-,' Kakak Radit

10 1 0
                                    

Ini sudah 3 hari dari hari pertemuanku dengan Radit kemarin. Tapi Radit masih belum menemuiku untuk menyampaikan kapan orangtuanya bisa bertemu denganku.

Aku khawatir Radit tidak memberi tahukan kepada orangtuanya kalau aku ingin bertemu.

Kebetulan hari ini aku ada jadwal mengajar di kelasnya. Aku akan menanyakan hal ini pada Radit.

Setalah bel berbunyi, aku berjalan meninggalkan ruang majelis guru dan melangkahkan kaki menuju kelas IX.5.

Aku berjalan dengan tenang. Hanya sedikit siswa yang berpapasan denganku. Karena bel masuk sudah berbunyi sedari tadi.

Sekarang aku sudah berada di depan pintu kelas. Tumben mereka tidak ribut. Tanpa berpikir panjang aku masuk ke dalam kelas sembari mengucapkan salam dan langsung dijawab oleh para siswa.

" Oke, anak-anak. Bapak akan mengabsen kehadiran kalian dulu " aku menyebut nama siswa satu persatu.

Saat sampai di nama Radit, tidak ada jawaban darinya.

" Maaf, pak. Radit ga datang hari ini. Kemarin juga ga datang. Radit lagi sakit, pak " ujar Edo sang ketua kelas.

Pantas saja Radit tidak menemuiku, ternyata dia sedang sakit.

" Kalau bapak boleh tau, Radit sakit apa, Edo? " Tanyaku pada Edo untuk memastikan penyakit apa yang sedang diderita Radit.

" Kemarin dari surat yang diterima wali kelas, katanya Radit demam, pak " jawab Edo.

" Oke, terimakasih, Edo "

" Iya, pak "

Aku kembali melanjutkan mengabsen para siswa yang tersisa. Setelahnya, aku memulai proses belajar mengajar untuk hari ini hingga selesai.

***

Setalah mengantarkan buku-buku ke perpustakaan, aku menuju ruangan majelis guru dan duduk di kursiku. Tak ada kelas lagi untuk hari ini.

Aku duduk bersantai saja di tempatku. Saat sedang asik bersantai, aku teringat pada Radit.

Aku merasa kasihan juga padanya yang saat ini sedang dalam keadaan sakit. Namun, aku lebih prihatin lagi pada nilai-nilai sejarahnya itu.

' Apa aku pergi ke rumahnya saja untuk berdiskusi dengan orang tuanya? Sekalian untuk menjenguk Radit yang sedang sakit ' pemikiran itu muncul di kepalaku.

Menurutku itu bukan ide yang buruk. Tapi, ada satu hal yang menjadi masalah. Bagaimana aku ke rumah Radit, sedangkan letak rumahnya saja tidak tau dimana.

Tentu saja aku harus bertanya pada wali kelasnya Radit. Kelas IX.5 di pegang oleh Bu Dharma. Beruntung Bu Dharma tidak sedang mengajar saat ini. Beliau berada di dalam ruangan majelis guru juga. Duduk sendirian di kursinya, sambil tangannya memeriksa hasil tugas para siswa.

Aku bergerak menuju meja Bu Dharma.

" Permisi, Bu " Wanita yang hampir memasuki kepala lima itu menoleh padaku.

" Ada apa, Pak Adam? " Tangannya berhenti memeriksa hasil tugas siswa.

" Begini, Bu. Saya boleh minta alamatnya Radit Ardito Johan, salah satu siswa kelas Bu Dharma? "

" Untuk apa ya, pak? " Tanya Bu Dharma kembali.

" Saya ingin menjenguk Radit yang sedang sakit, Bu. Sekalian saya ada urusan dengan orangtuanya Radit " aku harap Bu Dharma mau memberikan alamat Radit tanpa bertanya lagi.

" Tunggu sebentar ya, pak. Saya cari dulu " ah. Syukurlah, Bu Dharma mau memberikannya.

Setelah menemukan buku data siswa kelas IX.5, Bu Dharma mencari namanya Radit di daftar siswa. Nama Radit sudah di temukan, disana tertera data diri Radit dan alamat rumahnya.

And YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang