1¦ Kabar Burung

24 3 0
                                    

1 minggu sebelum upacara pembukaan dimulai. Selang waktu itu menjadi kesempatan para murid baru untuk mempersiapkan diri di asrama serta mengenal lokasi sekolah secara mandiri.

Sebuah meja besar berdiri tepat di depan gerbang utama yang terbuka lebar. Di sana para murid baru bisa mengambil peta untuk membantu menemukan letak asrama. Berkat itu bukan masalah bagiku untuk menemukan gedung asramanya, masalahnya adalah kamarku. Tidak ada gambaran detail untuk bagian dalam asrama.

"Mungkin di sini? Bukan...."

Entah kenapa setiap kali aku berbelok hanya nomor ratusan yang tertera di pintu kamar, sedangkan kamarku nomor 32. Walaupun mau mencari bantuan tidak ada siapapun di sini, wajar.... ini hari pertama dari selang waktu yang diberikan.

"Ah! Kamu yang di sana bisa berhenti sebentar?"

Aku menghampiri orang yang baru saja lewat di ujung lorong. Dia berhenti dan memandangiku beberapa saat sebelum angkat bicara.

"Siapa?"

Suaranya terdengar dingin dan datar seperti raut wajahnya. Rambut hitam legamnya menutup mata kiri dengan sempurna. Ditambah kacamata kotak yang menggantung di hidung. Auranya tidak mengenakkan, mungkin aku sudah salah memanggil orang tapi tidak ada jalan kembali.

"Apa kau tahu kamar nomor 32 ada dimana?"

Dia melirik tas yang kubawa kemudian melihat ke belakang dan kembali menatapku.

"Aku tahu."

"Benarkah? Dimana?"

"Akan kuantar."

Dia langsung berjalan tanpa menunggu jawabanku, daripada tertinggal dan tersesat lagi aku pun mengekorinya tanpa pikir panjang.

Sepanjang perjalanan hanya kesunyian yang mengiringi kami. Aku tahu aku harus membuka topik tapi auranya yang dingin itu membuatku terus gagal membuka mulut. Sementara dia sama sekali tidak terlihat seperti orang yang akan bicara kecuali untuk hal yang penting.

Kami mulai menuruni tangga, tampaknya alasanku tidak menemukan kamar adalah karena aku salah menghitung lantai. Dari jauh aku bisa mendengar suara seseorang yang mendekat memanggil dengan keras. Mendengar itu orang di sampingku berhenti untuk melihat sang pemilik suara.

"Uwah, apa maksudnya ini Neo??"

Orang itu berkali-kali melirikku, wajahnya seperti orang kebingungan. Tapi orang di sampingku yang dia panggil Neo ini mengabaikan pertanyaannya.

"Ada perlu apa?"

Dia mendekat dan mulai membisikkan sesuatu. Tidak sampai satu menit Neo membantahnya dengan tegas.

"Tidak, tahun ini dia akan kembali."

"Darimana kau tahu?"

"Aku mendengarnya langsung."

"Kalau kau yang bilang yah.... baiklah. Aku akan beritahu Vero nanti. Mungkin dia akan datang besok."

"Hanya itu?"

"Ya, sampai ketemu lagi minggu depan."

Orang itu pun pergi dengan cepat, tampaknya mereka baru saja membicarakan sesuatu yang penting.

"Kamu juga, sebaiknya hati-hati."

Kali ini dia bicara padaku, badannya yang tinggi sedikit menyulitkanku untuk melihatnya dari dekat.

"Apa sedang ada konflik di sini?"

"Tidak."

"Umm.... demo?"

Elvany the HerstellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang