Part 10 (Menik)

10.9K 376 1
                                    

Braaakkk!

Suara benda-benda berjatuhan karena tersapu oleh tangan Rindi. Gadis itu menggeram marah dan melampiaskan pada sekelilingnya. Aku terbelalak melihat hal tak lazim tersebut. Baru kali ini, Rindi terlihat sangat emosional dan mengerikan. Meski aku tahu dia menyeramkan, tetapi tak pernah kusangka gadis itu sangat menakutkan.

"Lagi. Lagi-lagi kau menggalkan rencanaku!" Rindi berteriak sambil mengarahkan telunjuknya padaku.

Aku beringsut semakin menekan diri ke tembok. Wajah Rindi berubah mengerikan. Meski tidak menjadi sosok kuntilanak, gadis itu terlihat layaknya setan. Wajah pucat, bibir kering, rambut acak-acakan. Aura Rindi berubah 180 derajat.

"Apa yang terjadi padamu?" tanyaku dengan nada ketakutan.

"Kau masih bertanya apa yang terjadi denganku? Aku yang seharusnya bertanya padamu, apa yang sudah kau lakukan sehingga Romi menghilang?" Nada suara Rindi meninggi. Matanya melotot dengan iris memerah. Itu semakin menakutkan dengan wajah pucatnya yang terus menatapku.

"Rindi ... kau, kau menakutkan?"

"Aku menakutkan? Seharusnya kau sadar dari awal sehingga jangan pernah mengecewakanku. Sekarang, ke mana Romi pergi? Kau menyembunyikannya? Kau membawanya lari, kan?"

Rindi kembali berteriak kali ini bahkan menggoncang-goncangkan bahuku.

"Sakit, Rin!" Aku mencoba melepaskan cengkeramannya di bahuku.

"Seharusnya aku tak mempercayaimu," desisnya. Wajahnya terlihat semakin pucat. Tanpa sadar aku menggigil.

Kulihat tubuh Rindi menggigil. Ia kemudian terjatuh, bersimpuh sambil mendekap dirinya. Wajah pucatnya semakin pucat. Mata gadis itu terpejam seakan menahan sakit.

Aku yang awalnya takut menjadi prihatin. Ada apa sebenarnya dengan Rindi. Mengapa ia menjadi aneh seperti ini.

"Rindi, Rin ...." Suaraku tercekat. Antara takut dan kasihan aku berjalan mendekatinya.

"Rin ...." Kembali kupanggil dia.

Mulut Rindi membuka dan menutup. Lirih ia menggumamkan sesuatu. Sebenarnya rasa takut masih sangat dalam bercokol di hatiku. Namun, melihat sahabatku terlihat menderita seperti ini. Aku benar-benar kasihan padanya.

"Rindi." Aku duduk bersimpuh di hadapannya. Mata Rindi masih terpejam. Bibirnya kering, pucat dan pecah-pecah. Darah seakan surut, kulihat wajah maupun tangan Rindi memutih bagai mayat.

"Darah ...," lirihnya. Aku mengernyitkan kening, berusaha mencerna apa yang ia katakan.

Mata Rindi membuka. Aku tak lagi kaget ketika matanya berubah hitam sepenuhnya.

"Darah, carikan aku darah." Suaranya serak.

Tubuhku gemetar. Entah pengaruh apa yang ia taburkan padaku, hingga aku mengangguk menyanggupi permintaannya.

***

Kulajukan mobil menyusuri jalanan desa. Siang ini kucoba mencari sosok Mas Romi. Meski tahu akan nihil, tetapi rasa penasaran di hati tentu saja harus dituntaskan.

Kuhela napas dengan kesal. Berkali-kali memukul stir mobil, meratapi hati yang terus menerus menyebut nama Mas Romi.

Mobilku belok ke jalan yang mengarah rumah Mas Romi. Kudengar, Kania menjadi Gila. Meski aku tak melihat dengan kepala sendiri, semua ini pasti ulah Rindi.

Tak ada rasa iba sedikit pun di hatiku. Kania menjadi gila bukankah itu bagus. Ia tak akan menjadi pengganggu antara aku dan Mas Romi kembali. Bahkan jika wanita sundal itu melahirkan anak Mas Romi, lalu apa? Mas Romi tak mungkin akan kembali padanya.

Pelet Nyai WangsihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang