“Udah bawa aja.” Syaila hanya mengangguk dan memasukkan gamis itu ke dalam kopernya. Kemudian Uminya menyuruh memakai gamis itu sat sudah sampai di Papua, Syaila hanya menurut saja kata Uminya.
Keesokan harinya, Syaila bangun jam tiga pagi sambil menunaikan sholat tahajud dan curhat kepada Allah. Selepas itu Syaila segera mandi dan bersiap untuk sarapan. Saat selesai mandi Syaila melihat Rafa sudah tidak ada di kasurnya, mungkin sudah diambil oleh kakaknya.
Sudah siap, Syaila membawa kopernya ke bawah dan meletakkan di ruang tamu dan berjalan menuju dapur. Sepi. Hanya ada makanan. Ke mana semuanya?
“Bik Ijah Umi, Abi, Rafa, Kak Zahira dan suaminya ke mana?” tanya Syaila kepada Bik Ijah yang sedang membereskan dapur.
“Itu Non tadi lagi joging, Non disuruh sarapan duluan soalnya Den Genta ke sini jam setengah enam.” Syaila melihat jam masih jam lima, berarti setengah jam lagi Genta datang. Baru kali ini Syaila sarapan sendirian, tapi tidak apa-apa yang penting sarapan.
Tepat jam lima seperempat Genta datang dan Syaila baru saja menyelesaikan makannya, dengan tergopoh-gopoh Syaila berlari meletakkan piring kotor dan berlari ke ruang tamu mengambil kopernya dan setengah berlari berjalan ke arah gerbang.
Terlihat Genta berpakaian santai, hanya memakai kaos oblong berwarna hitam dibalut jaket jeans dan celana hitam panjang. Ganteng, puji Syaila dalam hati.
“Sudah siap?” tanya Genta sambil mengambil alih koper milik Syaila dan meletakkan di bagasi mobil.
“Sudah.”
“Masuk aja, ada adik aku kok,” ucap Genta yang sudah hapal dengan Syaila, selalu ragu ketika akan masuk mobil jika hanya berdua dengan seorang lelaki.
Di dalam mobil ada seorang perempuan bercadar sambil memainkan ponselnya, dia memakai gamis berwarna senada dengan gamis yang dibelikan Umi. Apa ini kebetulan?
“Oh ini yang namanya Kak Syaila?” tanya adik Genta dengan ramah dan mengajak bicara Syaila yang terlihat sangat malu-malu ketika masuk mobil.
Namun, semenit kemudian keduanya sudah akrab dan bercerita banyak hal tentang dunia islam yang mereka ketahui, mereka juga sharing tentang pendapat wanita bercadar. Syaila mengutarakan pendapatnya jika wanita bercadar itu sunggguh wanita yang mulia dan masuk surga terlebih dahulu karena sudah melaksanakan perintah Allah meskipun tidak diwajibkan.
Sedangkan Nuha—adik Genta, menyangkal pendapat Syaila, bahwa semua wanita memang mulia dan bukan berarti bisa masuk surga dengan mudah seperti yang dipikirkan oleh Syaila, karena sama saja seperti wanita biasanya, Nuha mengakui jika ada seorang ikhwan bersarung dirinya tergoda untuk melihatnya, itu sudah termasuk zina mata. Dan itu sudah melanggar perintah Allah yang sudah jelas tertera di Al-Qur’an, janganlah kamu mendekati zina, zina itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk(Q.S.Al-Isra:32)
Tak terasa mereka sudah sampai di bandara I Gusti Ngurah Rai, dengan cepat Genta menurunkan koper milik adiknya dan Syaila. Sedangkan dirinya hanya membawa tas yang isinya hanya baju dan kamera. Sepertinya calon istri dan adiknya sudah akrab, mungkin karena jalan pikiran mereka yang sama dan membuat mereka lebih cepat akrab.
“Kakak gak mau ganti baju?” tanya Nuha kepada Genta yang sedang sibuk dengan ponselnya.
“Oh iya, kamu bawa nih kopernya.” Kemudian Genta segera pergi ke toilet, sedangkan kedua wanita itu berjalan menuju tempat keberangkatan.
Keduanya berbincang perihal hobi masing-masing. Ternyata hobi Nuha membaca komik detektif Conan, dia menceritakan kehebatan Conan saat menjadi detektif. Syaila hanya mengangguk-angguk saja karena tidak paham dengan topik yang diceritakan oleh Nuha, terkadang kita harus pura-pura paham agar orang yang bercerita kepada kita tidak merasa sedih atau kecewa.
Di toilet Genta menelepon Mamanya menanyakan apakah sudah sampai di bandara Frans Kaisiepo, ternyata sudah sampai dan kini sedang dalam perjalanan ke hotel yang berada di pusat kota. Segera mungkin Genta mengganti baju dan membalutnya dengan jaket jeans, karena pesawat yang akan ditumpanginya akan segera berangkat. Beruntung toiletnya tak terlalu jauh dari tempat keberangkatan.
Selama perjalanan kedua wanita yang ada di sebelah kanan Genta tertidur pulas, Genta hanya tersenyum melihat pemandangan yang ada di sebelahnya.
Perlu kalian tahu, bahwa Genta ini merupakan teman masa kecilnya Syaila ya meskipun tak terlalu terkenang di dalam hati Syaila tapi di hati Genta itu sangat berkesan berkenalan dengan seorang gadis yang sangat takut jika berduaan dengan seorang lelaki.
Satu karakter yang membuat Genta sangat mencintai Syaila yaitu sifatnya yang tak pernah berubah dari dulu, dan Genta juga yakin satu karakter itu tipe pasangan yang setia. Itu hanya keyakinan Genta saja yang tidak mungkin terjadi pada semua orang.
Saat mengetahui Syaila berada di cafenya kemarin, Genta terkejut tapi dia sudah menyiapkan mental sebelum hari di mana bertemu dengan Syaila. Cafe itu pun namanya Syaila tapi hanya diambil GELA (Genta dan Syaila).Dan kemarin saat mengantar Syaila pulang, Genta langsung melamarnya namun Syaila belum tau karena memang sengaja, Genta ingin melamar Syaila bersama datangnya lembayung senja di langit Papua. Satu hal yang baru diketahui Genta tentang Syaila yaitu dia penyuka lembayung senja. Sama sepertinya yang sangat menyukai lukisan Tuhan yang amat mengagumkan itu.
Perjalanan selama lima jam sangat melelahkan, buktinya Genta, Nuha dan Syaila sudah tertidur pulas. Bangun saat suara pramugari untuk mempersiapkan karena akan take off. Badan mereka sangat pegal semua karena tertidur dengan posisi punggung miring, melengkung dan leher juga terlalu miring menyebabkan efek sakit.
“Capek semua?” tanya Nuha kepada Genta dan Syaila, keduanya hanya menjawab dengan anggukan karena terlalu malas mengeluarkan suara.
Syaila melihat jam di ponselnya masih jam satu WIT. Ada satu pesan dari Mamanya.
Umi:
Jangan lupa gamisnya dipake kalau udah di bandara Papua ya.Tidak dibalas karena sekarang ponselnya mode pesawat. Pesan itu masuk jam 5.30, mungkin tadi saat dirinya berbincang dengan Nuha karena terlalu asyik berbincang sampai tak melihat ponselnya.
Pesawat sudah mendarat dengan mulus, prosesnya selama setengah jam kemudian bisa keluar dari pesawat. Syaila mengingat pesan Uminya untuk ganti gamis.“Sebentar aku mau ke toilet dulu ya,” pamit Syaila yang hanya dibalas anggukan oleh kakak beradik itu yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing.
Setelah lima menit, Syaila datang dengan gamis yang berwarna sama seperti gamis yang dipakai oleh Nuha. Mungkin ini kebetulan, pikir Syaila. Posisi kedua kakak beradik ini masih sama duduk sambil sibuk dengan ponsel masing-masing. Terus apa gunanya duduk bersebelahan kalau pada sibuk sendiri?
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Kaimana
Short StoryAkhir dari sebuah perjuangan dalam menanti, dan kejutan karena memiliki kesamaan dalam suatu hal membuat terjalinnya sebuah hubungan. Mie Indomie, kopi dan senja merupakan hal yang sangat nikmat di dunia ini, apalagi bersamamu.