7

8 6 0
                                    

Syaila mengikuti saran dari Genta, “Nuha jodohmu dateng tuh,” sontak mata Nuha terbuka dan terbangun.

“Huh, akhirnya terbangun juga kamu,” ucap Syaila sambil bernapas lega karena melihat mata Nuha sudah berkedip.

“Ini pasti diajarin sama Kak Genta?” tuduh Nuha sambil berdengus kesal, dia sudah tau akal-akalan kakaknya untuk membangunkan dirinya. Tapi kenapa dirinya juga mudah tertipu dengan ucapan kakaknya.

Syaila hanya diam sambil tersenyum kemudian dia keluar dari mobil, membiarkan Nuha mengomel kesal. DI luar terlihat Genta berdiri tegak sambil memegang gagang koper milik Syaila.

Syaila melihat pakaian yang dikenakan oleh Gena, warnanya sama seperti gamis yang dikenakan saat ini. Syaila melihat hal itu hanya bingung dan menepiskan pikiran negatifnya.

“Nuha sudah bangun?”

“Sudah, dia masih mengomel.”

Genta hanya tertawa mendengar hal itu, sedangkan Syaila mengambil alih kopernya dari tangan Genta. Kini mereka berdua menunggu Nuha yang tak kunjung keluar dari mobil. Padahal sudah lima belas menit mereka berdua berdiri dengan situasi yang sangat canggung, hanya deburan ombak yang terdengar menemani kecanggungan mereka berdua.

“Aku curiga sama nih anak, kayaknya tidur lagi deh.” Genta berjalan menuju mobil dan membuka pintu penumpang, terpampang jelas seseorang gadis sedang tertidur pulas. Genta menghela napas kasar, pantesan jones! Kagak peka sih kalo ditungguin! Untung adek, kalo bukan udah gua apain dah nih anak.

“NUHA DION NGELAMAR ELU!” teriak Genta membuat Nuha terkejut, sontak bangun dari tidurnya yang indah. Tak hanya Nuha yang terkejut, Syaila yang ada di belakang mobil pun iku terkejut.

“Gue tau itu boong,” balas Nuha dengan malas dan keluar dari mobil penuh kekesalan, Genta hanya memasang wajah datar melihat adiknya yang tidak peka.

Kemudian Nuha mengajak Syaila masuk ke hotel dan mengambil kunci kamar, karena sudah dipesan jauh-jauh hari dan pihak hotel juga kebetulan saudara sendiri jadi tinggal mengambil kunci. Di belakang mereka ada Genta yang memasang wajah jutek karena kesal terhadap Nuha.

Setengah jam membersihkan diri, Genta tetap memakai baju yang tadi karena atas perintah mamanya. Di sebelah kamar Genta Nuha dan Syaila pun begitu tidak berganti baju, mereka juga hanya cuci muka keduanya tidak mandi. Genta menggetuk pintu kamar Nuha.

“Dek ayo!”

“Iya Kak bentar lagi gue keluar.” Di dalam kamar Nuha melihat wajah Syaila yang polos tanpa make up, Nuha mengeluarkan make up-nya dari dalam tas, hanya bedak tabur, celak, dan lip balm.

“Kak sini aku bedakin dulu, wajahnya keliatan kusut gitu.” Syaila hanya tersenyum dan menggeleng pelan, dia tidak begitu suka memakai make up.

“Sini, gak tebel  kok tipis.”  Syaila hanya mengambil celak dari tangan Nuha dan memakainya.

“Bedaknya dikit aja, tipis aja Kak biar tambah cantik,” pinta Nuha dengan puppy eyes, Syaila hanya mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Nuha memoles bedaknya di wajah Syaila dengan hati-hati dan telaten agar hasilnya baik.

“Sudah Kak, tambah cantik klepek-klepek entar doi,” puji Nuha sambil memasukkan kembali alat make upnya ke dalam tas.

Tepat saat akan membuka pintu, Genta mengetuk pintu dengan tak sabaran. Pintu terbuka menampakkan Nuha dan Syaila berdiri dengan baju berwarna senada, begitupun baju yang dikenakan oleh Genta.

“Ayo senjanya udah mulai muncul.”

Mendengar kata senja, Syaila bersemangat. Syaila berjalan dengan cepat sambil menyeret tangan Nuha. Nuha, hanya pasrah digeret oleh kakak iparnya, eh calon ding.

Di belakang terlihat Genta hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat Syaila yang tak sabaran untuk melihat senja, Genta mengeuarkan kameranya untuk mengabadikan momen yang sangat dinantinya. Berjalan dengan perlahan sambil merekam, dan tak lupa Genta menyuruh temannya untuk merekam nanti.
Sesampai di pantai tepat sekali Syaila berjalan menuju bibir pantai bersama Nuha. Langit hari ini nampaknya mendukung Genta untuk melamar Syaila.

“Eh, Bro rekam sampe selesai ya jangan sampai terlewat walau sedetik,” ucap Genta kemudian menyerahkan kamera ke tangan temannya. Kemudian Genta berjalan menuju restoran yang terletak tak jauh dari bibir pantai. Di sana keluarganya dan keluarga Syaila sudah menunggu sedari tadi siang, karena penerbangannya lebih dahulu mereka.

Sesampai di restoran Genta memanggil mamanya dan semua anggota keluarga nampaknya tahu maksud kehadiran Genta mereka sudah berdiri bersiap pergi ke bibir pantai.

“Ma, sekarang.” Genta berjalan menggandeng mama dan papanya. Di belakang kedua orang tua Syaila merasa bahagia karena senang memiliki mantu yang sangat sayang kepada keluarganya.

Perlajanan Bali-Papua Gentalah yang membiayai. Sesampai di bibir pantai, terlihat Nuha dan Syaila sedang duduk sambil menikmati indahnya senja.

“Syaila,” panggil mama Syaila dengan penuh kelembutan, merasa dipanggil Syaila menoleh ke belakang dan terkejut dengan kehadiaran semua keluarganya di sini, termasuk Kakaknya.

“Mama?” balas Syaila dengan sejuta pertanyaan di dalam benaknya. Syaila melihat warna bajunya senada dengan baju Genta dan keluarganya. Syaila mengernyitkan dahi sambil berjalan menuju mamamnya yang berdiri di belakang.

Terlihat Genta sedang menetralkan rasa gugupnya dengan memegang tangan mamanya, “Kak samperin sekarang,” bisik mamanya kepada Genta.

“Takut Ma,” bisik Genta di telinga mamanya, Mayang tau anak sulungnya ini sangat gugup. Dengan lembut Mayang mengelus lengan Genta.

“Jagoan Mama gak boleh takut, samperin,” ucap Mayang sambil sedikit mendorong Genta ke depan menuju Syaila yang ada di hadapannya.

Syaila kebingungang dengan keadaan sekarang, kenapa mamanya ada di sini? Lengkap pula ada kakaknya. Syaila melihat badan Genta perlahan maju karena di dorong pelan oleh seorang wanita muda yang cantik, Syaila berpikir jika itu mama Genta.

Genta berdiri tepat di depan Syaila, Genta tidak berani menatap wajah Syaila karena jika melihat gugupnya semakin menjadi-jadi. Suasana sangat hening, hanya terdengar suara deru kendaraan bermotor berjalan dan deburan ombak.

“Eum, Syaila.”

“Iya?”

“Kenapa kamu suka senja?” tanya Genta membuat Syaila kebingungan. Begitupun di belakang mereka, anggota keluarga bingung dengan ucapan Genta, namun mereka tidak ada yang berkomentar hanya menjadi pendengar saja.

“Karena senja menemaniku saat sendiri, dan senja selalu membuatku tersenyum,” balas Syaila sambil menatap senja yang sangat indah ini.

“Bolehkah aku menggantikan senja?”

“Ha?” Syaila bingung dengan kalimat yang diucapkan oleh Genta.

“Bolehkah aku yang menggantikan senja? Menemanimu saat  sendiri dan selalu membuatmu tersenyum setiap hari?” pernyataan Genta membuat Syaila membeku, otaknya mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Genta.

“Maukah kamu menjadi pelengkap imanku?” tambah Genta membuat Syaila membeku tak bisa berkata-kata, badannya kaku  tak berkutik. Otaknya sudah tidak bisa mencerna setiap kata dengan sempurna.

“Bagaimana?” tanya Genta sambil mengeluarkan cincin berlian yang sangat indah. Melihat cincin itu Syaila membelalakkan mata. Perlahan air matanya menetes tanpa di komando, Genta melihat Syaila meneteskan air mata kelimpungan, di belakang Syaila tiba-tiba datang mamanya sambil mengelus pundak Syaila.

Suasana berubah menjadi hening, hanya deburan ombak yang menemani dan kelepak daun kelapa yang diterpa oleh angin dengan kencang. Genta takut apa yang diucapkan itu salah. Kemudian dirinya mencoba berkata lagi, sambil duduk di atas pasir pantai yang halus ini. Syaila ikut duduk sambil pundaknya dielus-elus oleh mamanya.

“Iya, aku mau,” balas Syaila sambil mengulum senyum.

Genta melirik Syaila sambil tersenyum menampakkan guratan bahagianya. Begitupun sebaliknnya, Syaila menatap Genta sambil tersenyum.

“MA PENGHULUNYA UDAH DATENG!” celetuk Ivan—kakak ipar Syaila—membuat semua keluarga menoleh ke belakang sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sedangkan, Syaila dan Genta sangat terkejut.

ENDING😗

Senja di KaimanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang