sarapan tadi. Aku turut membantu papa.

Setelah beres, aku kembali merapikan tampilan ku. Dan berpamitan pada papa untuk berangkat ke sekolahan.

Keluar dari rumah, ku kendarai mobil CRV hitam milikku, membelah jalanan kota Jakarta di pagi hari, menuju tempatku mengajar.

***

Jangan lupa tinggalin jejak kamu wahai para readers. Terimakasih...

And YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang