Final

66 11 74
                                    

Witchcraft pov (Lah kok dia sih? Sudahlah... kita lanjutin aja ceritanya.)

Aku berjalan kearah kamar Necromancy, aku dengar dia kena flu karena pulang kehujanan. Anak itu kadang aneh juga, mengapa dia gak berteduh terlebih dahulu sih? Ketika aku berjalan kekamar Necromancy aku menemukan Cowardice yang lagi mematung didepan kamarnya, aku memanggilnya tapi gak ada balasan sama sekali. Ketika aku menyentuh bahunya dia gak bergerak sama sekali, ternyata dia sudah pingsan. Aku dengan cepat membawa dia kekamar Shamanism, ini anak mengapa pingsan sih?

"SHAMANISM!!!" kataku sambil menedang pintu kamar Shamanism, dan aku seketika menyesal melakukannya. Shamanism dan Demonism lagi berciuman, aku pun kembali menutup pintu dan berpura-pura gak melihat semua itu. Kali ini aku menaruh Cowardice di punggungku dan menahannya dengan satu tangan, barulah aku mengetuk pintu kamar Shamanism.

"Shama... boleh aku masuk?" tanyaku.

"Boleh ayah," balasnya.

Aku pun membuka pintu dan mendapati bahwa mereka gak sadar bahwa tadi aku sudah mendobrak masuk, telinga mereka pasti lagi bermasalah. Masa suara sebesar itu gak didengar dan suara ketukan pintu mereka dengar? Dunia ini kadang aneh juga, "Shama... Cowardice... dia pingsan entah mengapa."

"Taruh dia diranjang ayah, akan aku periksa."

"Gak akan kuijinkan," kata White magic didepan pintu kamar Shamanism.

"Memangnya kenapa?" tanya Shamanism gak menyadari apa pun. Demonism pun memukul kepalanya, tapi Shamanism menghentikan pukulannya. "Kau itu lelaki, dan Cowardice itu perempuan ditambah dia itu saudara iparmu," jelas White magic.

"Saudara ipar kita," kata Demonism membetulkan.

Aku pun meletakan Cowardice di ranjang, dan White magic memeriksanya karena dia gak ingin saudara iparnya ternodai. "Ayah... bagaimana kejadiannya?" tanya White magic.

"Jadi, ketika aku berjalan kekamar Necro aku menemukan bahwa dia mematung didepan kamarnya. Ketika aku panggil dia gak respon sama sekali, itu berlaku ketika aku memegang pundaknya. Ketika aku melepas pundaknya, dia pun jatuh kebelakang dengan cepat."

"Mengapa dia didepan kamar Necro? Mengapa dia gak masuk aja?" tanya Demonism.

"Entahlah... aku sendiri gak tahu."

Kami pun menatap Cowardice dengan khawatir, dan aku sadar akan sesuatu. "Dimana Black magic, Necromancy, dan Animancy?" tanyaku.

"Mereka ada di kamar Necromancy," jawab White magic.

"Mereka lagi ngapain? Necrokan akan cepat sembuh, yang dia perlukan cuma minum teh panas."

"Entahlah," balas White magic.

Aku pun sadar, Demonism berkeringat ketika aku mengatakan hal tersebut. "Demonism... apa yang mereka lakukan?"

"Eh...? Aku tidak tahu...."

"Demonism...."

"Mereka sedang melatih Necro untuk menembak Cowardice."

"Oh... itu alasan dia pingsan. Dia kemungkinan gak sengaja dengar latihan mereka, dan mengira Necro suka salah satu dari mereka. Alasan Cowardice pingsan adalah karena gak bisa nangis, dia pun menahannya dan membuat kepalanya pusing dan pingsan."

"Kayaknya gitu deh... karena banyak sekali tekanan pada dia," ujar White magic.

"Maaf ayah," kata Demonism.

"Gak apa-apa, yang penting sekarang kita harus membangunkan Cowardice. Aku akan memanggil Necromancy," kataku sambil beranjak kekamar Necromancy.

Necromancy pov

The true meaning of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang